Thursday, April 19, 2018

Bakso, Sakura dan Amstelveen

Kata orang, kalau di luar negeri, yang pertama dirindukan pasti adalah makanan di negara kita sendiri. Belajar dari pengalaman sebelumnya, saya mempersiapkan banyak sekali makanan (sambal sih terutama) untuk dibawa ke Belanda dari Indonesia. Jadi urusan persambalan, beres! Saya pun sudah melakukan survey di mana saja toko atau supermarket yang menjual makanan atau snack khas Indonesia. Enaknya di Belanda, karena memiliki hubungan "khusus" dengan Indonesia, dan banyak orang Indonesia di sini, mudah sekali menemukan restoran Indonesia.

Jadi kalau sewaktu-waktu ingin makan tempe, rendang, sate, sampai gado-gado, jangan sedih. Tinggal googling restoran Indonesia terdekat. Pasti ada! Demikian pula dengan snack, minuman atau perbumbuan. Mulai dari teh kotak, indomie, kue mangkok, lemper, pastel, risoles, sus, apalah semua ada di Belanda. Jadi tak pernah rindu makanan Indonesia dong Met?

Wednesday, April 18, 2018

Memasak, Bumbu Instan dan Liliput:p

Hampir memasuki bulan ke-3 di Belanda, sepertinya sedikit banyak saya sudah beradaptasi dengan lumayan baik. Kalau dulu saya masih ngomel panjang lebar kedinginan di suhu 15 derajat, sekarang di suhu 12 derajat saja saya berani ke luar rumah tanpa long john:D Masalah adaptasi pun bisa terlihat dari waktu. Sebelumnya, saya sulit berkompromi dengan waktu tidur malam hari di Belanda. Maklum, jam 9 malam saja masih terang benderang. Bagaimana bisa tidur?
Metabolic Pediatricians. Kalau duduk begini, ga kelihatan betapa jauh tinggi kita hehe

Tapi sekarang, jam 9 atau jam 10 malam, walau seterang apapun, tidur ya tidur saja hehe. Lama-lama pun saya mengikuti pola hidup orang Belanda. Awalnya, saya sering kali kebingungan melihat orang sini yang aneh -menurut saya-:p Bayangkan ya, pagi hari mereka berangkat bekerja hanya sarapan sepotong roti, makan siang di tempat kerja, lagi-lagi sepotong roti atau salad dan buah. Kemudian baru malam harinya mereka makan besar. Rupanya sih ini dikarenakan waktu yang mepet untuk memasak dan mempersiapkan makanan. Kalau malam kan waktunya cukup panjang, jadi sempatlah untuk memasak dulu.

Sekarang giliran saya yang demikian. Setiap pagi, saya hanya sarapan sepotong roti, lalu kalau sempat (karena sibuk sekali di rumah sakit), siangnya makan yoghurt. Baru malamnya, saya bisa memasak untuk makan malam. Eh? Saya? Memasak? Iyaaa, engga salah baca kok hahaha. Ini salah satu bentuk adaptasi saya selama di Belanda:p

Wednesday, April 4, 2018

Giethoorn, Rotterdam dan Zaanse Schans

Sejak awal minggu, saya (dan semua kolega saya di rumah sakit) sudah sangat excited menyambut liburan paskah. Libur kali ini cukup panjang di Belanda, mulai dari hari Jumat hingga Senin, dan baru masuk kembali Selasa. Rupanya bukan hanya tenaga medis saja yang tak sabar menanti weekend, demikian pula halnya dengan pasien yang semua memilih datang sebelum libur. Asli, overload pekerjaan! Hahahaha.
Giethoorn

Di Belanda, mayoritas penduduknya tidak beragama. Hanya sekitar 30% saja yang beragama, 17% diantaranya kristiani, dan 14% diantaranya muslim. Kebanyakan kolega saya pun tidak beragama sehingga seringkali mereka terkaget-kaget melihat saya ijin sholat.

X: "Meta, kok kamu sering banget sih berdoanya? Emang berapa kali sehari?'
M: "Yang wajib 5x, tapi sunnah bisa juga banyak."
X: "Whaaat? Wow, i cant imagine that!"

Suatu saat, saya datang ke rumah sakit untuk sarapan di sana, tidak di apartemen seperti biasanya.

Y: "Met, kok tumben kamu sarapan di sini?"
M: "Iya, saya tadi telat bangun. Jam 6 pagi baru bangun. Semalam baru tidur jam 10 lebih karena menunggu waktu Isya. (FYI, saat ini waktu sholat shubuh di Belanda sekitar 5 lebih 15 pagi, dhuhur sekitar jam 13.45, ashar 17.20, maghrib 20.20 dan Isha sekitar 22.15. Dan ini akan mundur terus lho! Nanti di akhir April, waktu Ishanya adalah jaaaam 11 malam alias 23.00 saudara-saudara!).
Y: "Wah, jadi kamu harus nunggu sampai jam 22.15 baru bisa tidur? Wow, i cant imagine!"
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...