Tuesday, August 13, 2019

Serba Salah

Alhamdulillah, buku ke-9 saya sekaligus buku seri ke-4 dari Mommyclopedia akhirnya terbit jugaaa. Keinginan saya sejak pertama kali menulis buku di tahun 2008 sebetulnya adalah menulis 1 buku setiap tahunnya. Sempat skip 2x karena saya hamil (dan bermasalah banget sampai tidak bisa melihat. Jdi kan ya boro-boro menulis #lahkokcurcol) dan melahirkan bayi prematur yang butuh perawatan lebih hehe. Tapi syukurlah, setelah itu, keinginan saya bisa tercapai terus.

 Sejujurnya, saya sudah merencanakan menulis buku Mommyclopedia seri ke-4 sejak 2 tahun yang lalu dan mulai menyusun draftnya sejak lama. Bukan tentang MPASI, melainkan tentang..errrr...kasih tahu engga ya:p.. Ada deh pokoknya, biar jadi buku seri selanjutnya aja ya hehe. Ternyata, dalam perjalanannya, malah banyak yang request saya membukukan highlight mengenai MPASI di Instagram. Karena itulah, buku yang rencananya akan saya jadikan seri ke-4 jadi mundur disela buku mengenai MPASI ini hehe.

Buku seri ke-4 ini berjudul Mommyclopedia: 567 Fakta Tentang MPASI. Fakta nomor 432 akan membuatmu terkhezoed! Saya sengaja membuat isinya bernomor, hanya poin-poin saja,  supaya lebih ringan dan mudah dibaca orang dengan background pendidikan apapun. Setiap nomornya berisi fakta singkat mengenai MPASI, hanya 1-4 kalimat saja. Saya paham bahwa minat baca kebanyakan orang Indonesia masih rendah, pastinya mumet kalau disuruh baca buku yang monoton penulisannya, apalagi kalau banyak bahasa medisnya. Harapannya, semoga dengan penulisan yang seperti ini, buibu pakbapak lebih paham karena selain lebih detail, lebih fokus, bahasanya pun sengaja saya pilih yang paling sederhana. 

Kenapa 567? Engga ada pertimbangan khusus kok, memang kebetulan saja poin yang saya tulis berhenti di 567:D

Thursday, January 31, 2019

Mom Shaming

Weits, ada apa nih sampai saya ikut menulis soal mom shaming?
Diambil dari Google

Beberapa minggu yang lalu, saya mendapat ibu dari seorang pasien yang datang ke tempat praktik dan mendeklarasikan dirinya sebagai anti vaksin. Sejak lahir hingga usia 7 bulan, anaknya memang tidak diberikan vaksinasi apapun. Sebagai seorang dokter yang mempunyai tanggung jawab untuk mengedukasi sesuai EBM, tentu saja saya tidak tinggal diam. Karena alasan ibu tersebut tidak mengimunisasi anaknya adalah kehawatiran anaknya akan menjadi autis, maka saya tunjukkan beberapa jurnal mengenai hoax terkait autis dan imunisasi yang kebetulan ada di laptop saya.

Panjang lebar saya jelaskan, termasuk bagaimana keputusan ibu tadi untuk tidak mengimunisasi anaknya bukan hanya berdampak pada anaknya sendiri tapi juga pada anak-anak lain dan lingkungannya karena herd immunity. Saya sangat terkejut menerima respon dari sang ibu yang menanggapi edukasi saya sebagai mom shaming. Eh? Gimana?

Tuesday, December 25, 2018

Terbully

Setelah sekian lama tak mengisi blog, akhirnya hari ini saya tergugah untuk beberes debu di sini nih hehe! Mungkin banyak yang bertanya-tanya ya, ke mana aja sih saya sampai tak juga sempat untuk menulis di blog sekian lama?

Sebenarnya, saya masih rajin menulis kok:p  Hanya saja memang medianya tak lagi hanya blog saja. Untuk mengedukasi orang tua mengenai kesehatan anak, saya lebih sering menggunakan Instagram Story untuk menulis. Saya juga masih berjuang menyelesaikan draft buku Mommyclopedia seri keempat, dan tentunya penelitian-penelitian ilmiah saya. (Duh, doakan segera selesai sayaaa. Pening akutuuuu)

Oh ya, ngomong-ngomong soal Instagram nih. Jadi, seperti yang saya sebut sebelumnya, tahun ini saya lebih sering menggunakan media Instagram Story untuk mengedukasi orang tua. Why? Kalau sudah mengikuti blog saya sejak dulu mungkin sudah paham benar nih, saya memulai mengedukasi sebenarnya sudah sejak lama, lebih dari 10 tahun lalu. Lewat blog, buku, dan lain sebagainya. Hanya saja, saya merasa selama ini apa yang saya sampaikan masih belum terlalu memberikan dampak bagi banyak orang.

Friday, June 8, 2018

Geneva day-2

Jauh hari sebelumnya, saya sudah mencatat baik-baik acara apa saja yang ingin saya ikuti selama kongres. Nah di hari pertama kongres, saya sudah berencana untuk mengikuti breakfast symposium yang diadakan pukul 07.15. Karena tidak memungkinkan untuk saya naik taksi atau Uber dari apartemen (baca cerita sebelumnya ya!), saya memerika jadwal public transportation yang rupanya berangkat dari bus stop depan apartemen pukul 06.27. Di Eropa, jam tsb terbilang sangat pagi, apalagi untuk hitungan weekend. Jadilah saya sudah stand by di bus stop sejak 06.25. Hujan turun tak berhenti sejak semalam sebelumnya. Tapi tunggu punya tunggu, jam saya sudah menunjukkan pukul 06.40, namun bis tetap juga tak kunjung muncul. Tahu tidak, akhirnya muncul jam berapa? 07.17! Kzl bgt. Saya sudah mengomel panjang lebar curhat ke suami deh. Dikata enak apa, menunggu di bawah hujan, kedinginan, bisnya telat lama banget pula.

Walaupun sedikit terlambat, saya masih sempat mengikuti acara yang saya minati, alhamdulillah. Pembicaranya, prof. Alexander Lapillone adalah salah satu mentor saya saat mengikuti Masterclass di Rotterdam. Kami sempat berbincang-bincang seusai acara. Menyenangkan deh mengetahui kalau beliau masih mengingat saya:D

Seharian penuh saya mengikuti acara kongres. Kemudian diingatkan oleh email untuk menerima penghargaan Young Investigator Award. Ini adalah penghargaan internasional pertama saya, jadi duh menerimanya saja sampai gemetar hahaha.

Semoga bukan yang terakhir ya!:D

Thursday, June 7, 2018

Rotterdam, Packing dan Geneva

Weekend terakhir di Belanda, saya habiskan dengan memenuhi undangan lunch dari kolega. Kolega saya ini sebetulnya sudah pensiun, tapi kami sempat berjumpa saat beliau mengunjungi Indonesia beberapa tahun lalu. Rencananya, beliau akan menjemput kami di apartemen, membawa kami ke Rotterdam, dan mengajak kami berkeliling hingga sore di sana.

Selama di Belanda, saya sudah mengunjungi Rotterdam 4x, sehingga awalnya saya ogah-ogahan berangkat kembali ke sana. Walaupun memang indah, tapi karena kecil, apalagi sih yang bisa dilihat?

Jawabannya ternyata..banyak! Selama 3x sebelumnya, setiap mengunjungi Rotterdam, cuaca selalu sedang tak bersahabat. Entah hujan berkepanjangan, entah mendung seharian atau dingin minta ampun. Hari itu, cuaca cerah, matahari bersinar sepanjang hari dengan suhu sekitar 25 derajat Celcius. Ideal banget kan ya?

Kami dijemput pukul 10 pagi di apartemen, lalu berangkat ke Rotterdam melewati jalanan yang indah. Biasanya, kami berangkat ke sana dengan kereta sehingga tentulah pemandangannya jauh berbeda. Di kiri kanan, bolak/i saya melihat sawah yang luas dengan kumpulan sapi bahkan kuda. Bagus deh!
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...