Di timeline social media, detik-detik menjelang tahun baru
selalu diwarnai oleh review akhir tahun, rencana tahun baruan dan –tentu saja-
harapan tahun baru alias resolusi.
Saya sudah menulis review akhir tahun versi saya disini.
Untuk rencana tahun baruan, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, tidak ada
sesuatu yang spesial. Buat saya, tahun baru memang bukan suatu moment yang
istimewa.
Alhamdulillah, tahun baru kali ini tidak seperti biasanya,
saya tidak berdinas di rumah sakit. Kalau biasanya bertahun baruan dengan
perawat, rekan dokter lain dan pasien, kali ini saya hanya akan tinggal di
rumah bersama anak dan suami, kruntelan bertiga saja. Heaven on earth;)
Nah, sekarang soal resolusi. Sudah pada membuat resolusi
belum? Saya sendiri sudah memutuskan resolusi saya untuk setahun ke depan.
Secara garis besar, I want to be a better person. In person, in family, in
work. Tetapi, ada satu resolusi khusus yang saya harap bisa dijalankan selama
tahun depan, atau lebih bagus lagi kalau bisa seterusnya. Be positive!
Resolusi ini bukannya saya buat tanpa alasan. Masih ingat
engga sama tulisan saya soal dokter yang ini, ini, ini atau ini? Baca juga
komentarnya ya! Banyakan mana yang negatif atau yang positif?:)))) Sejujurnya,
ide resolusi saya berasal dari komentar-komentar judging yang negatif ini. Thank
you negative people!:p
Saya merasa banyak sekali aura negatif di sekitar. Engga
percaya? Coba deh tonton saja berita di televisi. Mulai dari korupsi,
pembunuhan, perampokan semua ada. Browsing di portal berita internet juga sami
mawon. Bahkan jika ada berita yang positif pun tetap saja banyak dikomentari
negatif. Pejabat blusukan ke daerah terpencil dibilang pencitraan, artis
merayakan ulangtahun bersama anak panti dikomentari riya’, selebritwit
men-twit rasa syukurnya berhasil membeli tas branded disebut pamer, dan
seterusnya. Entahlah, apa memang segitu buruknya orang-orang di negeri ini?
Atau karena bad news is a good news? Tanpa bisa dicegah, saya juga jadi seakan
“terlatih” untuk selalu melihat sisi negatif dari suatu hal, dan bagaimana
berkomentar negatif.
Jangan jauh-jauh, di timeline saya juga bertebaran aura
negatif. Contohnya, ada satu orang selebritwit yang saya follow yang hobinya
mengeluh. Mengeluhkan taksi yang supirnya tidak tahu jalan, mengeluhkan Jakarta
yang macet minta ampun, mengeluhkan beceknya jalan yang dilalui, mengeluhkan
rasa makanan yang tidak enak di resto hits, semuanya deh. Tahu apa pengaruhnya
buat saya? Tanpa disadari, saya jadi ikutan tertular gampang mengeluh.
Negativity is kinda viral, spread out easily and fast. Akhirnya, saya merasa
gloomy, gampang men-judge orang, paranoid, dan gampang sekali bersikap negatif.
Melihat infotainment memberitakan artis mendadak nikah, saya
berkomentar “ah pastiiii MBA”. (Padahal mungkin saja mereka sudah pacaran lama
tapi saya engga tahu. Memangnya setiap artis pacaran harus lapor saya dulu?:p).
Melihat pengacara kondang “memamerkan” mobil barunya saya berkomentar “ahhh
hasil korupsi kok bangga.”, dan begitu seterusnya. Hari-hari saya dipenuhi
hal-hal negatif.
Hal ini berlangsung
sampai pada saat aksi dokter dilaksanakan. Saya ingat betul bagaimana rasanya
saat dokter dihujat sana-sini, betapa semua orang ikutan berkomentar negatif
bahkan tanpa tahu duduk persoalannya. Kali ini saya, sebagai dokter yang jadi
obyeknya. Bukan artis, bukan pejabat atau orang lain. Tapi saya. Saya. Saya
yang biasanya gampang mengomentari ini itu secara negatif tanpa tahu –dan tanpa
mau tahu- cerita sebenarnya. Saya yang biasanya ikutan nyinyir setiap membaca
berita atau melihat infotainment tanpa mau mengerti cerita di balik itu semua. Saya
yang biasanya ikutan punya banyak komentar negatif untuk dilontarkan.
Saya sakit hati. Saya langsung teringat saat-saat saya tidak
bisa menghadiri detik-detik terakhir kehidupan ayah saya di dunia karena harus
bertugas di rumah sakit. Saya ingat harus meninggalkan Naya panas tinggi karena
harus merawat anak lain di rumah sakit. Saya ingat entah berapa puluh kali
harus absen menghadiri pernikahan saudara dekat, pemakaman keluarga dekat hanya
karena saya tidak bisa meninggalkan tugas di rumah sakit. Saya ingat ketika
ditelpon dari rumah sakit untuk segera kembali pada saat menghadiri pemakaman
ayah saya. Saya ingat bagaimana harus begadang setiap malam untuk belajar. Saya
ingat rasanya tidak tidur beberapa hari saat jaga. Saya ingat semua
pengorbanan, perjuangan saya dan keluarga untuk menjadi dokter.
Betapa kecewanya saya
ketika di-judge ini-itu, dengan kata-kata kasar, oleh orang yang tidak tahu.
Memangnya mereka pernah merasakan apa yang saya rasakan? Ada yang berkomentar
“Ya kalau sampai harus meninggalkan anak sakit demi tugas berarti harus
introspeksi diri, Artinya dokter tadi mengutamakan kerjaan dibanding keluarga.”
Memang gampang sekali untuk berkomentar. Benar sekali, its always the people that know you the least that judge the most.
Awalnya, reaksi saya tentunya untuk melawan komentar negatif
tadi dengan komentar negatif juga. Tapi kemudian saya tersadarkan, untuk apa? Memperkeruh
suasanakah? Hanya untuk kepuasaan sesaatkah? Menambah panjang daftar “dosa”
kitakah? Atau untuk apa? Setelah saya pikir saksama, sepertinya memang bersikap
negatif tidak ada gunanya. Negatif bertemu negatif lalu menjadi positif hanya
ada di ilmu matematika. Sebaliknya, you
can only fight negativity with positivity.
Saya percaya, a
positive attitude creates more miracles than any other thing, because life is
10% how you make it, and 90% how you take it. Take it positive, then it will be
positive. Take it otherwise, then it will be negative.
Saya ingin memiliki hidup yang serba positif. A negative mind and attitude will NOT bring
you a positive life. Makanya, saya akan berusaha untuk selalu bersikap dan
berpikiran positif. Positive mind +
positive attitude = positive life.
Saya juga akan menyeleksi ketat daftar orang yang saya
follow di twitter, teman saya di Facebook atau Path. Bukannya pilih-pilih, tapi
ada satu quote yang saya pernah baca dan saya pikir benar. You cant hang around negative
people and expect a positive result.
Letting go of negative
people doesn’t mean I hate them. It just means I love myself more.
Masih berkaitan dengan resolusi saya, saya juga akan
berusaha lebih banyak bersyukur. Saya akan selalu mengingat, as I breathe right now, another person takes
his last. Stop complaining, learn to live with what I have.
Doakan tercapai ya!
1 comment:
like this mom,,
Post a Comment