Wednesday, December 31, 2014

Renungan Akhir Tahun

Belakangan ini ibu pertiwi kembali dirundung duka. Setelah tanah longsor di Banjarnegara, banjir, pasar Klewer yang terbakar, beberapa hari lalu pesawat dari salah satu maskapai yang terkenal dengan keamanannya dinyatakan "menghilang". Kurang dari 72 jam setelahnya, tim pencarian berhasil menemukan serpihan pesawat dan jenazah yang mengapung di wilayah selat Karimata.

Jujur, saya tidak pernah menonton televisi lokal, termasuk acara berita. Tetapi saya tetap berusaha terus update dari membaca kabar yang beredar di linimasa. Walaupun begitu, karena saya sungguh penasaran mengikuti perkembangan, akhirnya saya pun mulai menyalakan televisi lokal yang meliput berita ini. Its heartbreaking to see their families in such grief. Tanpa terasa, saya pun ikut menangis menyaksikan foto-foto relasi yang histeris menunggu kepastian anggota keluarganya. Tampak jelas duka yang mendalam tergambar di wajah masing-masing. Bingung menunggu ketidakpastian, ditambah "harapan palsu" yang berasal dari berita hoax mengenai telah ditemukannya pesawat tsb dengan semua penumpang yang selamat. Saya benar-benar engga habis pikir. Di sela bencana seperti ini kok ya adaaaaaa manusia yang begitu teganya menyebarkan kabar palsu entah apa maksudnya. Buat saya sih, ini jelas menunjukkan kurangnya kadar empati kepada sesama.

Ada pula yang "sempat-sempatnya" menggunakan musibah ini sebagai bahan candaan, dan yang lebih parah lagi, mendoakan keburukan para penumpang pesawat tersebut. Ya Allah, how come?

Saya memang tidak mengenal secara personal satu pun penumpang Air Asia QZ8501. Tapi sebagai manusia, saya merasa ikut bersedih mendengarnya.

Hari ini mereka yang mendapat musibah. Besok, lusa atau entah kapan bisa saja kita yang ada di posisi mereka. Atau anak kita. Atau orangtua kita. Atau keluarga kita.

Sungguh ini kembali mengingatkan saya bahwa umur, sama halnya dengan rejeki dan jodoh adalah benar-benar rahasia Allah Swt. Tidak ada yang tahu, tidak ada yang bisa mengubah. Entah berakhir di mana hidup kita, di laut lepas, di udara tinggi, di tempat tidur, di rumah sakit, di masjid, di tempat dugem, sungguh hanya Allah yang Maha Mengetahui.

Saya pun diingatkan bahwa sesungguhnya tidak ada yang kita miliki sebenarnya. Tidak anak kita, tidak orangtua, tidak suami/istri, tidak juga satu pun. Karena kita bukan milik mereka, dan mereka pun bukan milik kita. Hanya Allah Swt yang kita miliki.

Saya turut berbelasungkawa yang sedalam-dalamnya untuk semua penumpang dan staf Air Asia QZ8501. Semoga diampuni semua kesalahannya, dan diberikan tempat terbaik.Amiiiin yra.

Monday, December 22, 2014

Review 2014

Benar-benar engga terasa ya dalam hitungan hari, tahun 2014 akan terlewati dan digantikan tahun 2015. Buat saya, tahun 2014 ini benar-benar roller coaster, deh!  There are so many ups and downs.

Masih ingat resolusi 2014 saya? Alhamdulillah, saya merasa berhasil menjalani hidup dengan lebih positif tahun ini. Saya sudah tidak pernah melihat infotainment, tidak membaca tabloid gosip, juga  meng-unfollow akun instagram atau twitter beberapa seleb yang sering dihujat oleh haters. Saya membiasakan positive thinking, saya berusaha memulai setiap hari dengan positive attitude. I believe that positive attitude will bring you a positive life!:D

Saya memulai tahun 2014 dengan sakit. Alhamdulillah tidak sampai harus masuk rumah sakit, tapi saya ingat betul rasanya menderita karena panas tinggi dan paranoid ketakutan terkena dengue lagi:p
Di saat yang sama, saya mendapat pencerahan untuk move on dan melupakan seseorang yang sukses benar membuat saya sakit hati selama ini. Saya percaya, move on-nya saya ini merupakan awal yang sangat baik untuk hidup yang lebih positif:D

Entah ada hubungannya atau tidak dengan usaha saya untuk hidup positif,  saya merasa mendapat banyak rejeki tahun ini. Rejeki engga selalu berbentuk materi kan ya?:D Buku saya, "Dont Worry to be A Mommy!" tahun ini banyak diresensi oleh berbagai media seperti Tabloid Mom and Kiddie , Good Housekeeping Indonesia , Family Guide, sampai Tabloid Nakita. Saya juga mendapat pengalaman dipercaya sebagai model cover majalah Dokter Kita. Alhamdulillah.
Oh ya, ngomongin soal media, tahun ini pula saya dipercaya Jawa Pos for Her dan Jawa Pos untuk ditulis sebagai artikel. Thank you, Jawa Pos! Selain itu, per tahun ini, saya pun diberi kesempatan oleh Detik.com menjadi konsultan kesehatan di DetikHealth. Menyenangkan sekali lho! Saya bahkan diberi kesempatan ditampilkan menjadi satu artikel sendiri:))) Terimakasih yaaa Detik.com!


Tahun ini pula saya berhasil menyelesaikan thesis alias penelitian karya akhir dengan nilai memuaskan -buat saya- setelah menguras tenaga, emosi, peluh, darah dan air mata *lebay* selama setahun lebih.
Keliatan stress engga?:p Mana acak-acakan pula lagi ga ada ART dan nanny:)))

Masih soal pekerjaan, di awal tahun 2014 saya dipercaya bertugas di Soe, salah satu kabupaten di NTT. Walaupun harus berjauhan dengan keluarga -sampai Naya ngambek dan mogok ngomong sama emaknya hiks-, banyak sekali pelajaran yang saya ambil dari pengalaman tersebut. Betapa saya harus sangat bersyukur dengan hidup saya dan bukannya selalu membandingkan dengan mereka yang berada di atas.

Tahun 2014 adalah tahun pertama kami merayakan ulangtahun Naya. Alhamdulillah, benar-benar rejeki buat kami karena venue yang kami pilih ternyata mau tutup sehingga harga yang kami bayar jauh di bawah rerata. Alhamdulillah pula, acaranya berlangsung meriah.

Seperti yang saya tulis di atas, tahun ini benar-benar roller coaster buat saya. Saya mengetahui ada apa dengan Naya tepat setelah Naya berulangtahun ke-3. Sepertinya, inilah highlight of the year untuk saya:D
Knowing to be a parent to gifted child:D

Syukurlah, saya dapat mengetahui sejak dini karena dengan demikian saya dapat segera merencanakan segalanya untuk Naya. Setengah mati mencari sekolah, alhamdulillah lagi-lagi kami mendapat rejeki karena ada sekolah yang mau dan bisa menerima Naya di kelas yang lebih tinggi dari seharusnya. Walaupun begitu, tetap saja saya merasakan naik turunnya emosi dengan sangat cepat karena ternyata banyak juga masalah yang dialami Naya di sekolah. Saya harus bolak/i menghadap psikolog, dokter tumbuh kembang sampai kepala sekolah dan guru Naya untuk berkonsultasi. Kalau dihitung-hitung, mungkin tahun ini saya sering sekali merasa deg-degan, sedih, kesal, gembira, takut dan khawatir. Semua emosi tadi digabung menjadi satu deh:D Alhamdulillah, sepertinya saat ini Naya sudah bisa beradaptasi dan bersosialisasi dengan baik.

Masih soal Naya, saya bersyukur tahun ini bisa lebih banyak menghabiskan waktu bersama Naya. Bukan sekadar jalan-jalan ke mall -:p-, tapi beraktivitas positif sekaligus menstimulasi Naya untuk #PlayAndLearn. Ini juga menjadi salah satu bentuk rejeki lain saya. Pluuuus, karena sering menghabiskan waktu dengan Naya, menginspirasi saya menulis buku terbaru yang inshaAllah akan terbit awal tahun depan:D

Rejeki lain datang saat lebaran tiba. Alhamdulillah, setelah sekian lama -hampir sewindu cyiiin!- jadi anak hilang, saya dan keluarga bisa merayakan lebaran bersama keluarga saya di Bandung. Senang sekali rasanya bisa sungkem pada mama dan shalat Ied bersama:D Kami juga memanfaatkan moment pulang kampung ini untuk berlibur. Senang sekali, Alhamdulillaaaaaah:D

Selain pada saat lebaran, saya dan Naya juga sempat berkunjung ke Semarang untuk menghadiri acara keluarga. Senang! Biasanya sih boro-boro, dengan jadwal saya yang ketat acara keluarga model apa pun tidak bisa dijadikan alasan untuk ijin. Lain ceritanya dengan tahun ini:D

Seperti tahun lalu, tahun ini pun saya masih dipercaya menjadi pembicara di acara Speak Up yang diadakan mahasiswa FK Unair Surabaya. Bedanya dengan tahun kemarin, tahun ini saya mengajak Naya yang entah bagaimana ceritanya setelah menyaksikan saya berbicara di depan audiens, jadi terlihat lebih percaya diri berbicara dengan orang lain, Alhamdulillah.

Tahun ini pula, kami sekeluarga pindah rumah ke tempat baru. Walaupun banyak kekurangan di sana-sini, tapi rumah ini sangat nyaman untuk kami, syukurlah:)

Tahun ini ditutup dengan musibah dan ujian sangat berat untuk saya dan keluarga. Keponakan saya tetiba tidak sadar tanpa keluhan apapun sebelumnya. Tidak panas, tidak diare, tidak kejang, tidak sakit apapun. Bahkan beberapa jam sebelumnya masih tertawa-tawa saat dibawa berjalan-jalan. Kakak kandung saya menikah cukup lama sebelum mempunyai anak yang saat ini berusia 6 bulan itu. Tentu semua menjadi shocked dan sedih. Sampai dengan sekarang saat saya menulis postingan ini, keponakan saya masih tidak sadar, terpasang pipa selang napas di parunya dan harus dibantu dengan mesin untuk life-supportnya karena belum kuat bernapas sendiri. Di rumah sakit, saya menghadapi banyak sekali pasien dengan kasus yang sama. Sepertinya memang lagi musim ya, -Ingatkan saya menulis soal penyakit ini ya kelak!- tetapi rasanya sungguh sangat berbeda apabila "pasien" nya adalah keponakan sendiri yang selama ini sudah saya anggap anak saya sendiri.

Memang masih ada beberapa hari lagi sebelum tahun 2014 resmi berakhir. Saya berharap semoga keluarga kami mendapat rejeki dengan sembuhnya keponakan saya sesempurna mungkin. Well, semoga.

Secara garis besar, saya bisa menyimpulkan bahwa tahun 2014 ini benar-benar menguras emosi saya, as a person and a mother. Alhamdulillah banyak sekali rejeki yang saya dapat tahun ini, walaupun ada juga ujian dan musibah. Words to describe 2014= Roller coaster! :D

Saya percaya, everything happens for a reason. Termasuk rejeki yang diberikan Allah pada saya dan juga musibahNya. Dengan memberikan rejeki, Allah ingin mengingatkan saya untuk bersyukur dan bersedekah karena di balik rejekiNya, ada hak orang lain juga. Dengan memberikan musibah,Allah ingin melatih saya untuk lebih sabar dan mengingatkan saya lebih mendekatkan diri padaNya. Terima kasih, ya Allah, terima kasih 2014!

Sunday, December 21, 2014

Children See Children Do

Cukup lama juga ya saya engga mengupdate blog. *lap debu*
Harap maklum, saya memang sedang disibukkan oleh banyak hal nih. Selain saya sendiri akan menghadapi ujian dalam waktu -sangat- dekat *freaking out*, Naya libur sekolah sangat panjang dan menempel terus pada sang emak, saya juga masih harus mengurus printilan pasca pindah rumah yang entah kapan selesainya-_-"

Oh ya, terima kasih banyak atas doa dan perhatian untuk keponakan saya. Sampai saat ini, keponakan saya masih belum sadar dan masih harus menggunakan mesin untuk membantu napasnya. Ini merupakan ujian yang sangat berat untuk keluarga kami. Setelah 2 minggu dirawat, belum ada perbaikan yang sigifikan sehingga -seperti yang pernah saya tulis sebelumnya- doa maupun pikiran positif masih sangat dibutuhkan. Please, send your prayers and positive thoughts to him owkay:D

Anyway, beberapa waktu yang lalu Naya ikut pentas balet yang diadakan di Empire Palace, Surabaya. Biaya yang kami keluarkan untuk membayar seragam sampai membeli tiket masuk untuk menonton tidaklah sedikit. Wajar saja sih, acaranya kan diadakan di gedung yang wah. Untuk event yang diadakan setahun sekali, saya tidak keberatan sama sekali.

Dari awal, para orangtua telah diingatkan bahwa tidak diperkenankan untuk mengambil gambar atau foto dalam bentuk apapun. Kamera SLR/kamera saku/handphone/tablet/smartphone/video recorder, tidak diperbolehkan. Lagi-lagi, menurut saya peraturan seperti ini sangat wajar. Namanya konser yang bersifat "formal", agar dapat dinikmati semua pihak memang harus ada peraturan seperti ini. Kalau orangtua berminat untuk menyimpan dokumentasi, pihak sanggar menyediakan vendor profesional yang menjual DVD konser.

Karena harga tiket cukup mahal, saya pikir siapapun yang mampu membeli seharusnya sih mengerti mengenai etika dan sopan santun termasuk dalam mengikuti peraturan. Seharusnya. Eh, ternyata tidak. Rupanya tidak ada hubungan langsung antara tingkat sosial ekonomi dengan etika ya. Di tempat ballroom dimana kursi tertata sangat apik, pada saat pentas, banyak lho ibu-ibu yang tidak tahu malu merekam anak-anaknya pentas padahal jelas ada peraturan yang bolak/i ditekankan. Engga main-main pula, merekamnya pakai tablet segede talenan, sambil berdiri! Kurang mengganggu bagaimana lagi, coba?:)))

Saya -maaf ya bu!- menegur ibu tersebut karena merasa terganggu. Saya tidak bisa melihat apa-apa di depan saya selain tubuh sang ibu yang heboh merekam anaknya pentas. Untungnya walaupun saya sempat dijudesin, sang ibu menyadari kesalahan dan duduk biarpun sambil tetap merekam menggunakan talenan.

Saya jadi ingat beberapa bulan lalu, tempat les Naya menyelenggarakan lomba fashion show. Begitu mendengar ada acara ini, Naya semangat sekali meminta saya menyiapkan bajunya yang seperti princess berenda-renda bergambar Mickey Mouse-iya nih, unyil lagi suka sekali Mickey Mouse and friends- Saya kaget juga karena tahu pasti kalau Naya bukan tipe anak yang percaya diri di atas panggung. Berkali-kali saya yakinkan Naya, "Benar nih mau ikut fashion show?". Naya bolak/i bilang "Iya mama, kakak mau!".

Karena itulah saya segera menghubungi pihak tempat les untuk mendaftarkan Naya. Ternyata, saya diberitahu bahwa saat lomba fashion show, semua peserta diwajibkan menggunakan kaos bertuliskan nama tempat kursus tsb yang merupakan seragam. Saya menjelaskan pada Naya bahwa untuk lomba fashion show, Naya tidak bisa memakai baju kesukaannya ala-ala princess itu tapi harus mengenakan baju seragam. Naya agak sedikit sedih, tapi karena tahu semua temannya juga harus pakai seragam akhirnya mengerti dan tetap minta ikut lomba fashion show.

Acaranya diadakan di salah satu clubhouse yang elit di kawasan Surabaya Timur. Pada saat lomba fashion show akan dimulai. saya kaget setengah mati karena semua peserta lomba fashion show TIDAK ADA yang mengikuti aturan mengenakan seragam. Hanya Naya saja. Teman-temannya mengenakan baju Elsa-Frozen, Cinderella, dan lain sebagainya. Saya menangkap raut muka Naya yang langsung berubah.

Saya tanya Naya, "Kakak masih mau ikut lomba? Kalau engga juga engga apa-apa kok."
Naya: "Kenapa cuma kakak yang pakai seragam?" *sedih*

Saya bertanya pada salah satu ibu yang anaknya ikut lomba. Jawabannya kurang lebih begini, "Iya sih, memang aturannya pakai seragam tapi anaknya engga mau tuh, pengin pakai baju Elsa katanya. Ya udahlah, lagian seragamnya kan jelek juga ya, masa fashion show pakai seragam?"

-_______________-"

Saya langsung protes pada pihak penyelenggara, tapi rupanya karena hanya Naya yang pakai seragam, mau tak mau lomba tetap berlangsung walaupun yang lain tidak mengikuti aturan. Oh ya, saat acara dimulai, semua ibu yang anaknya ikut lomba lari ke depan panggung *literally*, sibuk merekam menggunakan talenan masing-masing dan berteriak-teriak menyemangati anaknya tanpa peduli bagaimana yang lain bisa menonton. Yang penting gue liat anak gue jelas, yang di belakang keliatan apa kagak emang urusan gue?

Saya bangga sekali Naya mau tetap naik ke atas panggung dan menjalankan bagiannya berlenggak-lenggok walaupun saya tidak bisa melihat dengan jelas. Pandangan saya dipenuhi oleh punggung ibu-ibu yang heboh sendiri.

Entah ya, mungkin saya adalah ibu yang aneh. Yang terlalu menuruti peraturan, padahal mungkin jaman sekarang peraturan dibuat untuk dilanggar. Mungkin. Tapi saya yakin bahwa disiplin pada peraturan adalah salah satu cara kita menunjukkan kemampuan menghargai pihak lain, berempati,  bersopan santun dan beretika.

Saya percaya kalau children see children do. Cara terbaik mengajarkan sesuatu pada anak adalah dengan mencontohkannya. Seandainya kelak anak kita tumbuh menjadi anak yang tidak sopan, tidak disiplin, tidak bisa diatur, sudah sepatutnya kita melihat diri sendiri dulu. Sudahkah kita berempati? Sudahkah kita berdisiplin? Sudahkah kita teratur?

Semua orangtua tentu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Saya pun inginnya Naya ikut fashion show dengan baju terbaik, terbagus yang dimiliki, saya juga ingin mempunyai foto atau rekaman Naya saat balet, saya ingin menyemangati Naya dengan berteriak-teriak agar Naya tahu saya ada di sampingnya. Siapa yang tidak ingin? Tapi terlepas dari itu semua, yang saya inginkan adalah Naya menjadi anak yang berempati, punya attitude, bisa berdisiplin dengan peraturan, menghargai orang lain, bersopan santun, dan punya etika. Siapa yang bisa mengajari Naya kalau bukan saya?

Saya juga agak "tegas" mengingatkan orang lain yang jelas-jelas tidak mengikuti peraturan yang berlaku karena buat saya, membiarkan kesalahan sama saja dengan melakukan kesalahan tersebut. Rupanya apa yang saya lakukan, saat ini mulai dicontoh oleh Naya.

Jangan kaget ya kalau melihat ada anak unyil yang tidak sungkan menegur orang tak dikenal di mall saat antriannya diserobot, atau anak unyil yang mengingatkan tanpa malu bapak-bapak tak dikenal saat sedang merokok di dekatnya. Jangan bingung juga kalau menyadari ada anak 3 tahun yang menegur ibu-ibu tak dikenal membuang sampah sembarangan:))) Yes, she's my baby and im proud of her:D

Tuesday, December 16, 2014

#PrayForZaza

These few past days have been really hard for me, and my family. Well, especially for my brother.

After married for a couple years, my brother finally has a very handsome boy. Im really happy for them. My nephew is cute and adorable. Naya always calls him as her little brother.

On Sunday night, my mother called me hysterically and told me that my nephew was taken to hospital due to unconscious. I was really shocked, just as shocked as his parents and grandparents. He had no fever before, he was really healthy, without any complain like diarrhea, seizure or even cough. Really healthy. Out of sudden, he was just unconscious. There was no history of trauma either.

I booked a flight to go there, but unfortunately, there was no flight available so i had to wait until Wednesday morning.

On Tuesday afternoon, my mother called to tell me there's something weird about my nephew. But she could not explain what kind of weirdness. I asked my mom to calm down, but i got panic myself, i grabbed my purse and ran to the airport to buy a go-show plane ticket. It was heavy raining in Surabaya, the traffic were very crowded. I prayed all the time. Alhamdulillah, i got the ticket.

Right after i landed in Bandung, I went to hospital just in time my nephew was gasping. All of my family were there, without any sanity left. I meant it. I could not talk to anyone of them, so i thought i should be the one that think rational.

I saw my nephew struggled. Double intravenous lines were inserted, a endotracheal tube also was inserted to clear his airway. There were so many cables attached to his small tiny body. He was powerless. As a doctor, ive been dealing with same cases like a lot. But it felt different when the baby was your family.

After so many physical, laboratory, radiology and additional examinations, my nephew was diagnoses with bacterial meningoencephalitis. We didnt know how he got this disease since there was no risk factor in him. His nutritional status was good, he got full immunizations, and he was taken care by his own mother without any helper.

Anyway, days passed, and up until now (the 11th day) my nephew is still hospitalized, unconscious, with ventilator machine to support his life.  The treatments are already given maximally, and all we can do now is waiting for a miracle. I believe in the miracle of prayers. I believe in the miracle of  positive thoughts. I believe in Allah SWT. Please pray and send your positive thoughts for him.

#PrayForZaza

Saturday, December 6, 2014

Complete Version Jawa Pos 24 Nov 2014

Sesuai janji saya di sini, ini adalah versi lengkap harian bersangkutan:D
Btw, saya memang rajin mengupdate blog ini dengan hal-hal yang paling sepele sekalipun supaya tersimpan rapi, maunya sih supaya Naya kelak bisa membaca-baca sendiri segala hal yang terjadi padanya.


PS: Kak, kalau baca postingan ini, masih inget engga kakak disuruh senyum pas foto susahnya minta ampun? Pas korannya terbit, kakak sebel karena fotonya "jelek" (engga smile, engga happy). Jadilah pagi-pagi banget, mama papa belum baca, korannya udah disembunyiin kakak entah di mana. Untung ada beberapa temen mama yang kirim capture-an korannya jadi mama bisa kira-kira gimana isinya. Mama bilang, "Salahnya kakak sendiri kenapa pas difoto engga mau senyum?", kakak jawab "Lho, kan kakak itu lagi sibuk kerjakan soal, kok malah disuruh senyum. Lagi konsentrasi tau!". Hahahaha, okelah, btw akhirnya mama nemuin korannya di belakang lemari kamar mama, makanya baru bisa mama scan hari ini. Lain kali kalau mau nyembunyiin, jangan di kamar mama dong sayang:p

Thursday, December 4, 2014

FAQ Imunisasi

Semakin lama semakin banyak saja email yang masuk di inbox saya menanyakan soal imunisasi. Serius lho, saking banyaknya saya sampai menyimpan draft jadwal dan FAQ imunisasi di handphone sehingga bisa langsung dicopy-paste saja.

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering ditanyakan mengenai imunisasi.

1. Saya bingung karena jadwal imunisasi di posyandu, rumah sakit atau beberapa dokter anak berbeda. Jadi sebenarnya yang benar yang mana? Yang terbaik diikuti yang mana?
Perbedaan penjadwalan imunisasi pada anak memang bisa saja terjadi karena adanya modifikasi untuk memudahkan orangtua atau pertimbangan khusus tergantung keadaan bayi saat itu. Selama imunisasi dilakukan pada rentang waktu yang direkomendasikan IDAI, baik kok.

2. Anak saya batuk pilek nih dok. Boleh engga diimunisasi?
Boleh. Batuk pilek ringan tanpa demam boleh diimunisasi, kecuali bayi sangat rewel, bisa ditunda seminggu.

3. Kalau sedang minum antibiotik bagaimana? Boleh engga diimunisasi?
Boleh, antibiotik tidak menganggu potensi vaksin.

4.Anak saya alergi, sering sekali terkena serangan asma. Aman diimunisasi engga?
Pasien asma, pilek alergi boleh-boleh saja diimunisasi. Tapi seandainya ada riwayat alergi berat terhadap telur, pernah ada riwayat anafilaktik terhadap telur (Kemerahan luas di kulit, sulit napas, suara napas ngik ngik sampai syok), jangan lupa menyampaikan ke dokter yang mengimunisasi. Ada beberapa vaksin seperti influenza, demam kuning yang kontra indikasi pemberiannya adalah anak dengan riwayat anafilaktik terhadap telur.

5. Anak saya sejak bayi rutin imunisasi sesuai jadwal. Tapi kok masih bisa terkena cacar air ya dok? Apa imunisasinya percuma?
Anak yang telah diimunisasi MASIH DAPAT tertular penyakit tersebut, namun akan jauh lebih ringan dibanding mereka yang belum diimunisasi.

6. Kalau habis diimunisasi polio yang diteteskan ke mulut, harus menunggu berapa lama sebelum anak minum susu?
Untuk susu formula, boleh langsung diberikan begitu diimunisasi. Tapi untuk ASI, kalau anak sudah berusia di atas seminggu boleh langsung disusui. Di bawah usia seminggu sebaiknya ditunggu sebentar sebelum disusui. Kolostrum pada ASI yang biasanya terdapat sampai bayi berusia seminggu dapat mengikat vaksin polio oral.

7. Sehabis disuntik BCG, anak saya jadi bisulan kemudian seperti koreng. Malpraktik ya?
Bisul yang biasanya timbul 4-6 minggu pasca imunisasi BCG adalah normal, merupakan reaksi tubuh terhadap vaksin BCG. Bisul ini dapat membesar dan menjadi koreng setelah 2-4 bulan lalu menyebuh perlahan dan menimbulkan scar. Jangan khawatir, cukup dikompres menggunakan cairan salin saja kok:D

8. Anak saya sudah kena campak waktu umur 5 bulan, apa perlu divaksin lagi saat 9 bulan?
Boleh. Banyak penyakit yang menyerupai campak sehingga belum tentu yang diderita anak sebelumnya benar-benar campak. Walaupun ternyata memang benar campak, pemberian vaksin campak tidak merugikan bayi kok:D

9. Benar engga imunisasi MMR menyebabkan anak autis?
Tidak. Berita ini sebetulnya bermula ketika ada seorang ilmuwan yang mempublish hasil penelitiannya bahwa ada hubungan antara MMR dengan autis pada anak. Tapi setelahnya diketahui bahwa ilmuwan ini memberikan data palsu sehingga jurnal tersebut dicabut dari "peredaran". Setelahnya banyak ilmuwan yang melakukan penelitian serupa dan tidak satu pun yang berhasil membuktikan. Dont worry!:)

10. Anak saya sering banget batuk pilek nih. Kalau diimunisasi influenza bisa sembuh engga ya dok?
Perlu dicatat, imunisasi influenza hanya untuk mencegah penyakit influenza berat yang disebabkan virus influenza A dan B jenis tertentu yang berbahaya. Vaksin ini tidak dapat mencegah batuk pilek karena virus lain, alergi atau iritasi.

11. Saya ditawari imunisasi DTP yang katanya engga pakai demam, tapi harganya mahal banget. Memang lebih bagus pakai vaksin DTP tanpa panas ya dok?
Vaksin DTP ada 2 macam, DTwP (yang banyak ditemukan di posyandu atau puskesmas) dan DTaP (yang disebut engga pakai panas). Keduanya sama-sama mencegah penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Bedanya hanyalah pada komponen antigen untuk pertusis. Vaksin DTwP berisi sel bakteri pertusis utuh yang berisi ribuan antigen termasuk yang tidak diperlukan sehingga seringkali menimbulkan panas, bengkak, merah atau nyeri di tempat suntikan. Vaksin DTaP berisi bagian pertusis yang jarang menimbulkan demam (bukan pasti tidak demam ya!). Proses pembuatan DTaP lebih rumit sehingga harganya lebih mahal.

12. Katanya ada jadwal imunisasi 2014 yang baru ya dok. Bedanya apa dengan yang sebelumnya?

Ada beberapa perbedaan seperti pemberian vaksin hepatitis B yang sebaiknya diberikan 12 jam setelah lahir, kemudian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan dengan optimal 2 bulan. Pada prinsipnya hampir sama kok.

13. Ada ringkasannya engga dok, umur segini imunisasinya apa? Saya suka bingung liat jadwalnya.
Berikut saya ringkaskan jadwal imunisasi sesuai umur. Tapi ingat ya, jadwal bisa dimodifikasi tergantung keadaan anak masing-masing. Untuk lebih jelasnya, diskusikan dengan dokter anak anda:D
14. Imunisasi wajib itu yang mana saja ya dok? 
Imunisasi semua adalah wajib. Tapi kalau yang disubsidi pemerintah berhubungan dengan program pemerintah adalah hepatitis B, polio, BCG, DTP, Hib, Campak dan dT.

15. Katanya imunisasi itu haram lho dok. 
Sepengetahuan saya, hukum suatu benda itu ditentukan berdasarkan keadaannya yang terakhir. Bukan ditentukan berdasarkan asal muasalnya. Misalnya buah anggur itu halal. Tetapi bila sudah difermentasi jadi wine hukumnya berubah jadi haram. Padahal asalnya halal.  Bila wine yg haram itu lalu difermentasi jadi cuka. Maka hukumnya berubah jadi halal kembali. Hal itu harus dilihat keadaan terakhirnya. Iya kan ya?

Ada vaksin yang dalam prosesnya pembuatannya menggunakan enzim babi, tapi hasil akhirnya tidak mengandung produk babi. Jadi menurut saya tidak haram ya:)

Semoga membantu:D

Monday, December 1, 2014

Kamus Besar Bahasa Indonesia

..versi online adalah salah satu web yang paling sering saya buka akhir-akhir ini. Alhamdulillah, thanks to technology, saya tidak perlu berepot-repot membuka buku yang beratnya minta ampun itu karena sudah ada versi onlinenya.

Bukan karena saya sedang menulis buku, bukannya juga karena sedang menyusun karya ilmiah. Satu-satunya alasan saya rajin mengakses KBBI online ini tak lain dan tak bukan karena makhluk kecil berjudul Naya.

Sejak dulu, saya memang sudah selalu kewalahan menjawab pertanyaan Naya yang beragam di segala bidang dan tak berbatas. Tidak ada hentinya.

"Mama, kenapa Allah bikin manusia hidup kalau nanti pasti meninggal juga?"
"Kata Mama Allah itu Maha Pintar, kalau memang betul kenapa Allah bikin manusia yang nakal yang harus masuk neraka? Mustinya kalau Allah pintar bikin manusianya yang pintar semua dong."
"Mama orang yang pertama kali bisa baca siapa? Yang bikin huruf-huruf itu siapa?"
dsb..dsb.. *emaknyamewek*

Selain pertanyaan-pertanyaan "kompleks" macam itu, sekarang Naya justru sedang hobi sekali menanyakan hal-hal sederhana yang basic. Tapi justru karena sederhananya, saya terkadang kesulitan menjelaskan artinya pada Naya.

Misalnya saja,
Naya: "Mama, benda itu artinya apa sih?"
Saya: "Benda itu barang kak, sesuatu yang berwujud."
Naya: "Wujud itu apa?"
Saya: "Wujud itu bentuk kak."
Naya: "Bentuk itu apa mama?"
Saya: "Bentuk itu lingkaran, kotak, segitiga, macam-macam kan."
Naya: "Kalau angin itu bukan benda?"
Saya: "Benda kak."
Naya: "Emang apa bentuknya kalau angin?"
Saya: "Errrrrr... *bingung sendiri*

Setelah mencari di KBBI, saya jelaskan pada Naya bahwa benda adalah semua yang bermassa (punya berat) dan berwujud, bisa benda padat, cair maupun gas. Duh terbantu sekali saya dengan KBBI online ini, woohooo!

Kesempatan lain,
Naya: "Mama cita-cita itu apa?"
Saya: "Cita-cita itu keinginan kak. Misalnya kakak kalau sudah besar mau jadi dokter, nah artinya cita-citanya kakak jadi dokter."
Naya: "Kalau kakak pengin makan es krim, berarti cita-cita kakak makan es krim ya ma?"
Saya: ................ *tariknapaspanjang*

Belum lagi setiap Naya mengenal lagu baru yang di dalam syairnya terdapat kata-kata baru. Wah bisa dipastikan pertanyaannya bertambah panjang.

"Mama terbentang itu apa?"
"Kalau arahan itu apa?"
"Kalau bimbingan?"

ZzzzZZZzzzzz... hahaha, terimakasih KBBI!

Thursday, November 27, 2014

Naya and Me - Jawa Pos 24 Nov 2014

Hey! Look who's on the Monday Newspaper?:D

Cerita behind the scene dan versi komplit -yang lebih jelas- coming soon ya!:)

Sunday, November 23, 2014

B-o-r-e-d-o-m

Akhir-akhir ini saya sepertinya kehilangan semangat untuk mengerjakan apapun. Entahlah, saat di mana saya seharusnya memasang gigi empat untuk belajar karena ujian sudah di depan mata, saya malah lebih senang sibuk bermalas-malasan dan kruntelan bersama Naya atau mencari pernak-pernik lucu untuk mengisi rumah:p

Beberapa minggu terakhir ini, kegiatan saya memang super hectic. Mulai ditinggal ART dan babysitter selama hampir sebulan, pindahan rumah (ps: suami memutuskan pindah lalu pergi meninggalkan saya ke luar negeri berminggu-minggu langsung setelahnya hahahaha, sempat mangkel tapi ya sudahlah ya:p) yang artinya saya harus mengurus semua-semua-semuanya sendirian, belum lagi masalah persekolahan Naya yang tak kunjung usai. Saya jenuh sekali lho survey sekolah, btw.
Selain itu pun saya cukup terengah-engah menyelesaikan naskah karena sudah dikejar deadline buku terbaru. Belum cukup, saya pun dikejar-kejar oleh UTS yang akhirnya terlewati juga. Tinggal UAS S2 dan ujian akhir saja sebentar lagi, dan saya belum siaaaaap, saudara-saudara! *mulaipanik*

Have i told you how well-prepared i am? 

Saya tidak bisa mengerjakan sesuatu within last minutes. Mungkin karena saya gampang panik, kalau mengerjakan sesuatu last minutes, bisa dipastikan saya langsung blank karena heboh duluan dengan kepanikan. I never consider it as my weakness, until now. Serius, saya panik banget setiap lihat tanggal di kalender yang berjalan terus. Dan karena panik itu, saya malah blank dan justru tambah malas belajar:))) Its vicious cycle, i know. And i have to break it, i know. But how? That's the question.

Kejenuhan seperti ini bukan baru pertama kali saya rasakan. Sebelumnya sih, bisa teratasi dengan syuting dan siaran hehehe. Tapi mungkin karena buat saya kejenuhan yang sekarang ini bisa digolongkan kelas berat (no proper holiday or proper vacation for 5 years, imagine that), syuting, siaran atau blogging pun belum cukup untuk "mengobati" kejenuhan saya.

Saya tahu saya butuh libur. A proper one. I need my me time. Without thinking anything else but myself. Sulit juga mewujudkannya, saya langsung terbayang Naya yang lagi hobi mengekor saya ke mana pun, termasuk saat mandi. Serius lho, saya di kamar mandi pun anak gadis pasti ikut stay tuned di depan pintu. Manalah saya tega meninggalkan Naya? Belum lagi suami yang selalu ke luar kota atau negeri. Siapa yang mau mengurusi macam-macam di rumah kalau saya seenaknya berlibur? Jadi jelaslah ya harapan saya masih jauh dari angan-angan karena memang kondisi yang belum memungkinkan, entah kapan. I hope ASAP since i need my full speed now.

Now i really now why they said "Surga di telapak kaki ibu", really.
The key to heaven lies beneath you mother's feet, indeed.

The best thing i could do for now is crossing my fingers. Hopefully, i could overcome this boredom immediately so i could go back to my full speed. And please, do cross your fingers for me too, will you?:D

Wednesday, November 19, 2014

Speak Up! 2014

Minggu lalu saya kembali diundang menjadi pembicara di acara Speak Up! 2014. Sama seperti tahun sebelumnya, saya diminta membawakan materi public speaking. Apa itu public speaking, bagaimana melakukannya, common mistakes sampai tips berpublic speaking.

Pesertanya adalah para mahasiswa universitas Airlangga Surabaya yang kebanyakan dari fakultas kedokteran alias adik-adik kelas saya:D

Acara ini berlangsung seru sekali. Saya senang karena antusiasme peserta yang luar biasa. Berbagai pertanyaan diajukan pada saya tak henti-henti hahaha. Karena Naya sedang demam dan saya tidak ingin kepikiran, sengaja saya bawa Naya mengikuti acara ini dari kursi paling belakang.
Blessing in disguise, Naya sepertinya jadi terinspirasi lho! Awalnya Naya selalu malu-malu dan tidak mau ngomong dengan orang lain. Tapi setelah melihat mamanya dengan gagah berani tak kenal malu -malah malu2in:p- berbicara panjang lebar di depan orang banyak, Naya pun bilang "Mama, kakak juga mau kayak mama, Kakak abis gini berani ngomong sama orang lain." Alhamdulillaaaaaah:D

Anyway, di akhir acara pihak panitia membuat saya surprised. Saya diberi foto saat sedang membawakan materi yang sudah dibingkai. So cute! Kaget banget lho, kapan ya cetak fotonya?

Akhirnya saya punya juga foto candid saat sedang bekerja:p

Terimakasih ya panitia Speak Up! 2014:*

Monday, November 10, 2014

Saat Anak Berbohong

“Mama, kakak tadi engga minum jus buah. ”
“Lho, kenapa? Kan sudah mama siapin”
“Jus buahnya tumpah pas mau kakak minum.”
“Kok bisa tumpah kak?”
“Iya ditumpahin semut yang ada di kamar kakak.”

It doesn’t take a genius to know that my baby is lying. Awalnya, tentu saya kaget. Siapa yang mengajari Naya berbohong? Siapa yang dicontoh Naya?

Lain kesempatan, saya mencuri dengar obrolan Naya dengan seorang temannya. Sang teman ini bercerita mengenai liburan sekolahnya yang dihabiskan berjalan-jalan ke Dunia Fantasi.

“Oooh Dunia Fantasi. Yayayaya, kakak Naya juga pernah tu ke sana. Enak banget ya di sana.” Begitu tanggapan Naya.

Sekilas tidak ada yang aneh pada pernyataan Naya tadi. Hanya saja, saya tahu persis Naya tidak pernah ke Dunia Fantasi.

Saya sering mendengar ungkapan bahwa anak kecil tidak pernah berbohong. Lalu, kenapa Naya berbohong? Jujur saya sempat khawatir sekali, takut ada yang salah dengan cara pengasuhan saya.

Sebetulnya, berbohong adalah hal yang sangat manusiawi, pada anak-anak pun. Kapan kita harus mulai khawatir? Kapan kita harus mulai mengintervensi? Jawabannya adalah tergantung usia anak.

Di usia seperti Naya atau pre-schooler, anak terkadang masih sulit untuk membedakan mana kenyataan dan mana yang khayalan. Imajinasinya sangat kaya, sehingga mereka suka sekali mengarang dan melebih-lebihkan suatu keadaan. Mereka tidak berniat untuk berbohong sebenarnya, hanya karena kreativitas dan imajinasi anak sedang berkembang pesat, maka bisa terkesan sedang berbohong.

Alasan lain anak seusia Naya berbohong adalah ia sebenarnya berharap tidak melakukan kesalahan karena takut mengecewakan kita. Saat Naya “mengarang” cerita semut menjatuhkan gelas dan menumpahkan jus buahnya, sesungguhnya ia sedang berharap bahwa memang bukan ia yang menumpahkan jus buah karena khawatir saya akan kecewa padanya. Ia juga takut kalau saya marah saat mengetahui Naya menumpahkan jus buah yang sudah saya siapkan.

Selain itu, mencari perhatian pun adalah salah satu alasan kenapa anak berbohong. Naya pernah bercerita pada saya kalau di sekolah, saat pelajaran olahraga, ia bisa melompat setinggi pintu. Saya yang sedang asyik mengerjakan tugas lain langsung menghentikan kegiatan dan memberikan perhatian penuh padanya karena ingin tahu kenapa dia berbohong. Coba kalau Naya tidak cerita kalau lompatannya setinggi pintu, mungkin saya masih sibuk mendengarkan ceritanya sambil makan, sambil BBM-an atau kegiatan lain.

Jadi apa yang harus dilakukan saat anak preschooler ini berbohong?

1.     Stay cool
Ingat lagi, anak usia ini masih belum bisa membedakan benar mana kenyataan dan mana imajinasi. Tapi tetap tenang bukan berarti membiarkan anak untuk bebas mengarang cerita. Saya selalu membimbing Naya untuk mengerti mana yang imajinasi dan mana yang kenyataan. Jangan marah atau ngomel saat anak mengarang bebas. Dari pada dimarahi “Kamu jangan berbohong ya! Mana mungkin semut bisa menjatuhkan gelas? Bilang saja kamu yang jatuhkan.”, lebih baik ajak anak bicara baik-baik.

“Wah, semutnya pasti besar sekali ya kak kok bisa sampai jatuh gelasnya? Memang kakak pernah lihat semut yang besar sekali? Mama pernah. Tapi lihatnya di buku sama di televisi, karena itu engga betulan kak. Jadi, yang betulan itu semut pasti kecil dan engga bisa jatuhkan gelas kakak. Kalau kakak yang jatuhkan baru bisa. Tapi mama engga marah kok kalau memang kakak yang jatuhkan. Pasti kakak engga sengaja kan?”

2.     Cari tahu alasannya.
Cari tahu mengapa anak berbohong. Apakah karena ia takut dimarahi? Apakah karena ia sebenarnya mengharapkan kebohongannya jadi kenyataan? Atau sekadar mencari perhatian. Dengan mengetahui alasan berbohong, kita bisa mencegah anak berbohong kembali di masa yang akan datang. Misalnya, saat Naya berbohong menyalahkan semut yang menjatuhkan gelasnya. Saya yakin Naya khawatir saya marahi. Karena itulah, setiap mengetahui Naya melakukan kesalahan, saya tidak akan memasang tampang marah terlebih dahulu.

3.     Beri konsekuensi
Anak harus mulai diajari bahwa apapun yang ia lakukan akan ada konsekuensinya, termasuk berbohong. Dengan mengetahui ini, otomatis anak akan berpikir 2x saat muncul niat untuk berbohong. Contohnya, masih soal semut dan gelas. Setelah Naya mengakui bahwa memang benar ia yang tidak sengaja menjatuhkan gelas, saya memberikan konsekuensi padanya. “Ya sudah, engga apa-apa kak, tapi karena kakak tadi bilang ke mama semut yang menjatuhkan gelas, jus buahnya mama ganti besok ya, bukan sekarang. Seandainya kakak dari tadi bilang kakak yang engga sengaja, mama ganti jusnya sekarang deh.”

4.     Jangan marah
Saat anak melakukan kesalahan dan berkata jujur, jangan marahi anak. Beri pujian karena ia mau jujur mengakui kesalahannya.

5.     Beri contoh
Hal yang akan sangat diingat oleh anak untuk dicontoh adalah perilaku orangtua. Biasakan untuk bersikap jujur kapanpun. Anak masih belum mengerti benar konsep white lies, jadi pasti mereka bingung kalau kita mengajarinya selalu jujur, tapi marah saat mereka “jujur” mengatakan makanan buatan yangtinya tidak enak di depan yangti langsung. Daripada mengajari mereka berbohong –walaupun white lie-, sebaiknya ajarkan bagaimana mengungkapkan ketidaksukaan dalam bentuk yang halus. Misalnya daripada bilang “Ih, engga enak banget ini nasi kuning buatannya Yangti!”, lebih baik bilang “Maaf ya Yangti, kakak sebetulnya suka nasi kuning buatan Yangti, tapi yang ini rasanya kok engga kayak biasanya ya”.

Yang terpenting, ingat, children see children do. Tidak mau anak berbohong? Ya jangan berbohong:D

Friday, November 7, 2014

Tes Masuk SD

Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya di sini, beberapa minggu yang lalu saya mengunjungi pameran pendidikan yang berada di Grand City. Tujuan utamanya tentu untuk melihat-lihat tempat kursus menggambar -ps: anak gadis sekarang sedang terinspirasi menjadi pelukis setelah membaca buku soal anak yang pintar melukis *sigh*-, tambahannya, melihat sekolah yang -siapa tahu- mau menerima Naya SD tahun depan. Susah banget ya-_-"

Eh sedikit melenceng dari topik awal, mumpung lagi ngomongin sekolah yang mau menerima anak lebih muda dari keharusannya nih. Beberapa minggu terakhir saya mendapat banyak sekali email dari orangtua yang menanyakan pada saya sekolah mana yang mau menerima anak mereka di usia yang lebih dini dari seharusnya. Sejujurnya, saya belum membalas email-email tsb karena saya takut salah, dan membuat banyak orangtua menjadi salah mengerti.

Perlu diketahui, program pemerintah yang mengharuskan batas usia tertentu untuk tingkatan sekolah tentulah ada alasannya. Misalnya saja, pemerintah mengharuskan usia 7 tahun sebagai batas masuk SD karena di usia tsb, anak diharapkan sudah cukup matang secara emosi untuk mengerti benar mengenai tanggung jawab dan kemandirian, terlepas bagaimana kemampuan kognitifnya.

Yang menjadi fenomena saat ini adalah, orangtua berlomba-lomba menyekolahkan anaknya sedini mungkin, semata-mata karena orangtua merasa anaknya mampu mengikuti pelajaran di sekolah. Padahal sebenarnya ada yang jauh lebih penting daripada kemampuan kognitif, yaitu kematangan emosi dan kesiapan mental anak.

Ada yang ingin menyekolahkan anaknya berumur 4 tahun ke TK B agar di usia 5 tahun bisa masuk SD karena anak tsb sudah bisa membaca dan menulis. Ada yang mencari sekolah yang mau menerima anaknya, 5 tahun di kelas 1 SD karena anaknya sudah lancar menulis, berhitung dan membaca, dsb dsb dsb.

Ada yang mungkin terlewat dari observasi orangtua, yaitu terlepas dari kelancaran membaca, menulis, berhitung tadi, apakah anaknya sudah mengerti benar tanggungjawab dan kemandirian? Masih menangiskah saat ditinggal di kelas? Sudah bisa pipis sendirikah? Dan yang terpenting, sudah siapkah mereka berkurang jam mainnya? Karena pada dasarnya usia balita adalah usia bermain. Dengan "memaksakan" anak bersekolah lebih dini, kita seolah-olah merenggut haknya bermain.
Gambar diambil dari sini

Saat ini mungkin tidak terasa akibatnya. Tapi percayalah, kelak akan sangat terasa. Ada kerabat saya yang disekolahkan SD saat berusia 5 tahun. Sampai kelas 6 SD, dia selalu menjadi juara kelas. Tapi sepertinya memasuki SMP, ada kejenuhan belajar dan kebutuhan bermain yang tampaknya belum terpuaskan, sehingga anak yang langganan juara kelas tadi malah jadi tinggal kelas.

Lah, kamu sendiri bukannya sibuk setengah mati cari sekolah yang mau terima Naya, Met? 

Untuk kasus Naya, tentunya berbeda karena advis untuk menaikkan tingkat sekolah Naya datang dari psikolog dan dokter konsultan tumbuh kembangnya dengan alasan Naya "special". Sejujurnya, saya pun ragu sekali menuruti advis ini karena deep inside, saya masih kurang ikhlas menyekolahkan Naya jauh di level yang seharusnya. Kekhawatiran Naya akan terenggut hak bermainnya pun ada. Tapi sekali lagi, Naya berbeda. Dan ini bukan hanya perasaan saya saja. Ada buktinya berupa endless consultations to the experts.

Jadi, maaf ya kalau email yang seperti saya sebut di atas sengaja belum saya balas karena saya khawatir membuat para orangtua salah paham. Saya sendiri setuju dengan pendapat "untuk yang usianya nanggung masuk sekolah, lebih baik lebih tua daripada lebih muda" karena alasan-alasan yang saya sebut tadi.

Kembali ke topik awal. Dari sekian sekolah yang ada di pameran tsb, ada satu sekolah yang menarik perhatian saya. Bukan hanya karena nama besar sekolah ini, tetapi karena saat saya menanyakan perihal Naya, wakil kepala sekolah yang menerima saya terlihat sangat welcome. Tidak seperti perwakilan sekolah lain di pameran tadi yang justru bertanya balik pada saya mengenai gifted, wakil kepala sekolah ini tampak mengerti benar mengenai gifted children dan menjelaskan pada saya kemungkinan Naya bersekolah di sana walaupun umurnya masih jauh dari batas masuk, asalkan Naya lulus tes dan ada rekomendasi dari psikolog dan dokter tumbuh kembang anak.

Btw, saya sempat menangis gegara percakapan singkat dengan sang wakil kepala sekolah. Beliau bilang "Ibu, selamat ya atas karunia yang luar biasa dari Tuhan berupa anak gifted ini. Tapi maaf, merawat, mengasuh, membesarkan anak gifted ini sama sulitnya dengan membesarkan anak Down Syndrome, Cerebral Palsy, Autis atau disabilitas lainnya. Hanya saja, pendidikan di Indonesia sudah banyak sekali yang men-support anak berkebutuhan khusus seperti Down Syndrome, Cerebral Palsy atau Autis. Tapi khusus gifted, belum ada."

*Lalu saya setengah mati menahan air mata tumpah saat itu juga* --> cengeng ya? Emberrrr:')

Singkat cerita, karena kesan pertama tadi, saya memutuskan untuk membeli formulir pendaftaran dan mengikutkan Naya tes masuk kelas 1 SD. Agar Naya tidak kecewa apapun hasilnya (Saya engga mau kejadian daftar 15 sekolah dan menyebabkan Naya minder setengah mati terulang lagi), saya bilang bahwa Naya akan dites untuk main-main saja. Bukan untuk masuk SD.

Pada hari H, Naya sedikit rewel karena berjumpa dengan orang baru. NAya meminta saya menemaninya di ruangan yang sama dengannya saat tes. Saya menunggu Naya beberapa meter di belakangnya sebelum pada akhirnya keluar ruangan.

Saya mendengar tes masuk full dalam bahasa Inggris (karena memang sekolah tadi full-english). Mulai menulis, membaca, berhitung dengan soal cerita, mewarnai, menggunting semua dilakukan dalam bahasa Inggris. Saya merasa Naya tidak bisa mengerjakan soal tadi karena memang kami selalu berbahasa Indonesia di rumah, hanya sesekali bahasa Inggris.

Nyatanya, Naya bisa mengerjakan dengan baik tes tadi. Surprised! Pihak sekolah lalu mengajak saya berdiskusi. Menurut mereka, pihak sekolah akan senang sekali menerima Naya di sekolah tsb. Hanya saja, mereka ingin memastikan apakah Naya bisa berkembang secara optimal di sekolah tadi sebagai gifted. Dengan usia yang semuda Naya, pihak sekolah mengkhawatirkan perlakuan teman-temannya yang bisa jadi memperlakukan Naya tidak seperti pada teman sebaya. Saya diminta berdiskusi dengan psikolog dan konsultan tumbuh kembangnya lagi.

Satu-satunya keberatan saya sebenarnya adalah sekolah tersebut adalah sekolah berbasis Kristen. Memang, saya dulu sekolah SD-SMP di sekolah Katolik. Saya hapal doa Bapak Kami, Bunda Maria, bahkan segala macam nyanyian gereja di Madah Bakti pun saya hapal karena saya pernah menjadi keyboardis paduan suara gereja. Tapi, waktu itu saya tidak semuda Naya. Waktu itu pula, saya sudah belajar mengenai agama Islam terlebih dahulu. Saat ini, Naya belum juga bisa membaca Al Quran, walaupun hapal banyak surat pendek. Saya khawatir, Naya akan bingung karena basic agama Islamnya belum kuat benar.

Saya belum memutuskan apa-apa sih, karena memang belum mendiskusikan ini dengan suami dan psikolog serta konsultannya Naya. Tapi, sepertinya memang saya akan berusaha mencari sekolah lain dulu.

Saya sadar, perjalanan saya masih panjaaaaang sekali. Terkadang kalau lagi cengeng-bukan kadang ding, sering!:p-, mudah sekali air mata ini tumpah hehehe. Saya bingung apa yang harus dilakukan, saya khawatir apakah keputusan saya benar atau tidak, saya takut salah langkah dst dst.

-Jadi coba yang suka usil nyuruh saya punya anak lagi ya, jangan usil melulu:p-

Besar harapan saya dengan diangkatnya menteri pendidikan yang baru, pleaseeee pak Anies yang ganteng *ngerayu*, perhatikanlah pendidikan untuk anak gifted:)
-Kali aja ada yang kenal sama beliau, pesenin dong- *macam pesen gado-gado*:)))

Bismillahirahmanirahim. 

Busy Book for Naya

Karena menonton televisi atau bermain gadget hampir tidak ada di jadwal harian Naya, otomatis saya harus mencari aktivitas lain untuknya. Awalnya sih, saya belikan saja Naya buku aktivitas mewarnai, berhitung, menempel stiker, atau buku bacaan yang banyak tersedia di toko buku. Hanya saja, satu buku berhalaman 30-40 itu bisa lho dihabiskan Naya dalam 2 hari saja sehingga kalau dihitung-hitung, banyak juga pengeluaran saya untuk membeli buku. 


Setelah dipikir-pikir, akhirnya saya memutuskan membuat sendiri saja buku aktvitas yang saya namakan Naya’s Busy Book. Cara membuatnya mudah, murah meriah-emak irit:p-dan yang terpenting Naya senang sekali.



Saya menggunakan binder yang tidak terpakai bekas kuliah dulu. Kemudian halaman-halamannya saya isi dengan sisa kertas scrapbook milik saya sejak lama. Lumayan menghemat dan hitung-hitung mengajarkan anak juga untuk peduli lingkungan:D


Aktivitas yang saya isi dalam busy book ini sangat beragam. Mulai dari berhitung, mengikat tali sepatu sampai mengenali waktu.  


Jangan ditanya bagaimana senangnya Naya. Super happy! Naya bersemangat sekali mengerjakan aktivitas di busy book, sampai-sampai semuanya dikerjakan dalam waktu singkat-_-“ Yaaah anggap saja mendorong saya untuk berkreativitas lebih banyak agar bisa membuat aktivitas baru untuk Naya.


Karena semua saya kerjakan dengan tangan sendiri dari bahan-bahan bekas yang tak terpakai, hasilnya memang tidak terlalu rapi tapi saya bahagia melihat Naya excited dengan busy booknya. Kemanapun pergi, Naya pasti meminta busy book-nya dibawa. Oh ya, semua saya kerjakan tanpa menjahit lho! Saya memang tidak bisa menjahit sih:p


Beberapa aktivitas untuk anak saya tulis setelah ini yaaa, semoga bisa memberikan inspirasi:D #Playandlearn

Wednesday, November 5, 2014

Dari Rumah Baru:p

Fyuh, akhirnya postingan pertama di bulan November ini:D

Jadi ceritanya, saya lagi sibuk-sibuknya pindahan rumah nih. Tau dong, beberapa minggu terakhir ART dan nanny pulang, jadilah kerepotan saya bertubi-tubi datangnya. Sedang repot-repotnya entah kepikiran dari mana, suatu hari sang suami pulang dari kerja dengan semangat 45 mengajak saya pindahan. Eaaaaaa.

Rumah baru ini sebenarnya rumah saya di Bandung yang saya pindahkan ke sini karena malas ribet mengurusi jauh-jauh. Dulu, rumah di Bandung saya kontrakkan. Tetapi ribet yaaaak karena sewaktu-waktu saya diminta datang ke Bandung. Ya kali saya nganggur-_-"

Singkat cerita, rumah tsb saya jual dan "diganti" di Surabaya tahun lalu. Cukup lama renovasinya karena mencicil satu persatu hahaha.

Anyway, namanya rumah baru, suasana pun ikut baru. Termasuk soal internet. Sayang sekali provider internet kesayangan saya tidak mengcover daerah rumah baru saya. Duh, sedihnyaaaaa. Survey punya survey, say aberalih ke provider lain yang nyatanya lelet setengah mati. Sepertinya itu pulalah yang membuat saya malas-malasan mengupdate blog *alesan* :p

Sebetulnya banyak update yang ingin saya tulis nih! Tapi ya itu tadi. *lirikproviderinternetlelet*:)))

Sabar ya!:D

Thursday, October 30, 2014

Judul Buku Terbaru

Uhuk!

Seperti judul postingan ini, saya inshaAllah memang berencana menerbitkan buku selanjutnya tahun ini (atau awal tahun depan). Masih bergenre #MomLit seperti buku sebelumnya, Dont Worry to be A Mommy!, buku terbaru saya lebih membahas soal tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan sampai usia preschooler.

Buku ini masih diambil dari tulisan-tulisan blog, namun banyak juga yang tidak saya masukkan di blog:D

Nah, karena saya cukup rempong bulan ini -ps: ART dan nanny saya pulang kampung dan tak kembali lagi *sad* ditambah berencana pindahan rumah-, saya mau minta bantuan saja deh:)))

Pleaseee, kasih usulan judul buku buat saya yaaa.. Plus harapan apa saja yang diinginkan ada di buku tsb. Boleh ditulis lewat komen di bawah atau simple email me: metahanindita@yahoo.com.

Terimakasih yaaaa:*

PS: Mohon maaf kalau saya belum bisa membalas email yang masuk karena yaaa itu tadi, rempong kelas berat-_-"


Tuesday, October 28, 2014

Waktu Tidur Anak


Naya sudah semakin besar. Pertumbuhan sehat fisiknya bisa dibilang berkat dua hal utama, yaitu makanan bergizi dan tidur yang cukup. Berbeda dari kita-kita orang dewasa yang mudah tidur tanpa disuruh, mengatur waktu tidur anak-anak itu gampang-gampang susah. Kalau anak-anak sudah mulai mengenal mainan atau TV, waktu tidur mereka kadang menjadi tertunda atau berkurang. Buntutnya, orang tuanya yang jadi repot karena rutinitas rumah tangga yang lain menjadi berantakan.

Kalau bicara soal kebiasaan tidur setiap rumah tangga, yang dimaksud tentunya pada anak-anak karena mereka lah yang menentukan seisi rumah tidur atau tidak pada malam hari. Jadi, agar pola tidur semua anggota keluarga teratur, terapkan disiplin waktu tidur anak-anak sesuai umur mereka. Ini juga membantu membentuk jam biologis anak-anak dan mengatur ritme tidur-bangun mereka. Menurut National Sleep Foundation di Amerika, tidur itu penting bagi anak-anak karena langsung berpengaruh ke perkembangan mental dan fisik mereka.

Dalam dua bulan pertama, bayi baru lahir tidur hampir sepanjang hari dengan pola yang tidak teratur. Sekali tidur kadang cuma beberapa menit atau bisa sampai beberapa jam. Waktu bayi terbangun kebanyakan dihabiskan untuk keperluan makan dan ganti popok. Sebaiknya taruh bayi ke tempat tidur ketika ia mulai mengantuk, bukan ketika ia sudah tidur, jadi ia bisa cepat tertidur dan belajar cara tertidur sendiri. Waktu tidur siang bayi baru lahir bisa dikurangi dengan cara membawanya ke ruang terang dan agak berisik atau mengajaknya bermain. Dengan begini, bayi mudah tertidur pada malam harinya.

Hingga usia satu tahun, bayi mulai bisa tidur sepanjang malam tanpa terjaga. Bayi usia 2-12 bulan biasanya tidur malam selama 9-12 jam dan sampai empat kali tidur siang masing-masing selama 30 menit sampai dua jam. Bayi yang merasa aman bersama pengasuh jarang yang memiliki masalah tidur. Dalam enam bulan kedua, bayi juga lebih rentan mengalami gangguan tidur karena sakit.


Anak-anak di bawah usia tiga tahun memerlukan 12-14 jam tidur setiap hari. Menginjak usia 18 bulan, waktu tidur siang mereka akan berkurang menjadi hanya sekali dalam sehari selama 1-3 jam. Tidur siang sebaiknya tidak terlalu sore supaya tidak menunda waktu tidur malam. Perkembangan aktivitas motorik, kognitif, dan kemampuan sosial anak-anak pada rentang usia ini juga berpotensi mengganggu waktu tidur.

Dalam masa pra-sekolah, anak-anak di bawah usia 5 tahun umumnya tidur 11-13 jam setiap malam. Rentang usia ini juga rentan mengalami kesulitan tidur atau terbangun di tengah malam karena perkembangan daya imajinasi mereka, ketakutan pada malam, atau mimpi buruk.

Peningkatan aktivitas anak-anak usia sekolah bisa menyebabkan kesulitan tidur. Meskipun kelelahan akibat kegiatan fisik di sekolah bisa menimbulkan rasa mengantuk pada anak-anak, waktu tidur bisa tergeser ke siang hari sepulang sekolah. Aktivitas di rumah yang lebih menyenangkan, seperti menonton TV atau bermain komputer, semakin mengalihkan perhatian anak-anak pada waktu tidur malam.

Dengan mengetahui kebutuhan waktu tidur anak sesuai usia mereka, orang tua bisa merencanakan aktivitas yang bisa diberikan ke anak agar waktu tidur mereka konsisten. Hasilnya, orang tua juga bisa mengatur waktu mereka sendiri tanpa mengacaukan urusan rumah tangga:D

Sunday, October 26, 2014

Anak Mandiri


Salah satu hal yang saya khawatirkan dari Naya adalah kemampuannya kelak untuk mandiri. Sejak lahir, ada pengasuh atau saya sendiri yang siap 24 jam membantu Naya. Wajar kan ya kalau saya jadi khawatir Naya akan tergantung pada orang lain dan sulit mandiri?

Menurut saya, kemandirian adalah hal penting yang harus diajarkan pada anak sejak dini. Mengajarkan anak untuk mandiri bukan saja sekadar melatih kemampuan mengurus diri sendiri saja tetapi juga dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan self-esteem yang sehat. Ini penting untuk dasar pembentukan karakter anak.

Sedini apa kita bisa mengajarkan kemandirian pada anak?

Saya sendiri mulai melatih Naya mandiri sejak ia berulangtahun yang ke-2. Sebelumnya, saya atur lingkungan rumah supaya cukup bersahabat untuk Naya. Cukup bersahabat di sini maksudnya aman untuk digunakan anak-anak dan meminimalisir risiko yang bisa terjadi. Misalnya saya pilih tempat sampah yang tidak sulit membukanya untuk anak-anak, saya tempatkan keranjang baju kotor di tempat yang mudah terjangkau, saya pilihkan peralatan makan yang bebas-pecah atau saya letakkan keranjang mainan di lantai. 

Saya mulai melatih kemandirian Naya dari rutinitas sehari-hari. Saya biarkan Naya mulai makan sendiri setiap jam makan tiba. Saat mandi, saya minta Naya meletakkan baju kotornya sendiri ke keranjang. Setelahnya, saya minta Naya memakai sendiri pakaiannya. Begitu pula sehabis bermain, saya meminta Naya membereskan sendiri mainannya. Membuang sendiri sampahnya, memakai sendiri sepatunya, meletakkan sepatu yang habis dipakai di trak sepatu, mencuci tangan, menggosok gigi sendiri adalah beberapa hal yang saya latih untuk Naya kerjakan. Langsung berhasil? Tentu idak. Namanya saja baru dilatih, yang ada malah terkadang jauh lebih berantakan. Waktu makan jadi lebih lama, waktu berpakaian atau waktu membereskan mainan jadi lebih lama. Hasilnya pun jauh lebih acak-acakan dibanding jika saya sendiri yang langsung mengerjakan. 


Sejujurnya, dalam melatih kemandirian Naya ini saya pun ikut melatih kesabaran saya. Terkadang saya inginnya mengambil alih saja pekerjaan Naya, supaya tidak bekerja dua kali. Bayangkan, misalnya saja waktu Naya makan sendiri. Saya harus ada di sampingnya untuk sesekali membantu jika dia kesulitan. Untuk menyendok makanan di piring saja Naya harus berusaha keras dan membutuhkan waktu lama. Belum lagi kalau ada insiden tumpah yang membuatnya harus mengganti baju. Lalu setelah makan, membereskan meja makan yang seperti kapal pecah. Waktu yang sebenarnya bisa saja dihemat seandainya sedari awal saya menyuapi Naya.

Walaupun begitu, saya selalu mengingat pentingnya melatih kemandirian pada Naya. Saya sabar-sabarkan diri, bolak/I bilang pada diri sendiri “Kan engga bakalan begini terus. Pasti nanti ada manfaatnya.”

Alhamdulillah saat ini, di usianya yang ke-3 tahun, latihan kemandirian Naya sudah memperlihatkan hasilnya. Naya sudah bisa makan, mencuci piring dan gelas sendiri, mandi,memilih baju, memakai baju, memakai celana, pipis, pup sendiri (termasuk cebok dan flushing sendiri), dan lain sebagainya.
Latihan kemandirian Naya masih saya lanjutkan bertahap sesuai kemampuannya. Saat ini saya sedang melatih Naya membereskan tempat tidurnya mulai dari melipat selimut dan mengikat tali sepatunya sendiri. 

Ada beberapa tips dari saya untuk para orangtua yang berniat melatih kemandirian anaknya.
1.     Siapkan stok kesabaran tak terhingga:D Ingat terus bahwa proses ini tidak mudah dan membutuhkan kesabaran super dari kita. Memang seringkali kita malah jadi bekerja 2 atau 3 kali, tetapi ingatkan diri bahwa ini untuk melatih anak kita menjadi mandiri.
2.     Sesuaikan dengan usia anak. Jangan meminta anak berusia 2 tahun untuk mengikat tali sepatu sendiri, misalnya karena perkembangan motorik halusnya belum berkembang sampai ke tahap tadi.
3.     Siapkan waktu 15-30 menit lebih awal dari jadwal yang seharusnya agar tidak terburu-buru dan memberi anak waktu lebih untuk berlatih. Kalau biasanya waktu makan adalah setengah jam sebelum masuk preschool misalnya, geser waktu makan menjadi 45 menit – sejam sebelumnya agar jika terjadi “huru-hara” karena anak mengerjakan sendiri, anak masih bisa masuk preschool tanpa terlambat.
4.     Berikan kepercayaan anak untuk mengerjakan sendiri namun tetap awasi. Jangan memberi bantuan jika anak belum meminta karena ini akan mengurangi rasa percaya dirinya.
5.     Berikan pujian pada anak jika berhasil mengerjakan aktivitasnya sendiri. Jangan mengharapkan kesempurnaan karena pastinya hasilnya tidak akan sesempurna jika dikerjakan orang dewasa. Pujian ini penting untuk memupuk rasa percaya diri anak.
6.     Sebelum meminta anak mengerjakan sesuatu pastikan tidak ada bahaya yang terdapat di sekitarnya. Saat meminta anak mencuci piring sendiri misalnya, pastikan tidak ada pisau di dekatnya, saat melatih anak pipis sendiri, pastikan lantai kamar mandi tidak licin.
Selamat mencoba:D 

Friday, October 24, 2014

Smart Edufair 2014

Di beberapa bulan sebelum Desember, biasanya banyak sekolah yang mulai mengadakan full house dan membuka pendaftaran. Untuk beberapa sekolah yang terbilang favorit, malah pendaftaran yang di buka bulan ini adalah untuk 2 tahun mendatang lho, karena masuk dalam waiting list.

Tahun ajaran depan, rencananya Naya akan masuk ke Sekolah Dasar (walaupun saya masih setengah engga ikhlas dan berpikir ratusan kali sehingga opsi ini masih tentatif).  Saya tidak punya banyak waktu untuk survey mendatangi satu persatu sekolah incaran, makanya saya bersyukur sekali dengan adanya Smart Edufair 2014 di Grand City Surabaya ini. Pameran ini diikuti lebih dari 50 lembaga pendidikan ternama, dan namanya juga pameran, banyak penawaran spesial yang ada. (Baca: Diskon! -Emak irit-:p)

2 tahun yang lalu, saya pun mendatangi pameran yang sama dan berhasil mendapatkan sekolah prekindergarten untuk Naya dengan harga sangat menarik. Karena itu, begitu mendengar pameran ini diadakan lagi, segeralah saya berencana mendatanginya.

Kalau sebelumnya saya mendatangi satu persatu booth sekolah yang ada dan mencatat semua hasil survey, tahun ini perjalanan survey saya cukup mudah. Mudah sekali sih tepatnya. Saya tinggal mendatangi satu persatu booth dan menanyakan "Apa SD kelas 1 bisa menerima anak usia 4 tahun?"

Hampir semua menjawab tidak -as predicted- sehingga hampir semua booth pun bisa saya skip sessi tanya jawab dan surveynya. Sangat menghemat waktu sehingga saya punya banyak waktu spare untuk ngemall:p Hanya satu sekolah yang sepertinya tidak keberatan walaupun mensyaratkan Naya harus lulus tes masuk, dan ada rekomendasi psikolog yang rutin menghandle Naya.

Sekolah ini cukup terkenal di kalangan masyarakat Surabaya. Lokasinya pun berdekatan dengan rumah saya, hanya 5 menit menggunakan mobil. Saya pernah datang melihat bangunannya (iye, namanya juga emak surpey:p) dan terkagum-kagum melihat luas dan bersihnya gedung.

Kurikulum sekolah ini menggunakan bahasa Inggris full sebagai pengantar, dengan mata pelajaran bahasa Mandarin sebagai tambahan. Untuk anak kelas 1 SD, jam sekolahnya dari jam 07.45 - 13.00 (Btw, apa cuma saya ya yang waktu kelas 1 SD masuk jam 8 dan pulang jam 11?-_-").

Masalah biaya, uang masuk SD ini adalah Rp. 36.000.000,00, dengan SPP senilai Rp. 1.600.000,00, belum termasuk uang perlengkapan serta uang seragam.

Saya sebenarnya lumayan sreg dengan sekolah ini, hanya ada beberapa hal yang masih menjadi ganjalan. Yang pertama dan merupakan ganjalan terbesar, sekolah ini berbasis Kristen. Saya merasa masih terlalu dini untuk Naya mempelajari agama yang bukan agamanya, apalagi karena Naya masih belum mengerti benar soal agamanya. Yang kedua karena adanya pelajaran bahasa Mandarin. Tidak ada yang bisa bahasa Mandarin di keluarga kami, sehingga saya merasa pelajaran ini kurang perlu untuk Naya.

Tapi, entahlah ya, walaupun ada beberapa ganjalan, karena sekolah yang mau menerima Naya sangat terbatas, sepertinya saya perlu mempertimbangkan sekolah ini untuk SD Naya kelak.

Anyway, untuk para ibu (bapak sih biasanya engga ikut ambil pusing ya, terserah emak aja:p) yang sedang berencana memasukkan anaknya ke preschool atau kindergarten atau bahkan SD-SMP-SMA, bolehlah datang ke Smart Edufair 2014 ini. Diadakan dari 23-26 Oktober mulai jam 11.00-21.00m pameran ini diikuti berbagai sekolah dan lembaga pendidikan. Ambassador, Sayang School. MSCS, Pelita Gracia, Filadelfia, Rever, eRead, Bunga Bangsa, Cita Hati, Bethany, SNA, Logos, Nation Star Academy, Kinderland, Melodia, Kitchen Magic, Mind Edge, Maxi Brain, Kumon, St. Valent, Father's Heart, AELI, JRP, Al-Azhar adalah beberapa lembaga pendidikan yang mengikuti pameran ini.

Banyak deal dan promo yang ditawarkan, lumayan menarik lho! Dan sangat menghemat waktu daripada mendatangi satu persatu sekolah incaran.

Saran saya sebelum datang ke sini, tentukan dulu kriteria apa yang dicari dari sekolah anak. Sehingga di pameran, kita bisa langsung exclude sekolah yang tidak sesuai kriteria dan lebih menghemat waktu.

Selamat Mencari!:)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...