Thursday, October 30, 2014

Judul Buku Terbaru

Uhuk!

Seperti judul postingan ini, saya inshaAllah memang berencana menerbitkan buku selanjutnya tahun ini (atau awal tahun depan). Masih bergenre #MomLit seperti buku sebelumnya, Dont Worry to be A Mommy!, buku terbaru saya lebih membahas soal tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan sampai usia preschooler.

Buku ini masih diambil dari tulisan-tulisan blog, namun banyak juga yang tidak saya masukkan di blog:D

Nah, karena saya cukup rempong bulan ini -ps: ART dan nanny saya pulang kampung dan tak kembali lagi *sad* ditambah berencana pindahan rumah-, saya mau minta bantuan saja deh:)))

Pleaseee, kasih usulan judul buku buat saya yaaa.. Plus harapan apa saja yang diinginkan ada di buku tsb. Boleh ditulis lewat komen di bawah atau simple email me: metahanindita@yahoo.com.

Terimakasih yaaaa:*

PS: Mohon maaf kalau saya belum bisa membalas email yang masuk karena yaaa itu tadi, rempong kelas berat-_-"


Tuesday, October 28, 2014

Waktu Tidur Anak


Naya sudah semakin besar. Pertumbuhan sehat fisiknya bisa dibilang berkat dua hal utama, yaitu makanan bergizi dan tidur yang cukup. Berbeda dari kita-kita orang dewasa yang mudah tidur tanpa disuruh, mengatur waktu tidur anak-anak itu gampang-gampang susah. Kalau anak-anak sudah mulai mengenal mainan atau TV, waktu tidur mereka kadang menjadi tertunda atau berkurang. Buntutnya, orang tuanya yang jadi repot karena rutinitas rumah tangga yang lain menjadi berantakan.

Kalau bicara soal kebiasaan tidur setiap rumah tangga, yang dimaksud tentunya pada anak-anak karena mereka lah yang menentukan seisi rumah tidur atau tidak pada malam hari. Jadi, agar pola tidur semua anggota keluarga teratur, terapkan disiplin waktu tidur anak-anak sesuai umur mereka. Ini juga membantu membentuk jam biologis anak-anak dan mengatur ritme tidur-bangun mereka. Menurut National Sleep Foundation di Amerika, tidur itu penting bagi anak-anak karena langsung berpengaruh ke perkembangan mental dan fisik mereka.

Dalam dua bulan pertama, bayi baru lahir tidur hampir sepanjang hari dengan pola yang tidak teratur. Sekali tidur kadang cuma beberapa menit atau bisa sampai beberapa jam. Waktu bayi terbangun kebanyakan dihabiskan untuk keperluan makan dan ganti popok. Sebaiknya taruh bayi ke tempat tidur ketika ia mulai mengantuk, bukan ketika ia sudah tidur, jadi ia bisa cepat tertidur dan belajar cara tertidur sendiri. Waktu tidur siang bayi baru lahir bisa dikurangi dengan cara membawanya ke ruang terang dan agak berisik atau mengajaknya bermain. Dengan begini, bayi mudah tertidur pada malam harinya.

Hingga usia satu tahun, bayi mulai bisa tidur sepanjang malam tanpa terjaga. Bayi usia 2-12 bulan biasanya tidur malam selama 9-12 jam dan sampai empat kali tidur siang masing-masing selama 30 menit sampai dua jam. Bayi yang merasa aman bersama pengasuh jarang yang memiliki masalah tidur. Dalam enam bulan kedua, bayi juga lebih rentan mengalami gangguan tidur karena sakit.


Anak-anak di bawah usia tiga tahun memerlukan 12-14 jam tidur setiap hari. Menginjak usia 18 bulan, waktu tidur siang mereka akan berkurang menjadi hanya sekali dalam sehari selama 1-3 jam. Tidur siang sebaiknya tidak terlalu sore supaya tidak menunda waktu tidur malam. Perkembangan aktivitas motorik, kognitif, dan kemampuan sosial anak-anak pada rentang usia ini juga berpotensi mengganggu waktu tidur.

Dalam masa pra-sekolah, anak-anak di bawah usia 5 tahun umumnya tidur 11-13 jam setiap malam. Rentang usia ini juga rentan mengalami kesulitan tidur atau terbangun di tengah malam karena perkembangan daya imajinasi mereka, ketakutan pada malam, atau mimpi buruk.

Peningkatan aktivitas anak-anak usia sekolah bisa menyebabkan kesulitan tidur. Meskipun kelelahan akibat kegiatan fisik di sekolah bisa menimbulkan rasa mengantuk pada anak-anak, waktu tidur bisa tergeser ke siang hari sepulang sekolah. Aktivitas di rumah yang lebih menyenangkan, seperti menonton TV atau bermain komputer, semakin mengalihkan perhatian anak-anak pada waktu tidur malam.

Dengan mengetahui kebutuhan waktu tidur anak sesuai usia mereka, orang tua bisa merencanakan aktivitas yang bisa diberikan ke anak agar waktu tidur mereka konsisten. Hasilnya, orang tua juga bisa mengatur waktu mereka sendiri tanpa mengacaukan urusan rumah tangga:D

Sunday, October 26, 2014

Anak Mandiri


Salah satu hal yang saya khawatirkan dari Naya adalah kemampuannya kelak untuk mandiri. Sejak lahir, ada pengasuh atau saya sendiri yang siap 24 jam membantu Naya. Wajar kan ya kalau saya jadi khawatir Naya akan tergantung pada orang lain dan sulit mandiri?

Menurut saya, kemandirian adalah hal penting yang harus diajarkan pada anak sejak dini. Mengajarkan anak untuk mandiri bukan saja sekadar melatih kemampuan mengurus diri sendiri saja tetapi juga dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan self-esteem yang sehat. Ini penting untuk dasar pembentukan karakter anak.

Sedini apa kita bisa mengajarkan kemandirian pada anak?

Saya sendiri mulai melatih Naya mandiri sejak ia berulangtahun yang ke-2. Sebelumnya, saya atur lingkungan rumah supaya cukup bersahabat untuk Naya. Cukup bersahabat di sini maksudnya aman untuk digunakan anak-anak dan meminimalisir risiko yang bisa terjadi. Misalnya saya pilih tempat sampah yang tidak sulit membukanya untuk anak-anak, saya tempatkan keranjang baju kotor di tempat yang mudah terjangkau, saya pilihkan peralatan makan yang bebas-pecah atau saya letakkan keranjang mainan di lantai. 

Saya mulai melatih kemandirian Naya dari rutinitas sehari-hari. Saya biarkan Naya mulai makan sendiri setiap jam makan tiba. Saat mandi, saya minta Naya meletakkan baju kotornya sendiri ke keranjang. Setelahnya, saya minta Naya memakai sendiri pakaiannya. Begitu pula sehabis bermain, saya meminta Naya membereskan sendiri mainannya. Membuang sendiri sampahnya, memakai sendiri sepatunya, meletakkan sepatu yang habis dipakai di trak sepatu, mencuci tangan, menggosok gigi sendiri adalah beberapa hal yang saya latih untuk Naya kerjakan. Langsung berhasil? Tentu idak. Namanya saja baru dilatih, yang ada malah terkadang jauh lebih berantakan. Waktu makan jadi lebih lama, waktu berpakaian atau waktu membereskan mainan jadi lebih lama. Hasilnya pun jauh lebih acak-acakan dibanding jika saya sendiri yang langsung mengerjakan. 


Sejujurnya, dalam melatih kemandirian Naya ini saya pun ikut melatih kesabaran saya. Terkadang saya inginnya mengambil alih saja pekerjaan Naya, supaya tidak bekerja dua kali. Bayangkan, misalnya saja waktu Naya makan sendiri. Saya harus ada di sampingnya untuk sesekali membantu jika dia kesulitan. Untuk menyendok makanan di piring saja Naya harus berusaha keras dan membutuhkan waktu lama. Belum lagi kalau ada insiden tumpah yang membuatnya harus mengganti baju. Lalu setelah makan, membereskan meja makan yang seperti kapal pecah. Waktu yang sebenarnya bisa saja dihemat seandainya sedari awal saya menyuapi Naya.

Walaupun begitu, saya selalu mengingat pentingnya melatih kemandirian pada Naya. Saya sabar-sabarkan diri, bolak/I bilang pada diri sendiri “Kan engga bakalan begini terus. Pasti nanti ada manfaatnya.”

Alhamdulillah saat ini, di usianya yang ke-3 tahun, latihan kemandirian Naya sudah memperlihatkan hasilnya. Naya sudah bisa makan, mencuci piring dan gelas sendiri, mandi,memilih baju, memakai baju, memakai celana, pipis, pup sendiri (termasuk cebok dan flushing sendiri), dan lain sebagainya.
Latihan kemandirian Naya masih saya lanjutkan bertahap sesuai kemampuannya. Saat ini saya sedang melatih Naya membereskan tempat tidurnya mulai dari melipat selimut dan mengikat tali sepatunya sendiri. 

Ada beberapa tips dari saya untuk para orangtua yang berniat melatih kemandirian anaknya.
1.     Siapkan stok kesabaran tak terhingga:D Ingat terus bahwa proses ini tidak mudah dan membutuhkan kesabaran super dari kita. Memang seringkali kita malah jadi bekerja 2 atau 3 kali, tetapi ingatkan diri bahwa ini untuk melatih anak kita menjadi mandiri.
2.     Sesuaikan dengan usia anak. Jangan meminta anak berusia 2 tahun untuk mengikat tali sepatu sendiri, misalnya karena perkembangan motorik halusnya belum berkembang sampai ke tahap tadi.
3.     Siapkan waktu 15-30 menit lebih awal dari jadwal yang seharusnya agar tidak terburu-buru dan memberi anak waktu lebih untuk berlatih. Kalau biasanya waktu makan adalah setengah jam sebelum masuk preschool misalnya, geser waktu makan menjadi 45 menit – sejam sebelumnya agar jika terjadi “huru-hara” karena anak mengerjakan sendiri, anak masih bisa masuk preschool tanpa terlambat.
4.     Berikan kepercayaan anak untuk mengerjakan sendiri namun tetap awasi. Jangan memberi bantuan jika anak belum meminta karena ini akan mengurangi rasa percaya dirinya.
5.     Berikan pujian pada anak jika berhasil mengerjakan aktivitasnya sendiri. Jangan mengharapkan kesempurnaan karena pastinya hasilnya tidak akan sesempurna jika dikerjakan orang dewasa. Pujian ini penting untuk memupuk rasa percaya diri anak.
6.     Sebelum meminta anak mengerjakan sesuatu pastikan tidak ada bahaya yang terdapat di sekitarnya. Saat meminta anak mencuci piring sendiri misalnya, pastikan tidak ada pisau di dekatnya, saat melatih anak pipis sendiri, pastikan lantai kamar mandi tidak licin.
Selamat mencoba:D 

Friday, October 24, 2014

Smart Edufair 2014

Di beberapa bulan sebelum Desember, biasanya banyak sekolah yang mulai mengadakan full house dan membuka pendaftaran. Untuk beberapa sekolah yang terbilang favorit, malah pendaftaran yang di buka bulan ini adalah untuk 2 tahun mendatang lho, karena masuk dalam waiting list.

Tahun ajaran depan, rencananya Naya akan masuk ke Sekolah Dasar (walaupun saya masih setengah engga ikhlas dan berpikir ratusan kali sehingga opsi ini masih tentatif).  Saya tidak punya banyak waktu untuk survey mendatangi satu persatu sekolah incaran, makanya saya bersyukur sekali dengan adanya Smart Edufair 2014 di Grand City Surabaya ini. Pameran ini diikuti lebih dari 50 lembaga pendidikan ternama, dan namanya juga pameran, banyak penawaran spesial yang ada. (Baca: Diskon! -Emak irit-:p)

2 tahun yang lalu, saya pun mendatangi pameran yang sama dan berhasil mendapatkan sekolah prekindergarten untuk Naya dengan harga sangat menarik. Karena itu, begitu mendengar pameran ini diadakan lagi, segeralah saya berencana mendatanginya.

Kalau sebelumnya saya mendatangi satu persatu booth sekolah yang ada dan mencatat semua hasil survey, tahun ini perjalanan survey saya cukup mudah. Mudah sekali sih tepatnya. Saya tinggal mendatangi satu persatu booth dan menanyakan "Apa SD kelas 1 bisa menerima anak usia 4 tahun?"

Hampir semua menjawab tidak -as predicted- sehingga hampir semua booth pun bisa saya skip sessi tanya jawab dan surveynya. Sangat menghemat waktu sehingga saya punya banyak waktu spare untuk ngemall:p Hanya satu sekolah yang sepertinya tidak keberatan walaupun mensyaratkan Naya harus lulus tes masuk, dan ada rekomendasi psikolog yang rutin menghandle Naya.

Sekolah ini cukup terkenal di kalangan masyarakat Surabaya. Lokasinya pun berdekatan dengan rumah saya, hanya 5 menit menggunakan mobil. Saya pernah datang melihat bangunannya (iye, namanya juga emak surpey:p) dan terkagum-kagum melihat luas dan bersihnya gedung.

Kurikulum sekolah ini menggunakan bahasa Inggris full sebagai pengantar, dengan mata pelajaran bahasa Mandarin sebagai tambahan. Untuk anak kelas 1 SD, jam sekolahnya dari jam 07.45 - 13.00 (Btw, apa cuma saya ya yang waktu kelas 1 SD masuk jam 8 dan pulang jam 11?-_-").

Masalah biaya, uang masuk SD ini adalah Rp. 36.000.000,00, dengan SPP senilai Rp. 1.600.000,00, belum termasuk uang perlengkapan serta uang seragam.

Saya sebenarnya lumayan sreg dengan sekolah ini, hanya ada beberapa hal yang masih menjadi ganjalan. Yang pertama dan merupakan ganjalan terbesar, sekolah ini berbasis Kristen. Saya merasa masih terlalu dini untuk Naya mempelajari agama yang bukan agamanya, apalagi karena Naya masih belum mengerti benar soal agamanya. Yang kedua karena adanya pelajaran bahasa Mandarin. Tidak ada yang bisa bahasa Mandarin di keluarga kami, sehingga saya merasa pelajaran ini kurang perlu untuk Naya.

Tapi, entahlah ya, walaupun ada beberapa ganjalan, karena sekolah yang mau menerima Naya sangat terbatas, sepertinya saya perlu mempertimbangkan sekolah ini untuk SD Naya kelak.

Anyway, untuk para ibu (bapak sih biasanya engga ikut ambil pusing ya, terserah emak aja:p) yang sedang berencana memasukkan anaknya ke preschool atau kindergarten atau bahkan SD-SMP-SMA, bolehlah datang ke Smart Edufair 2014 ini. Diadakan dari 23-26 Oktober mulai jam 11.00-21.00m pameran ini diikuti berbagai sekolah dan lembaga pendidikan. Ambassador, Sayang School. MSCS, Pelita Gracia, Filadelfia, Rever, eRead, Bunga Bangsa, Cita Hati, Bethany, SNA, Logos, Nation Star Academy, Kinderland, Melodia, Kitchen Magic, Mind Edge, Maxi Brain, Kumon, St. Valent, Father's Heart, AELI, JRP, Al-Azhar adalah beberapa lembaga pendidikan yang mengikuti pameran ini.

Banyak deal dan promo yang ditawarkan, lumayan menarik lho! Dan sangat menghemat waktu daripada mendatangi satu persatu sekolah incaran.

Saran saya sebelum datang ke sini, tentukan dulu kriteria apa yang dicari dari sekolah anak. Sehingga di pameran, kita bisa langsung exclude sekolah yang tidak sesuai kriteria dan lebih menghemat waktu.

Selamat Mencari!:)

Thursday, October 23, 2014

How to Say No?

Coba diingat, berapa kali kita bilang jangan pada anak setiap harinya? Untuk orangtua yang punya anak seumur Naya, saya yakin banyaaaak sekali. Jangan naik lemari, jangan lompat-lompat di tempat tidur, jangan pegang air panas, jangan masuk lemari, makanan jangan dimainkan, dan seribu jangan lainnya. Sebagai toddler, anak seusia Naya memang sedang aktif-aktifnya mengeksplorasi lingkungan sekitar. Hanya saja, seringkali larangan yang kita sampaikan justru seperti suruhan untuk anak. Semakin dilarang, malah justru semakin dilakukan.

Saya ingat betul, setiap melarang Naya melakukan sesuatu, Naya justru malah tambah semangat melakukan apa yang saya larang. Benar-benar menguji kesabaran menguras emosi deh:p

Anyway, hal ini ternyata normal sekali lho! Negativisme yang sering ditemui pada anak usia toddler adalah kecenderungan untuk menolak perintah, larangan atau nasehat orang lain dengan cara melakukan kebalikannya. Negativisme ini penting sebagai salah satu masa perkembangan anak, terutama dalam hal kemandirian. Di masa ini, toddler ingin memperlihatkan bahwa mereka bisa melakukan sesuatu, tanpa campur tangan orangtuanya.

Selain itu, berulang kali mengucapkan kata jangan pada anak akan mengurangi nilainya. Karena terlalu sering mendengar kata jangan, anak jadi tidak bereaksi saat kita larang melakukan sesuatu.

Karena itulah, saya selalu berusaha untuk tidak mengatakan jangan pada Naya. Bukan berarti saya tidak punya larangan lho, hanya saja saya mengungkapkan larangan atau aturan saya bukan dengan kalimat yang menggunakan kata jangan.

Misalnya, saat Naya tidak mau tidur dan malah lompat-lompat di atas tempat tidur, daripada mengatakan “Kakak, jangan lompat-lompat di tempat tidur!”, saya memilih mengucapkan “Kak, tempat tidur kan gunanya buat tidur ya. Kira-kira benar engga kalau dipakai lompat-lompat?”. Sewaktu Naya menangis meminta es krim yang kesekian kalinya, daripada bilang “Jangan makan es krim banyak-banyak ah!”, saya memilih mengatakan “Kakak sudah makan cukup es krim kan tadi. Sekarang boleh pilih deh yang lainnya, puding atau buah?”
Demikian pula ketika Naya justru sibuk memainkan mie goreng dan bukannya memakan mie tadi, daripada mengatakan “Kak, jangan dimainkan mienya. Ayo dimakan!”, saya lebih memilih “Kakak, kalau dimainkan terus nanti makannya engga selesai-selesai. Kalau makannya engga selesai, kakak engga bisa ikut mama pergi lho nanti.”

Ajaib lho, dengan menerapkan “aturan” seperti ini, Naya bisa jadi lebih menurut dan tidak menguji kesabaran saya lagi hehe.

Menurut saya, pada intinya untuk menghadapi negativisme pada anak ini, berikan anak keputusan untuk menilai sendiri apakah perbuatan yang akan atau sedang dilakukannya. Jangan lupa untuk memberikan pujian ketika anak berhasil mengikuti aturan yang ditetapkan.

Yang terakhir, setiap dilanda emosi jiwa, ingatlah bahwa periode ini sangat penting untuk perkembangan kepribadian anak. Tarik napas panjang, sabar dan senyum:)

Monday, October 20, 2014

A Parent's Guide to Gifted Children

Saya pertama kali mendengar istilah Gifted pada saat membawa Naya berkonsultasi ke psikolog. Saya tidak tahu sama sekali arti gifted, apalagi dengan mengatasinya. Yang saya tahu adalah Naya berbeda dengan anak lain sejak dulu, dan saya tidak pernah tahu bahwa karakteristik seperti yang dipunyai Naya mempunyai nama tersendiri.

Sebagai ratu survey *salamkepo*, saya langsung browsing sana-sini mengenai anak gifted. Tidak banyak sumber yang buat saya masuk akal dalam membahas anak gifted. Sebagai orang yang sangat percaya dengan dasar ilmiah "evidence based", saya mencari banyak jurnal dan buku. Di Indonesia, sangat sulit menemukan buku mengenai anak gifted. Banyak blog bertebaran, tapi siapa yang bisa menjamin keakuratannya?:D

Dalam perjalanan browsing, saya menemukan banyak sekali review satu buku berjudul "A Parent's Guide to Gifted Children". Buku ini dinilai 4.1/5 di Goodreads. Membaca judulnya saja sudah membuat saya tertarik karena membuat saya merasa "This is what i really need!".

Lagi-lagi, saya kesulitan menemukan buku ini di toko buku (walaupun toko buku impor) Indonesia sehingga saya memutuskan membelinya via online. Setelah menunggu hampir sebulan (karena diimpor dari luar negeri), saya sangat excited membaca buku ini.

Buku ini terdiri atas 390 halaman dan terbagi menjadi 15 chapters.
1. Defining Giftedness
2. Characteristics of Gifted Children
3. Communication: The Key to Relationships
4. Motivation, Enthusiasm and Underachievement
5. Establishing Discipline and Teaching Self-Management
6. Intensity, Perfectionism and Stress
7. Idealism, Unhappiness and Depression
8. Acquaintances, Friends and Peers
9. Family Relationships: Siblings and Only Children
10. Values, Traditions and Uniqueness
11. Complexities of Successful Parenting
12. Children Who Are Twice-Exceptional
13. How School Identify Gifted Children
14. Finding a Good Educational Fit
15. Finding Professional Help

Walaupun buku ini banyak dijadikan referensi para ahli dan ditulis pula oleh psikolog yang ahli di bidang gifted children, membacanya sama sekali tidak membosankan. Bahasa yang digunakan cukup ringan dan mengalir, dan tidak seperti membaca text-book.

Buat saya, buku ini benar-benar banyak membantu saya mengenali Naya lebih dalam dan membuat saya mengerti harus bagaimana menghadapi Naya. I will give 5/5 in Goodreads for this book!:)

If you are parents to gifted children, a teacher to gifted student, or probably a psychology student that has interest in gifted children, you really should read this book!

Sunday, October 19, 2014

Reading Time: Our Time


Sepanjang ingatan, saya selalu menyukai membaca buku. Membaca membuat wawasan saya semakin luas, menambah pengetahuan dan mengenal dunia lebih dalam. Saya ingin Naya juga kelak gemar membaca seperti saya. Oleh karena itu, saya sudah merencanakan sejak jauh hari, untuk rutin membacakan cerita untuk Naya setelah lahir.

Menurut saya, tidak pernah ada istilah terlampau dini untuk membacakan cerita pada anak. Bayi sudah memulai ketertarikannya pada warna terang dan gelap (putih dan hitam) serta beragam bentuk sejak usia 2 bulan.  Dengan membacakan cerita, sebenarnya secara tak disadari, kita sudah memberikan berbagai stimulasi untuk tumbuh kembang anak. Stimulasi penglihatan kita berikan dengan menunjukkan berbagai bentuk dan warna. Stimulasi pendengaran pun dapat diberikan karena anak mendengar cerita kita. Saya membiasakan membaca cerita dengan intonasi yang semenarik mungkin. Saat di cerita ada tokoh yang menangis, saya tirukan bagaimana menangis itu. 

Bukan hanya penglihatan dan pendengaran, sensorik anak pun dapat kita stimulasi menggunakan kegiatan membaca. Saya minta Naya menyentuh halaman buku, mengikuti bentuk dengan jarinya. Ada juga buku yang sengaja saya beli khusus untuk menstimulasi sensorik Naya. Buku ini terdiri atas berbagai bahan yang dipakai untuk menyerupai kenyataan. Contohnya, halaman rumput di buku tersebut ditempeli oleh bahan dengan tekstur, warna dan bentuk rumput. Lalu, jubah seorang putri ditempeli oleh kain beludru yang sangat halus. Saya ingat, Naya sangat excited meraba-raba dan merasakan semua bahan di buku tersebut saat masih bayi. 

Saat membacakan cerita pada Naya, otomatis saya juga mengajak Naya ngobrol. “Tuh lihat Naya, anjingnya menangis. Yang mana sih anjingnya? Coba tunjuk!”. Ini pun adalah salah satu upaya saya menstimulasi perkembangan bicara dan bahasa Naya. 

Selain stimulus tumbuh kembang, saya membuat waktu membaca sebagai bonding time antara saya dan Naya. Karena ini adalah waktu khusus untuk kami, Naya selalu menantikan saat membaca bersama. Its our time!

Yang harus diingat adalah jangan memaksakan bayi untuk fokus saat dibacakan cerita. Terkadang, karena bosan, lapar atau mengantuk, kegiatan ini tidak bisa saya lakukan. Pada prinsipnya, saya mengikuti sejauh mana keinginan Naya. 

Setelah Naya semakin besar, terkadang kegiatan bercerita ini saya balik. Saya bercerita dahulu, kemudian saya minta Naya ganti bercerita pada saya.  Pernah juga saya meminta Naya bercerita sesukanya tanpa buku. Eh, ternyata dia bisa mengarang cerita lho!:))

Penelitian membuktikan bahwa membacakan cerita alias mendongengi anak dapat meningkatkan level IQ mereka kelak. Saya juga sering menyelipkan ajaran-ajaran khusus kepada Naya lewat cerita. Misalnya saja mengajari Naya tidak sombong dengan cerita si kura-kura dan kelinci yang angkuh, mengajari Naya selalu jujur dari cerita Pinokio sampai mendidik Naya patuh pada orangtua dari cerita Malin Kundang. 

Sampai saat ini, saya belum menemukan sisi negatif  dari membacakan cerita untuk anak. Jadi, yuk mulai bacakan cerita!


Wednesday, October 8, 2014

Happy Baby;)


A mother always puts her kids happiness and needs above her own.



Setelah menjadi ibu, saya mengerti benar ungkapan surga di telapak kaki ibu. Benar deh, sebelumnya saya belum pernah merasakan keinginan yang sedemikian kuat untuk membahagiakan seseorang, memenuhi segala kebutuhannya dan menyayanginya begitu hebat.



Her happiness is the only thing that really counts.



Tapi bagaimana ya cara membuat anak bahagia? Dengan memberikan mainan mahal? Dengan mengabulkan semua keinginannya atau bagaimana?



Para ahli perkembangan mengatakan bahwa kebahagiaan bukanlah sesuatu yang kita berikan pada anak melainkan sesuatu yang kita ajarkan. Its not what we gave but we taught. 

Kalau saya disuruh mengingat momen paling membahagiakan yang pernah saya alami waktu kecil, saya akan mengingat masa di mana kami (papa, mama, kakak dan saya) kruntelan berempat di tempat tidur hari Minggu pagi. Saya juga ingat saat kami berempat main kartu saat mati lampu hanya diterangi nyala lilin. Momen membahagiakan yang saya ingat bukanlah saat papa membelikan saya mainan mahal atau membawakan saya sepeda baru. 

Saya percaya bahwa happy baby dibesarkan di lingkungan keluarga yang hangat dan damai. Bagaimana kita bisa bahagia kalau lingkungan kita penuh emosi kemarahan dan umpatan di mana-mana? Jadi sebenarnya, banyak lho yang bisa kita lakukan untuk membuat anak bahagia.

Pertama, bonding. Lakukan bonding sesering mungkin dan sedini mungkin. Laksanakan Inisiasi Menyusui Dini setelah bayi lahir, berikan ASI sampai 2 tahun atau lebih, berkomunikasi dengan anak sejak dalam kandungan. Ajak ngobrol, usap perut akan sangat membantu membentuk bonding dengan anak. Habiskan quality time dengan anak sesering mungkin, bisa dengan menstimulasi sesuai umur atau sekadar berjalan-jalan sore.

Selain itu, biarkan anak menangis atau marah. Saat Naya menangis, saya akan menanyakan padanya kenapa dia menangis? Apa karena habis dimarahi? Atau karena sedih mau saya tinggal jaga? Saya tekankan, "Nah itu namanya sedih kak. Engga apa-apa kalau kakak sedih terus menangis. Wajar kok." Demikian juga saat Naya marah. Saya kenalkan padanya emosi yang sedang dia rasakan bernama "marah". Saya ingin Naya tahu, its alright to be unhappy sometimes. Its part of life.

Saya juga mengajarkan Naya untuk berbagi dan peduli. Saya yakin, bahwa manusia akan merasa lebih bahagia saat merasa mempunyai arti lebih bagi sesama, bahkan pada saat masih kecil. Saya sering meminta tolong Naya mengambilkan barang. Lalu saat Naya mengambilkan dan memberikan barang tadi pada saya, saya akan mengucapkan terima kasih dengan wajah berseri-seri. Biasanya, Naya jadi senang sekali setelahnya. 

Terakhir, lagi-lagi, children see children do. Anak akan meniru apapun dari orangtuanya, termasuk mood. Jangankan anak seumur Naya, bayi dalam kandungan pun bisa merasakan emosi ibu dan mencontohnya lho! Maka itu, perbanyak senyum, perbanyak tawa. Happy mommy, happy baby!:)

Saturday, October 4, 2014

Naya dan Gifted

Karena merasa kekurangan informasi valid mengenai anak gifted (baca: dari ahlinya yang benar-benar mendalami bidang ini, bukan sekadar pengalaman. Bukannya menyepelekan pengalaman, tetapi saya sangat percaya pada hal ilmiah yang evidence based;) ), saya mencari buku referensi yang dapat dipercaya mengenai gifted ini.

Setelah browsing ke beberapa sumber, saya memutuskan memesan buku "A Parent's Guide to Gifted Children" di salah satu website buku impor. Kenapa buku ini? Buku ini ditulis oleh beberapa psikolog yang sudah puluhan tahun memang mendalami anak gifted. Selain itu, banyak psikolog lain yang merekomedasikan buku ini pada orangtua yang mempunyai anak gifted maupun pada mahasiswa psikolog yang mempelajari anak gifted.

Anywaaaay, saya belum habis membaca buku dengan total hampir 400 halaman ini. Masih saya resapi satu-satu #halah :)) Nanti kalau sudah selesai saya review yaaa.

Saya hanya ingin menuliskan sedikiiit saja bagian dari buku ini yang sempat membuat saya tercenung beberapa waktu.

Dalam buku ini, tertulis:

Common Characteristics of Gifted Children

1. Unusual alertness as early as infancy
Coba deh buka blog saya ini beberapa tahun lalu saat Naya baru lahir. Saya menulis betapa bingungnya saya karena tidak sesuai dengan ungkapan "sleeps like a baby", atau bayi-bayi lain yang hampir sepanjang hari tertidur nyenyak, Naya justru sulit sekali tidur. Sejak lahir. Saya sampai membawanya konsultasi ke dokter tumbuh kembang anak karena waktu tidurnya yang sangat pendek untuk ukuran bayi.

2. Rapid learner, able to put thoughts quickly
Saya memang merasa Naya gampang sekali diajari suatu hal baru. Satu dua kali mengulang, sudah deh dia akan bisa mengikuti. Tapi saya hanya mengira karena Naya masih kecil, otaknya gampang menyerap segala sesuatu.

3. Retains much information, very good memory
Pernah saya ceritakan juga di blog ini saat Naya masih belum 2 tahun, saya bawa dia ke Jember untuk dinas. Di dekat RS tempat saya bertugas, ada satu restauran fastfood lokal (Yang tidak terkenal, saya bahkan baru pertama kali mendengarnya). Kami tidak pernah makan di sana, tapi beberapa kali melewati tempat makan tsb. Berbulan-bulan setelahnya, saat saya sedang mencari alamat di pinggiran Surabaya, Naya tetiba berteriak melihat satu logo di pinggir jalan. "Mama itu kan tempat makan yang di Jembel. Kok di Sulabaya ada?" Saya yang engga ngeh menganggap Naya asal saja. Eh setelah saya ingat-ingat, baru deh saya ngeh maksud Naya. Ternyata memang benar, ada rumah makan yang sama di situ. Duh, maaf ya kak:'(

Masih dari postingan di blog ini, saya pernah menulis saat Naya berusia 2 tahun, saya ajak dia membeli bubur ayam langganan. Biasanya, saya tidak pernah mengajak Naya ke sana. Seingat saya, baru sekali sebelumnya. Saat di sana, Naya bertanya pada saya, "Mama kenapa ayamnya yang di tenda diganti?" Lagi-lagi, saya engga ngeh maksud Naya, karena saya lihat tendanya masih sama seperti biasanya. Berwarna kuning, dengan tulisan hitam dan merah, dan ada gambar ayam di sebelah kiri. Sama persis. Saya yakinkan Naya bahwa tidak ada yang beda, tapi anak gadis ini keukeuh bilang beda. Eh ternyata saat saya tanyakan ke tukang buburnya, benar lho beda! Kalau biasanya ayamnya menengok ke kanan, sekarang menengok ke kiri, sementara yang lainnya dibuat identik. Ya ampun, kakakkkk! Maaf yaaa:'(

Karena itu dan beberapa pengalaman lainlah, saya sangat mempercayai ingatan Naya. Kalau barang saya hilang misalnya, saya akan menanyakan Naya karena ia pasti ingat di mana dia pernah melihatnya:D

4. Unusually large vocabulary and complex structure for age
Soal ini banyak saya tulis di blog. Mulai dari kata macam klarifikasi sampai konsekuensi-_-"

5. Concern with social and political issues and injustices
Masih ingat postingan blog saya soal Naya yang hobi sekali ngomongin pak Jokowi?:@

6. Desire to organize things and people through complex games or schemes
DI postingan saya sebelumnya pun pernah saya tuliskan "kerempongan" Naya dalam mengatur buku, baju atau sepatu milknya.

7. Longer attention span, persistence and intense concentration
Naya tidak akan mau berhenti mengerjakan sesuatu jika belum selesai. Bermain congklak yang lamaaaa itu misalnya, harus diselesaikan satu persatu sampai bijinya habis. Walaupun emaknya ngantuk dan bosan, Naya sangat fokus dan tidak akan ter-distract dengan gangguan macam apapun. 

8. Largely self-taught reading and writing skills as a preschooler
Saya pernah menulis betapa kagetnya saya saat suatu ketika Naya bilang sudah bisa membaca (walaupun tidak lancar ya) dan menulis. Lho, siapa yang ngajarin? Kapan ngajarinnya?:)))
Bapaknya pun sampai menangis terharu ketika berulangtahun dan dihadiahi Naya kartu ulangtahun buatannya sendiri lengkap dengan tulisan acak-acakan Happy Birthday Papa!

9. Unusual emotional depth; intense feelings and reactions, highly sensitive
Coba hitung berapa kali saya bilang Naya lebay di blog ini? Duh, maaf ya kak. Menurut saya yang engga tahu menahu soal gifted ini sebelumnya, Naya memang sering sekali lebay. Saat saya jaga dan tidak sempat menelponnya, dia akan menelpon saya duluan. "Mama, kenapa engga nelpon kakak? Mama lupa ya punya anak kakak? Lupa kalau ada kakak Naya?"

Saat saya ngobrol dengan suami membicarakan pasien saya yang kejang misalnya, tetiba saja akan ada suara tangisan sendu dari Naya. "Mama, kasihan sekali pasien mama. Kapan sembuhnya? Please mama, diobatin sampai sembuh ya." Padahal boro-boro kenal dengan Naya, tahu namanya atau berjumpa saja tidak pernah.

Kalau saya ngobrol dengan orang lain dengan suara pelan, Naya selalu merasa kami sedang membicarakan dia. Jadi tetiba dia menangis saja merasa sedang diomongin. Lebay engga itu? Dulu menurut saya iya, banget. Tapi setelah saya membaca buku ini saya baru mengerti. Maaf ya kakaaaaak:*

10. Keen and sometimes unusual sense of humor, partically with puns.
Buat ukuran anak 3 tahun, menurut saya selera humor Naya agak "ajaib". Dia suka sekali memlesetkan kata-kata. Misalnya:
Saya: Kak, kakak mau engga mama buatin tabungan di bank? Jadi kakak bisa nabung di bank.
Naya: Engga usahlah ma. Kakak udah punya tabungan di bank kok.
Saya: Ha? Masa? Bank mana?
Naya: Bank Joni! (Lalu dia ketawa histeris tak henti-henti)
(Abang Joni adalah pedagang Aqua dan gas LPG langganan keluarga saya. Setiap bulan saya "menyimpan" uang di sana untuk membayar aqua dan LPG yang diantar mingguan).

Yang paling saya ingat adalah joke Naya kemarin.
Saya: Kak, besok orang-orang pada potong kambing lho buat Idul Adha.
Naya: Iya mama, pasti rame. Harus ramelah memang engga boleh sendirian potong kambing itu.
Saya; Kenapa emang?
Naya; Namanya juga potong royong! (Lalu kembali dia ngakak sampai nangis)
Saya agak telmi, masih bingung di mana letak kelucuannya, setelah saya pikir-pikir hahaha yaaa lumayanlah lucu juga:p

Aneh engga sih? Buat saya ajaib ya selera humornya unyil ini. Anak 3 tahun gitu lho.

Masih ada beberapa karakteristik gifted yang Naya banget dan akan saya tulis selanjutnya ya. Makanya, stay close:D

ps: Banyak yang menanyakan saya, jadi Naya itu gifted ya? Saya sendiri tidak tahu jawabannya. Memang begitulah yang dikatakan psikolog dan konsultan tumbuh kembang anak tentang Naya. Tapi saya sendiri lebih senang mengatakan kalau Naya "special" dan "unik", berbeda dengan kebanyakan anak yang seusia. Saya sedang mencari sebanyak-banyaknya informasi valid mengenai anak special ini, jadi jangan heran kalau sehabis gifted ini, saya akan share mengenai yang lain yang saya anggap mirip dengan keadaan Naya (saya juga belum tahu apa lagi selain gifted:p).

Cheers!
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...