Setelah menikah, hobi saya ini bertambah intens karena ternyata
suami pun memiliki hobi yang sama. Well, tidak terlalu sama sih karena saya
pencinta drama dan anti perang, suami pencinta film perang dan anti drama. Saya
pencinta film imajinasi, suami lebih suka film dokumenter. Lah terus kapan
bertemunya?:))) Yaaa karena inti dari pernikahan adalah kompromi, lama kelamaan
baik saya maupun suami bisa mengkompromikan kesukaan dan ketidaksukaan kami
masing-masing. Yang penting, menonton film bersama!
Rupanya benar juga ungkapan kehadiran anak mengubah
semuanya. Saya dan suami yang setidaknya seminggu 2 kali menonton film bioskop,
tak pernah lagi ke bioskop setelah ada Naya. Boro-boro bioskop, tidur tenang 24
jam saja rasanya sudah suatu anugerah hahaha. Apalagi untuk saya, pergi
meninggalkan Naya ke bioskop sebentar pun sama artinya dengan menghabiskan
tabungan ASIP saya yang sudah tak seberapa itu. Belum lagi saya tak tega
menghabiskan waktu lain di luar pekerjaan rumah sakit saya tanpa Naya.
Seingat saya, kami baru menonton bioskop lagi setelah Naya
berusia 2 tahun, dan sudah disapih. Waktu itu mama saya berkunjung ke Surabaya
dan bisa saya titipi Naya. Sepanjang
film, saya pun tak tenang karena khawatir dengan Naya yang saya tinggal. Lebay
ya? Yah, mungkin semua ibu pun akan begitu. Mungkin. Sampai saat ini pun,
frekuensi saya dan suami menonton film di bioskop bisa dihitung dengan jari di
satu tangan.
Ngomong-ngomong soal bioskop, kemarin saya membawa Naya
melihat film di bioskop untuk yang pertama kalinya. Saya memang sengaja tidak
mengajak Naya ke bioskop sebelum Naya mengerti benar.
Tujuan utamanya tentu karena saya tidak ingin orang lain
yang juga membeli tiket tidak merasa terganggu dengan tangisan, kerewelan,
keributan atau lalu-lalang anak kecil di dalam bioskop. Saya ingin Naya kelak
menjadi orang yang tidak egois. Bagaimana cara yang paling tepat mengajarkannya
selain dengan memberikan contoh?:D
Jadi ingat, saya pernah menonton film rating R alias dewasa
dengan suami. Bukan hanya karena banyak adegan ranjang saja, tapi karena film
tadi dipenuhi dengan tembak-tembakan, pancung-memancung kepala dan darah di
mana-mana. Bahkan saya saja yang dewasa bolak/I harus menutup mata dan telinga
karena tak tahan. Eh, ada lho penonton lain yang membawa kedua anak balitanya.
Iyaaa, dua! Salah satunya bahkan masih bayi dan rupanya takut mendengar suara
keras pertempuran film sehingga menangis dari awal sampai akhir film. Rupanya
orangtua dua balita tadi merasa
gue-kan-udah-bayar-tiket-bioskop-so-deal-with-it!
Apapun alasannya, entah kangen ingin menonton bioskop tapi
tidak bisa meninggalkan anak di rumah, atau film aktor pujaan diputar tapi
harus menyusui, ada baiknya mengajak anak –apalagi balita- ke bioskop dipertimbangkan
terlebih dahulu. Please, don’t be selfish. Iya saya tahu, hak semua orang kok
untuk menonton bioskop dengan membawa anak. Tapi jangan lupa, hak semua orang
juga lho menonton bioskop dengan nyaman. Selain itu seandainya anak sudah
kooperatif untuk menonton bioskop pun pastikan film yang dipilih memang
benar-benar sesuai dengannya. Sekali lagi, please don’t be selfish. Bukan tak
mungkin lho anak trauma dengan satu adegan yang ia tonton dan berimbas sampai
anak dewasa.
Kembali ke soal bioskop dengan Naya. Karena saya sudah
menjelaskan jauh hari sebelumnya apa itu bioskop, bagaimana tata cara menonton
bioskop (Jadi kakak engga boleh keluar masuk kamar mandi, harus pipis dulu
sebelumnya. Engga boleh juga berisik, teriak-teriak atau jalan-jalan. Jangan
sampai orang lain yang nonton merasa terganggu. Kakak harus duduk manis di
kursi ya, jangan berdiri di atas kursi. Dan seribu aturan lainnya), Naya
sepertinya excited untuk menonton film di bioskop.
Saya memeriksa jadwal main film di bioskop dekat rumah.
Rupanya kebetulan hanya ada satu film yang layak tonton untuk Naya, Cinderella.
Awalnya saya agak ragu juga sih memilih film ini untuk ditonton, karena
walaupun Naya suka sekali cerita Cinderella, Naya tidak suka dengan hal yang
berbau-bau princess. Ajaib ya? Di kala yang lain terkena demam Frozen, Naya
tetap bergeming tak ingin tahu. Saat semua sedang heboh dengan Sofia The First,
Naya tak juga peduli.
Saya juga bingung sih sebenarnya karena seingat saya, waktu
seumur Naya, saya pencinta princess banget! Baju harus yang panjang berenda
agar bisa sedikit saya pegang ujungnya saat berjalan, selimut saya jadikan
jubah, saya bahkan membuat tiara dari kardus agar tampak seperti princess yang
asli. Dulu masih jarang sih toko yang menjual pernak-pernik princess. Makanya
sekarang setiap melihat barang-barang berbau princess, saya suka kalap ingin
langsung membeli saja!:))) Sayangnyaaaa, ya itu, yang dibelikan tak tertarik.
Seandainya ada ukuran saya, mungkin saya mau juga memakainya sendiri:p
Saya tanyakan pada Naya, “Kak, ada nih film anak-anak di
bioskop. Tapi Cinderella. Yang lain engga ada. Kakak mau?”
Naya menjawab bersemangat, mengangguk-angguk berulang kali.
Hari itu, sepulang siaran –iyaa, saya siaran setiap hari
sekarang:p-, saya sempatkan diri ke bioskop dekat rumah untuk membeli tiket.
Kemudian saya pulang dan menyiapkan Naya untuk les. Maklum, ART pulang kampung –lagi-:(
Setelah les, saya, suami dan Naya ke bioskop.
Dari awal, saya dan suami sudah memperkirakan kalau Naya tak
akan tahan 2 jam di dalam bioskop. Pendengaran dan penglihatan Naya sungguh
sangat sensitif sehingga kami memperkirakan Naya justru akan terganggu selama
menonton film. Nyatanya, memasuki bioskop Naya tampak sangat excited. Popcorn
yang dibeli papanya dihabiskan sedikit demi sedikit. Saat film dimulai, Naya
memang agak sedikit terganggu dengan suara dan visualnya. Naya menutup
telinganya sedikit, dan memeluk tangan saya.
Film Cinderella ini dimulai dengan film pendek Frozen fever.
Lucu deh menurut saya. Tapi itu kan menurut saya ya, menurut anak saya yang tak
suka Frozen ini ya engga banget. Walaupun begitu, Naya tampak menikmati film
yang diputar popcorn yang ada. Dalam 20 menit pertama, saya sudah menangis 2 x,
sementara Naya masih saja sibuk menghabiskan popcorn. Lalu saat saya sedang
tersedu-sedu menyambut berita kematian ayahanda Cinderella, anak gadis
mengacaukan moment tadi dengan “Mama, kakak laper. Yuk kita pulang aja. Filmnya
ga seru. Kakak kan sudah tau ceritanya Cinderella.” -_____________-“
Ya sudahlah ya hahaha, hanya 20 menit kami habiskan dalam
bioskop. Bukan karena Naya takut melihat gambar yang super terang atau suara
yang terlampau keras, its simply just because she didn’t like it. I should have been known this-_-"
Tips untuk orangtua yang ingin membawa anak ke bioskop nih:
1.
Pastikan anak sudah cukup umur. Suara yang cukup
keras bisa mengganggu anak lho!
2.
Pilih film yang cocok untuk anak, dan –tak kalah
penting- disukai anak.
3.
Siapkan jaket karena suhu bioskop yang cukup
dingin.
4.
Siapkan cemilan yang banyak.
5.
Jangan lupa ajak anak buang air dulu sebelumnya.
Semoga dalam waktu dekat ada film anak yang diputar di
bioskop lagi yang disukai Naya ya! Supaya kami bisa menonton lebih dari 20
menit:))
1 comment:
haha..lucu bgt sih komennya si naya.
nice tips, dok. iya, srg bgt pas aq nnton ( aq n suami suka film genre thriller n medieval) ada ortu yg bawa anaknya bhkan yg masih baby. alhasil pas adegan klimaksnya yg brsuara keras n mengagetkan anaknya nangis. kasihan kan dia klo mulai kecil sdh srg mendengar suara sprt suara tembakan, :)
mumpung saya msh belum ada momongan jd dpuas2in dlu nonton k bioskopnya.
Post a Comment