Thursday, May 29, 2014

Alhamdulillah

..akhirnya selesai juga sidang karya akhir saya kemarin dengan nilai A. Sebenarnya engga penting sih buat saya dapat berapanya, selama selesai dan luluuuus:p

Alhamdulillah engga sia-sia perjuangan mengumpulkan sampel *PR banget dah ini!* ke penjuru dunia *lebay* selama setahun belakangan ini. Finally i could say good bye to those statistics stuff. Serius, saya salut banget sama orang-orang yang berkutat dengan statistik setiap harinya. KOK BISA TAHAN SIIIIH?:)))) Sekarang baru melihat icon program SPSS saja di laptop, saya bisa mual-mual seharian.

Sehari sebelum ujian, saya malah engga bisa belajar sama sekali. Selain memang karena anak gadis mengekor saya kemanapun pergi gegara babysitter dan ART pulang, saya juga merasa sudah tak mampu lagi memasukkan apapun untuk diproses otak. Memang pasrah dan clueless beda tipis:p
Pada hari H jam 4 pagi, saya mencoba rehearse dan ditemani (baca: digangguin) anak gadis yang tak hentinya bertanya 


Saya malah mencoba menghilangkan stress dengan berjalan-jalan dari mall ke mall lain. Kebetulan mama saya datang untuk melihat Naya, jadilah saya menemani mama memanfaatkan Surabaya Shopping Festival. Santai apa pasrah?:)))

Apapunlah ya, yang penting sudah selesaaaaai:D
Terimakasih buat semua doanya. AKhirnya saya bisa rutin ngeblog lagi deh! Hurrayyyy!

Tuesday, May 27, 2014

Curhat Tipis-tipis:p

Heyho! Terimakasih ya buat yang udah repot-repot mengirimkan email buat menanggapi postingan saya sebelumnya. Maaf kalau belum sempat dibalas satu persatu dikarenakan kerempongan semaksimal mungkin.

Asli rempong deh nih. Di kala saya sedang sibuk-sibuknya mau meghadapi sidang ujian karya akhir, ehhh babysitter dan ART kompakan minta pulang kampung. Engga tanggung-tanggung pula, 2 minggu! Suami sih jangan ditanya, di Surabaya saja jarang pulang ke rumah. Nah ini kebetulan juga lagi bertugas di Bandung.

Apa kabar Naya? Menempel tentunya pada saya. Kemanapun saya pergi, pasti ada Naya di belakangnya. Apapun yang sedang saya kerjakan, pasti ada anak gadis di sebelahnya. Saya senang sih, tapi gimana caranya belajar? Hiks. Saya pasrah saja deh ya, bismillahirahmanirrahim..

Doakan ya!
*curhatpendek*
:p

Wednesday, May 21, 2014

Bukan Ambisius!

Seperti yang pernah saya tulis disini, begitu mengetahui Naya tergolong anak yang very superior atau jenius berdasarkan tes IQ dan psikotest, saya mulai survey sekolah sana-sini yang sekiranya mau menerima Naya. Menurut psikolog yang mengetes Naya, memang sebaiknya Naya disekolahkan sesuai kemampuan dan usia mentalnya karena kalau Naya disekolahkan sesuai umurnya, jadinya ya seperti sekarang ini. Ngambek terus:p  dan jadi berbahaya untuk kedepannya, berpotensi "mengacau".

Karena masih agak kurang sreg dengan sistem homeschooling, saya mencari sekolah yang mau menerima Naya sesuai kemampuannya, bukan umur. Saya pikir, pasti ada deh sekolah yang seperti ini di Surabaya. Kan Surabaya termasuk kota besar. Nyatanya? Saya kecewa beraaaaat.

Saya mendaftar ke sepuluh sekolah setingkat TK-B dan kelas 1 SD karena berdasar hasil psikotest, kemampuan Naya saat ini setara itu, demikian pula dengan usia mentalnya. Rencananya, Naya akan saya masukkan TK-B dulu untuk beradaptasi, barulah tahun depan saat usia Naya 4 tahun, saya masukkan ke kelas 1 SD. Saya khawatir juga anak gadis saya ini dibully teman-temannya karena paling kecil kalau tahun ini dimasukkan SD.

Percaya atau tidak, dari sepuluh sekolah tadi, hanya ada satu sekolah yang mempertimbangkan untuk menerima Naya. Bukan menerima, masih mempertimbangkan. Yang lainnya bahkan engga repot-repot membaca surat rekomendasi psikolog yang saya bawa. Begitu tahu umur Naya masih 3 tahun, tidak ada yang mau menerima. Naya bahkan tidak diobservasi dulu atau dites kemampuannya. Pokoknya umur kurang, tidak boleh. Titik. Ada lagi yang alasannya menurut saya tidak masuk akal. "Kalau Naya diterima di kelas yang lebih tinggi nanti pihak sekolah kewalahan karena pasti ibu-ibu yang lain juga meminta anaknya dinaikkan seperti Naya." Errrrrr. Ya kaliii anaknya ibu-ibu yang lain juga bawa surat rekomendasi-___-"

Selain itu, beberapa pihak sekolah yang saya hubungi malah justru menasihati saya seolah-olah saya adalah ibu yang sangat ambisius dan memaksakan anak untuk sekolah di kelas yang lebih tinggi. Terus terang, saya super kecewa! Asal tahu saja, sesungguhnya, saya sama sekali tidak pernah memaksakan kehendak saya soal sekolah ke Naya. Saya tidak keberatan lho seandainya Naya memilih tidak mau sekolah dulu, karena saya tahu berdasar ilmu tumbuh kembang anak, tidak ada kewajiban untuk anak umur 4 tahun kebawah bersekolah. Apalagi les. Tapiiiii, Naya sendiri yang meminta sampai menangis-nangis.

Saya ingat waktu Naya belum juga genap berusia 2 tahun dan ngotot ingin les balet. Hampir tidak ada tempat kursus balet yang mau menerima karena usianya yang terlalu kecil.  Naya ngotot menangis terus dan berjanji akan rajin latihan, akhirnya saya sampai memohon kepada pemilik sanggar untuk menerima Naya. "Nitip" istilahnya, engga perlu digubris pun tak mengapa, asal dia boleh ikut latihan di sana. Lalu apa yang terjadi? Baru beberapa bulan les balet (yang saya pikir cuma main-main itu), Naya justru terpilih mewakili sanggar baletnya untuk mengikuti lomba se-Jawa Timur. Padahal, salah satu syarat lomba tsb adalah pesertanya harus berusia di atas 4 tahun. Saya ragu apa Naya berani tampil di hall suatu mall besar disaksikan ratusan penonton. Saya sempat menanyakan Naya berulang kali apakah Naya benar-benar mau tampil. Karena Naya yakin mau tampil, barulah saya ijinkan. Di atas panggung, Naya hapal semua gerakannya dan tidak takut atau malu sedikit pun. Saya terharu banget dan sempat menyalahkan diri saya sendiri yang begitu underestimate terhadap Naya. Sejak saat itu, saya berjanji TIDAK AKAN mengunderestimate kemampuan anak saya sendiri.

Maka dari itu, sekarang setiap Naya meminta dibelikan buku atau kursus ini itu, saya selalu mengusahakan membelikan (walaupun mungkin sebelumnya saya pikir buku tsb terlalu rumit buat Naya) dan berusaha mencarikan tempat kursus yang mau menerima anak sekecil Naya. Jadwal les Naya full lho, ngalah-ngalahin emaknya. Padahal emaknya juga lumayan sibuk, tapi tetap saja lebih sibukan Naya. Saya engga pernah memaksa Naya masuk les, sesukanya dia saja. Malah saat ingin mengajak Naya jalan-jalan, saya memintanya untuk bolos saja, pasti Naya malah mengomeli saya.

"Jangan ajak kakak bolos ma. Kakak nanti ga pintal." -_______-"

Kasihan? Jelas. Saya ingat waktu saya seusia Naya, boro-boro les,kerjaan saya maiiiiiinnnn teruuuuus:)))) Tapi, mungkin memang tidak bisa disamakan, karena kemampuan saya dan Naya pun jauh berbeda. Yaaa engga jauh-jauh amat sih, IQ kami cuma beda tipis saja, setipis 30-40 point:))))) *teteupgamaukalah*  Lagipula Naya bahagia sekali setiap waktunya les, engga saya bangetlah yang dulu bawaannya pengin kabur setiap jam les.

Saat ini pun pertanyaan Naya sudah jauuuuh di luar jangkauan saya. Saya sering ketakutan sendiri kalau Naya bertanya. Takut salah menjawab. Misalnya saja,
Naya: "Mama, kenapa kuda itu engga bisa belenang? Kuda laut kok bisa? Kan sama-sama kuda?"
Meta: "Errrr...." *googling*--> engga nemu--> "Mama juga ga tau ya kak. Nanti kita cari sama-sama jawabannya ya. Menurut kakak gimana?"
Naya: "Kuda itu kan punya kaki, bisa jalan, jadi engga apa-apa kalau engga bisa belenang. Tapi kuda laut kan engga punya kaki, engga bisa jalan, jadi ya halus bisa belenang ma. Benel ga ma?
Meta: *manggut-manggut*
Naya: "Mama tu dulu pelnah sekolah engga sih?"
Meta: *nangisdipojokan*

Pertanyaan lain,
Naya: "Mama, Allah itu lambutnya panjang apa pendek?"
Meta: "Mama engga tau kak."
Naya: "Mama pelnah ketemu Allah?"
Meta: "Engga."
Naya: "Siapa yang pelnah? Papa? Mbak Yaci? Mbak Siti?"
Meta: "Engga juga."
Naya: "Kalau gitu mama engga usah sholat aja, jangan-jangan Allah itu emang engga ada. Ga tau kok Allah kalau mama engga sholat."
Meta: *cegluk* Ada dong kak. Kayak angin, kakak engga bisa liat kan angin kaya gimana? Tapi angin kan ada."
Naya: "Angin kan ada lasanya. Allah lasanya kayak apa ma? Adem juga?"
Meta *nangisdipojokanlagi* "Nanti kita tanya ustadzah ya."

Lain kesempatan,
Naya: "Mama, telepon lumah itu kok ada kabelnya? Ga kaya handphone?"
Meta: "Iya kak. Telepon rumah itu pakai kabel memang. Jaringannya lewat kabel, kalau handphone lewat udara."
Naya: "Kenapa halus ada telepon lumah kalau ada handphone ma? Kan enakan handphone bisa dibawa kemana-mana."
Meta: *mikir* "Iya kenapa ya?" *nangislagi*

Macam-macam deh. Saya sering banget engga tahu jawabannya apa. Engga tahu juga apa saya yang dudul banget, atau memang pertanyaannya Naya yang kelas berat. Oh ya, saya sempat tanya sana-sini, siapa tahu ada yang punya kenalan dengan anak seperti Naya. Hasilnya ada beberapa, dan karena tidak diapresiasi di negara kita tercinta ini, kebanyakan dari mereka pindah ke luar negeri, bersekolah di sana, dan ikut membangun negara orang. Bahkan ada yang sudah kuliah di usia yang masih 14 tahun lho!

Ironis ya. Mungkin ada baiknya, pihak berwenang memikirkan untuk membuat kurikulum khusus untuk anak-anak seperti Naya. Bukan hanya akselarasi yang cuma ada setelah anak SD, tapi lebih dipikirkan bagaimana kalau kemampuannya telah diketahui sebelum usia sekolah. Biar saya sebagai ibunya juga engga bingung-bingung lagi:))))

Bagaimana akhirnya? Karena saya sudah pasrah -dan setengah sebel gegara dicap emak ambisius sama kebanyakan sekolah yang bahkan engga tau gimana Naya- akhirnya saya putuskan untuk membeli buku-buku pelajaran kelas 1 SD dan TK-B untuk Naya pelajari di rumah. Sekolahnya yang sekarang tetap dijalani dengan pertimbangan untuk sosialisasi dan interaksi -plus udah bayar lunas cyin!Engga murah pula:)))-

Nih lihat beberapa hasil karya Naya. Bukan saya yang ambisus kan? Kan? Kan? *BETE* :))))
Hasil anak 3 tahun saya

Lumayan rapilah ya tulisannya

Pas saya bilang "Kak itu BIS tulisan S-nya kebalik", Naya bilang "Itu memang Z bukan S ma, Gaya balu.":)))

Anggota tubuh

Hasil Karya


Monday, May 19, 2014

Speak Up VS Sopan Santun

Beberapa waktu yang lalu (sengaja berapa tahunnya engga ditulis:p) saat masih ABG, saya ingat betul betapa terkenalnya jargon "Speak Up". Hampir semua media yang berhubungan dengan remaja mulai dari radio, acara televisi sampai majalah berlomba-lomba mengajak para remaja untuk speak up, tidak takut untuk mengungkapkan pendapat masing-masing.

Mungkin ini ada hubungannya dengan masa orde baru yang baru saja berakhir waktu itu. Seperti yang kita ketahui bersama, kebebasan berpendapat pada masa tersebut sangat dibatasi kalau tidak ingin disebut dilarang:p Setelah masa reformasi di tahun 1998, mulailah orang berani bebas berpendapat dan mengeluarkan opininya tadi di muka umum.

Ini ngapain coba ya saya ngomongin speak up sampai reformasi? Mau ngomongin politik ya? Hahaha engga kok:p Semuanya berawal gegara kekepoan saya terhadap beberapa akun social media mulai Instagram sampai Twitter. Lah? Apa hubungannya?

Jadi ceritanya saya sudah memfollow akun Instagram banyak selebriti sejak dulu. Tapi saya engga pernah segitunya membaca satu persatu komen yang bertebaran di sana. Kemarin, saya iseng memfollow akun Instagram salah satu artis muda kita, sebut saja namanya X. Beranjak dewasa, X ini semakin cantik saja, jauh berbeda dengan sebelumnya. Wajar saja, namanya juga wanita, semakin dewasa tentu akan semakin pintar berdandan. Apalagi si X ini juga rajin diet dan berolahraga. Sejujurnya, saya sangat salut dengan usaha dan semangatnya. Saya masih belum berniat membaca komentar yang masuk di akunnya, sampai saya menemukan postingan sebelumnya. X ini mengunggah foto masa kecilnya yang diberi caption kita-kira begini "Tuh, liat fotoku pas masih kecil. Daguku lancip kan? Wajar saja kemarin2 engga terlihat karena gendut. Jadi kalau sekarang kurus ya wajar jadi lancip lagi. BUKAN operasi plastik!"

Membaca captionnya, saya jadi kaget. Ha? Memang ada yang berpikiran si X operasi plastik? FYI, X ini masih di bawah umur. Saya sih sama sekali engga pernah terpikir begitu. Saya baca komentar-komentar yang masuk. Wow. Banyak sekali yang menghina, menghujat dan mencaci maki X ini. Komentar kasar seperti "Halah tampang oplosan, engga mau ngaku. Muka item, gendut kayak pembantu aja bangga." sampai ke komentar yang bahkan saya engga tega menulisnya pun bertebaran. Saya tambah penasaran lagi dari mana asal komentar-komentar kasar begini. Eaaaa ternyata saat saya buka akunnya, pemiliknya masih berseragam SMP dan ada juga yang SMA.

Masih soal komentar di Instagram artis. Saya memfollow seorang artis yang terkenal dengan gaya hidup wah. Im not a fan, tapi saya suka melihat model-model bajunya. Kemarin saya iseng membaca komentar-komentar yang ada di akunnya. Lagi-lagi, banyak sekali komentar kasar atau hujatan blak-blakan mulai dari tuduhan gaya hidup mewahnya adalah karena si artis simpanan pejabat, atau hartanya adalah hasil "ngangk*ng". Duh, saya saja yang baca (dan engga kenal, please noted) ngerasa engga enak banget, apalagi artis yang bersangkutan ya?

Di jaman sekarang, memang sungguh terlihat jelas perbedaannya dengan sebelum masa reformasi. Kita bisa dengan mudah saja mengungkapkan pendapat kita mengenai segala hal. Apalagi dengan banyaknya social media. Mau berpendapat soal penampilan artis X? Gampang, tinggal mention saja yang bersangkutan lewat twitter. Mau komplain soal pemerintahan? As easy as 123. Tinggal mention menteri terkait, atau malah langsung mention pak presiden lewat twitter. Saya pernah iseng search tweet yang memention pak presiden. Hasilnya? Astaghfirullah, banyak banget lho yang menghujat dengan kata-kata kasar. Im not his fan either. Tapi di agama saya, seorang pemimpin wajib untuk dihormati dan dimuliakan. Walaupun ternyata ada keburukan atau kezaliman, kita sebaiknya tidak menghujat, mencacimaki atau menjatuhkan.

Saya sebenarnya senang dengan kebebasan berpendapat, terutama untuk generasi muda karena nasib Indonesia masa depan ada di tangan pemuda-pemudi ini. Hanya saja, yang tak kalah pentingnya adalah cara kita dalam menyampaikan pendapat. Bebas sih bebas, tapi ya jangan kebablasan. Menurut saya, mengungkapkan pendapat dengan hujatan, cacimaki, kata kasar hanya menunjukkan bagaimana kualitas diri kita. Apa untungnya? Apa ruginya sih kalau kita belajar beropini dengan penuh etika dan sopan santun? Menyampaikan pendapat dengan positif tentu akan lebih menyenangkan daripada dengan komentar negatif penuh kata kasar dan hujatan. If you can not be positive, please just be quiet.

PR nih buat saya sebagai orangtua untuk mengajarkan Naya kebebasan berpendapat dengan sopan santun. Kebebasan berpendapat memang adalah hak untuk semua orang. Tapi ingat, hak kita pun dibatasi oleh hak orang lain. Benar?

Errrr...PRnya banyak banget ya:)))))

Thursday, May 15, 2014

Pictures of Naya's 3rd Birthday

Wow. Lama juga ya saya engga berkunjung buat nulis-nulis di blog ini. *tiupdebu*
Maaf, beberapa waktu terakhir ini saya sibuk berat survey dan mendatangi satu demi satu sekolah yang sekiranya mau menerima Naya. Sibuk interview lagi, sibuk nyatetin biaya dan kurikulum plus ngecek di Google Maps berapa jaraknya dari rumah. Anywaaay, ceritanya soal ini di postingan lain aja yaa. Soalnya, di postingan perdana saya pasca vakum lama ini, saya cuma mau upload foto-foto perayaan ulangtahunnya Naya kemarin.

Alhamdulillah, akhirnya foto dan videonya jadi juga setelah sebulan lebih:D
Yuk ah, check this out!

Birthday girl with her birthday cake.

Happy pinky family:p

Full Team.

Dekorasi ballerina. Super cute ya? Suka!

Demi kepentingan foto:p

Naya dan Paul.

The Playground.

The show.

Games yang ada.

My baby was thanking me and her dad;')

Kelyn:D

Tiup lilin.

Engga semuanya. Yang lain sibuk sendiri main di playground:)))





Thank you Wins Disc, DEG Photography, Christine Collection! What a great birthday bash:D

Sunday, May 4, 2014

We VS The Mall

Sudah beberapa minggu ini saya dan suami bersepakat untuk tidak membawa Naya ke mall saat weekend atau hari libur nasional. Lokasi rumah yang sangat dekat dengan mall memang sepertinya membuat kami gampang sekali memilih mall sebagai tempat mencari makan, mencari kado, bahkan sampai untuk sekadar menghabiskan waktu. Karena takut Naya kelak jadi addicted to mall, kami memutuskan untuk mengajak Naya menghabiskan waktu bukan di mall. Awalnya agak sulit untuk saya menentukan tempat mana untuk dikunjungi, karena tidak seperti di Bandung, sejujurnya di Surabaya ini public space yang nyaman untuk anak kecil sangat sulit ditemui. Well, at least that what i thought before. Ternyata engga juga lho!

Beberapa tempat di Surabaya sudah kami kunjungi. Walaupun murah meriah, engga ada AC, tapi ternyata Naya senang sekali lho! Malah jadi sering nagih saya atau bapaknya buat berjalan-jalan lagi. Bukan ke mall tentunya:D Yay! mission accomplished! *happy*

Berikut adalah beberapa tempat yang kami kunjungi.

1. Danau Angsa Kampus C Unair
Sejujurnya, saya engga tahu apakah nama lokasi ini benar-benar danau angsa:))) Saya yang menamakannya sendiri. Bertempat di dalam area kampus C Unair, lokasinya sangat dekat dengan rumah saya. Beberapa tahun lalu, saat tempat ini masih sepi, saya dan beberapa sahabat sering berfoto-foto di sini. Areanya tidak begitu luas, namun terasa sangat nyaman. Ada danau buatan lengkap dengan jembatannya. Banyak angsa berlalu lalang pula di sini. Untuk masuk ke sini tidak dipungut biaya. Biasanya yang kami lakukan selain berfoto-foto adalah mengejar-ngejar angsa (Naya) atau sekedar melihat gerombolan ikan berenang kian ke mari dalam danau. Pada saat weekend biasanya banyak mahasiswa yang berjualan di mobil. Enak-enak lho makanannya!

Saya dan Naya dengan background angsa-angsa:D
2. Kebun Bibit Surabaya
Jauh sebelum menikah, saya sering kedapatan lokasi syuting di tempat ini. Dulu saya sempat iseng ngebatin. Ah nanti kalau punya anak mau saya ajak ke sini. Ternyata kesampaian:))) Menempati area seluas hampir 6 hektar, kebun bibit Wonorejo ini lumayan ramai dikunjungi orang terutama saat weekend. Untuk masuk ke kebun bibit, kita tidak dipungut biaya. Asiiiik irit! 

Naya sangat senang diajak ke sini. Selain tempatnya yang adem karena penuh pepohonan, Naya juga bisa memberi makan rusa, melihat musang, memberi makan ikan, dan jajan! *ini sih emak sama bapaknya*. Banyak jajanan jaman sekolah dulu yang tersedia dengan harga murah meriah. Playground pun tersedia di sini, lumayan lengkap mulai dari ayunan, perosotan sampai odong-odong. Oh ya, kita bisa juga naik delman lho di sini. Naya suka sekali! Pssst, cuma 4000 rupiah seputaran. Sama seperti uang parkir di mall ya:p

3. Taman Lansia Surabaya
Taman Lansia berada di sekitaran jalan Kalimantan. Karena berlokasi di area bekas pom bensin tengah kota, tempat ini tidak begitu luas. Hanya ada satu perosotan dan satu ayunan tersedia di playground. Walaupun begitu, lagi-lagi Naya suka sekali menyaksikan air mancur dan berjalan di bebatuan yang konon bisa dijadikan fasilitas refleksi kalau kita berjalan di sana tanpa alas kaki. Saya sih engga kuat, kerasa sakit banget!:p Untuk masuk ke taman ini, gratis!:D

4. Monumen Kapal Selam Surabaya
Cukup membayar 8000 rupiah/orang, kita dapat masuk ke dalam monumen kapal selam dan menyaksikan video sejarahnya. Di area ini juga ada kolam renang yang rupanya baru dibuka. Selain itu, kita juga bisa  berfoto dengan monumen ikan Sura dan buaya, icon kota Surabaya, serta menyaksikan anak-anak muda berseluncur dengan skateboard.

5. Taman Prestasi
Berlokasi di daerah Simpang Dukuh, menurut saya mainan anak yang tersedia di playgroundnya terbilang sangat lengkap dan banyak. Surga buat anak kecil deh. Mulai dari rumah-rumahan, kuda-kudaan, sampai naik perahu ada! Juaranya sih buat saya naik perahu. Hanya membayar 4000 rupiah/orang, kita diajak naik perahu menyusuri kali Brantas yang *surprise surprise!* bersih dan engga bau lho! Benar-benar pengalaman menyenangkan dan murah meriah *teteup*:p


So far, kami sekeluarga sangat menikmati kunjungan kami ke taman-taman ini. Murah meriah, bersih, asri, nyaman dan sangat menyenangkan. Saya terutama sangat senang karena melihat Naya mau bermain! Walaupun tidak bertahan terlalu lama, tapi tetap saja:D

Terimakasih bu Risma!

Jadi, engga ke mall? Ah, bisa!:p
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...