Tulisan ini bisa juga dibaca di web Ayahbunda.
Jangan lupa buat baca-baca tulisan lain disana yaaa, berguna banget lho:D
*
Beberapa minggu yang lalu, saya stress luar biasa karena akan menghadapi sidang ujian. Saya juga jadi super sensitif, rasanya ingin sekali memasang tulisan ‘Senggol, bacok!’ di dada:p Semua orang di rumah pun ikut kena getahnya. ART saya omeli, babysitter dan bahkan Naya, anak saya yang masih berusia 2 tahun pun tak ketinggalan kena omel:(
Jangan lupa buat baca-baca tulisan lain disana yaaa, berguna banget lho:D
*
Anak kecilnya mama:') |
Beberapa minggu yang lalu, saya stress luar biasa karena akan menghadapi sidang ujian. Saya juga jadi super sensitif, rasanya ingin sekali memasang tulisan ‘Senggol, bacok!’ di dada:p Semua orang di rumah pun ikut kena getahnya. ART saya omeli, babysitter dan bahkan Naya, anak saya yang masih berusia 2 tahun pun tak ketinggalan kena omel:(
Hal ini terjadi beberapa hari sampai suatu saat Naya ‘menegur’
saya. “Mama. Kok malah-malah telus sih? Kok engga senyum-senyum? Engga ketawa-ketawa
kayak biasanya? Yuk main pelosotan sama kakak Aya bial senang, liang gembila
lagi.”
Jleb. Duh, saya jadi tersadar betapa tidak dewasanya saya.
Kok urusan di luar dibawa-bawa ke rumah, pakai ngomel ke semua orang rumah
pula.
Saat itu juga saya belajar dari Naya untuk tetap senang
dalam mengatasi masalah apapun. Lagipula, stress tetap tidak akan memecahkan
masalah bukan? Jadi daripada menambah faktor risiko terkena penyakit, lebih
baik saya menghadapi masalah dengan senyum dan tertawa. Persis seperti Naya
yang selalu gembira setiap saat.
Sebelum menjadi ibu, saya merencanakan untuk mengajarkan
anak saya kelak ini dan itu. Tetapi
ternyata setelah dua tahun menjadi ibu, saya menyadari kalau sebenarnya Nayalah
yang banyak mengajari saya. Banyak sekali pelajaran yang saya ambil dari anak
kecil ini.
Saya belajar untuk tidak mudah menyerah dari Naya. Saya
ingat, sewaktu Naya mati-matian belajar berjalan. Baru selangkah, jatuh,
berdiri lagi berusaha berjalan lagi. Jatuh lagi, berdiri lagi. Terus begitu
sampai akhirnya Naya lancar berjalan. Tidak ada periode ‘ngambek’ karena lebih
banyak jatuh daripada jalannya. Coba kalau saya. Baru mendapat masalah sedikit
saja, sudah ‘protes’ ke Tuhan dan ingin menyerah rasanya. Tidak jarang juga
‘ngambek’ dan akhirnya menghentikan segala usaha.
Saya belajar tentang kesederhanaan dari Naya. Tidak perlu
membelikan mainan yang mahal harganya untuk membuat Naya bahagia, bahkan botol
minuman bekas bisa dijadikan mainan oleh Naya. Coba kalau saya. Boro-boro ada
label ‘bekas’-nya, kadang demi gengsi inginnya beli sepatu atau tas yang
branded dan mahal harganya. Padahal sebenarnya secara fungsi sama saja dengan
yang murah.
Saya belajar tentang memaafkan orang lain dari Naya. Suatu
saat, Naya pernah digigit oleh teman sekolahnya. Ketika itu, Naya menangis dan
bilang ke saya kalau temannya itu nakal. Tapi keesokan harinya, saya melihat
Naya sudah bermain dengan teman tadi, tanpa dendam, tanpa mengingat-ingat
kesalahan teman itu. Coba kalau saya. Kalau ada orang yang menyakiti saya baik
sengaja maupun tidak, saya sulit sekali memaafkan orang tadi. Malah terkadang
mencari kesempatan untuk bisa membalas perbuatannya.
Saya belajar untuk selalu jujur seperti Naya. Layaknya anak
kecil lain yang masih polos, Naya selalu berkata jujur. Saya sendiri tidak tahu
berapa persisnya kebohongan yang pernah saya buat, saking banyaknya:D
Saya belajar untuk punya imajinasi tinggi seperti Naya. Saya
percaya imajinasi akan memunculkan kekreatifan yang dibutuhkan dunia saat ini.
Saya sendiri selalu berpikir ‘inside the box’. Tidak seperti Naya, saya tidak
pernah membayangkan keranjang cucian bisa menjadi ‘perahu’, talenan bisa
menjadi ‘tablet-kayak-punya-mama’, atau kolong tempat tidur bisa menjadi ‘tenda
kemah’.
Saya belajar untuk selalu penasaran seperti Naya. Naya
selalu punya pertanyaan untuk apapun. “Ini apa? Kenapa? Gimana? Siapa “dan
sejuta kata tanya lainnya. Tapi saya menyadari bahwa pertanyaan-pertanyaan
itulah yang membuat Naya belajar segala hal baru di hidupnya. Sementara saya
yang untuk mencari informasi tinggal mengetik di tablet, malas sekali untuk
mengetahui atau belajar hal baru.
Saya belajar untuk selalu berpikir positif dari Naya. Karena
kepolosannya, Naya tidak pernah berpikiran negatif kepada orang lain. Coba
kalau saya. Terkadang saya bahkan berpikiran negatif hanya karena melihat
penampilan luar seseorang. Selain itu, Naya selalu bisa melihat hal positif
dibalik hal negatif. Misalnya saja saat lingkungan rumah saya mati lampu di
malam hari. Saat saya ngomel-ngomel, Naya justru senang karena bisa bermain
bayangan tangan menggunakan senter.
Saya belajar untuk tetap ingat ‘bermain’ di sela-sela
kesibukan. Dengan bermain,
hidup akan terasa lebih menyenangkan dan semua masalah akan
terasa lebih ringan. Sesekali bersikap kekanakan tidak ada salahnya kan? Sambil
bermain dengan anak, kita juga akan merasa lebih fresh!
Saya yakin, banyak sekali hal yang bisa kita pelajari dari
anak kecil. Sebagai orang dewasa, terkadang kita terlalu khawatir dan takut
tentang banyak hal diluar kendali sehingga kesenangan dan keindahan hidup
menjadi terabaikan. Seandainya semua orang belajar dan mengambil hal positif
dari anak kecil, pasti lebih banyak yang akan merasa bahagia dibanding dengan
yang stress atau depresi.
Terimakasih ya anak-anak untuk semua pelajarannya. Selamat
hari anak!
“We don’t stop playing because we grow old. We grow old because we stop playing.” (Unknown)