Thursday, March 5, 2015

The Future Actress

Sudah lama juga ya saya tidak update soal Naya yang sebentar lagi mau berulangtahun ke-4. Ngomong-ngomong soal ulangtahun, sudah beberapa bulan ini saya harus merayu Naya mati-matian untuk berulangtahun ke-4. Lho? Aneh? Iyes, memang begitu. Saya juga bingung sendiri.
Naya: "Mama, pokoknya kakak itu maunya ulangtahun ke-6, bukan ke-4. Temen-temen kakak di kelas juga ulangtahunnya ke-6 kok."
Saya: "Lho, tapi kan kakak sekarang baru umur 3, kalau ditambah 1 tahun jadi 4 kan?"
Naya: "Iya, tapi kakak engga mau umur 4, maunya umur 6!"

Setelah berminggu-minggu yang penuh penjelasan dan memerlukan pengertian serta kesabaran tiada berbatas *dari emaknya ya tentu*, akhirnya mengerti juga Naya mengenai konsep umur. Ada-ada saja deh!-_-"

Di usianya yang memasuki hampir 4 tahun ini Naya tambah pintar dan cerdas. Saya selalu saja lupa lho kalau anak saya masih berusia 3 tahun lebih. Karena cara bicara dan cara menjawab pertanyaannya yang menyerupai anak 10 tahun -lebay:p-, saya pernah emosi sendiri saat mendapati Naya menangis gegara takut dengan suara hujan. Hish, masa anak 10 tahun bisa menangis sih cuma karena hujan? Wait, what? Oh ya lupa, anak saya kan asih 3 tahun:))) Maaf ya nak, mamanya suka lupa sendiri nih:p Tapi rupanya, yang sering lupa umur anak bukan cuma saya, saudara-saudara! Yaaaay! *bagi-bagi kesalahan*:))) Ternyata papanya, utinya, bahkan nanny Naya sendiri juga sering lupa kalau Naya masih berusia 3 tahun.

Alhamdulillah, masalah sosialisasi dan adaptasi yang dialami Naya sangat membaik saat ini. Kalau dulu Naya ketakutan sampai bisa menangis histeris setiap melihat anak kecil, saat ini sudah lumayan banget. Yaa masih takut sih, tapi paling hanya sekadar menjauh tidak sampai menangis segala. Naya juga sudah punya teman sebaya di sekolahnya. Eh, tidak sebaya juga sih ya, beda beberapa tahun di atasnya, lumayanlah. Naya mau berkomunikasi dengan teman-temannya, mau bermain bahkan Naya punya sahabat! Aduh saya senang sekaliiiiii:D Alhamdulillah, akhirnya ikhtiar kami sebagai orangtua menunjukkan hasil. Walaupun rada kebablasan, saya sih tidak ambil pusing. Misalnya saja, Naya tidak mau masuk SD -walaupun sudah ada yang bersedia menerima- dengan alasan mau sekelas terus saja dengan sahabatnya itu. Atau Naya yang sekarang suka sekali bermain daripada belajar hahahaha. Kebablasan? Well i dont care, karena sesungguhnya bermain adalah satu-satunya tugas seorang anak.

Naya masih sangat perfeksionis. Mungkin karena perfeksionisnya ini, Naya terpilih menjadi asisten guru di kelas walaupun paling kecil. Saya sering menahan tawa setengah mati kalau mendengarkan asisten cilik ini menceritakan teman-temannya dengan nada mengomel.
"Mama tau engga, temen kakak Berto? -Bukan nama sebenarnya, Red- Berto itu tadi kakak omelin karena engga mau diam, celometan terus di kelas. Mungkin telinganya engga pernah dibersihkan jadi banyak kotoran. Kan engga boleh ya ma berisik di kelas? Kasihan yang lain engga bisa belajar?"

(Otomatis dong ya saya membayangkan anak unyil yang satu-satunya cewek di kelas dan yang paling muda, belum lagi yang paling kecil di kelas dengan judesnya ngomelin anak orang hahaha).

Lain kesempatan, Naya bercerita, "Mama, temen kakak Budi -masih bukan nama sebenarnya, Red-itu tadi engga mau berbaris pas masuk kelas. Kakak tadi bilang harus baris biar rapi, harus teratur dan mau diatur." (Saya lagi-lagi setengah mati deh menahan keinginan untuk ngakak. Asal tahu saja, tinggi Naya dibandingkan teman-teman sekelasnya beda jauuuuh).

Walaupun sudah banyak kemajuan tentang Naya, saya mempunyai kekhawatiran baru terhadapnya. Deuuuh nama pun emak-emak ya, kapaaaaan sih bisa tak khawatir?-_-" Apa yang saya khawatirkan? Naya sekarang sangat manipulatif. Agak-agak mengerikan ya. Naya bisa saja membuat orang lain melakukan apa yang ia mau tanpa orang tsb menyadari kalau sejak awal Naya yang mengaturnya berbuat begitu. Seram kan ya kalau tidak diarahkan ke hal baik?

Contoh yang paling gampang ya, Naya bisa akting menangis dengan baik! Iya saking baiknya, benar-benar meneteskan air mata lho! Selain saya, tidak ada orang yang tahu kalau Naya sedang akting. Terkadang menangis pura-pura ini yang dijadikan Naya "senjata". Gawat deh!

Coba lihat foto ini.
The Future Actress:p

Saya mengambil foto ini begitu tahu anak gadis sedang berancang-ancang akting menangis. Ke-empat frame dalam foto ini saya ambil dalam hitungan detik. Kalau penasaran, bolehlah zoom fotonya. Di situ terlihat jelas Naya meneteskan air mata sungguh-sungguh. Mimik wajahnya pun sangat meyakinkan. Tapi dalam beberapa detik, Naya sudah nyengir cengengesan sambil bilang "Cuma pura-pura kok!". Kalau saya sih hafal banget ulahnya ini, lah kalau yang lain? *geleng-geleng kepala*

Bukan soal akting saja, Naya juga bisa lho memutarbalik omongan supaya keinginannya dituruti. Contoh yang paling saya ingat adalah soal handphone. Naya gemar sekali memainkan handphone saya. Bukaaaan, bukan untuk main games apapun. Toh, saya juga engga punya games apapun di handphone. Naya suka sekali BBM-an atau Whatsapp-an. Bukan cuma dengan papanya atau utinya, tapi dengan siapa saja termasuk juga dengan profesor guru saya di rumah sakit *tepok jidat*. Dikira temannya mungkin ya-_-" Naya juga sering sekali nimbrung di percakapan grup BBM Group atau Whatsapp Group milik saya. Hadeeeeuhhh.

Karena Naya beberapa kali asyik BBM atau Whatsappan dengan guru saya yang membuat saya sungkan bukan kepalang, akhirnya saya passwordlah handphone yang entah bagaimana caranya selalu saja bisa diketahui Naya. Malah terkadang karena terlalu sering gonta-ganti password, saya lupa dan harus bertanya pada Naya :))) Payah benar nih emaknya Naya:p

Naya bilang ingin sekali punya handphone agar bisa sesukanya BBM-an atau Whatsappan dengan "teman-temannya" -Baca: teman-teman saya maksudnyeeee-. Tentulah saya tolak.
Naya: "Kakak itu kepingin punya handphone sendiri ma biar bisa BBM-an sama budhe Mei, tante Riris atau Uti. Kalau nunggu mama pulang dari rumah sakit kan lama.'
Saya: "Kak, kakak kan masih 3 tahun. Nanti mama belikan handphone kalau kakak sudah 17 tahun ya:p Engga ada kak anak 3 tahun yang punya handphone itu."
Naya; *dengan santainya* Yaaah, anak 3 tahun lain kan engga ada yang bisa baca sama nulis BBM apa Whatsapp ma!"
Saya: *bingung* akhirnya jawab "Ya nanti ya kalau mama punya rejeki lebih*

Rupanya saya salah karena menjawab seperti itu. Naya sepertinya menganggap kalau dia tidak diperbolehkan punya handphone hanya karena mamanya -yang suka asal ngomong kalau kepepet huhuhu maafkan ya naaak-tidak punya uang. Jadilah anak gadis mengajak Utinya ngobrol.
Begini percakapan mereka (seperti yang diceritakan utinya pada saya)
Naya: "Eh eh eh uti uti, tahu engga kabar yang sedang panas akhir-akhir ini?" (Deuh kakak Aya, bahasa udah macam presenter infotainment:p)
Uti: " Engga. Apa memangnya?" (Sudah engga bingung dengan cara ngomong cucunya).
Naya: "Itu lho, banyak penculikan anak kecil segede kakak, uti."
Uti: "Oh yaa? Masaa?" *mulai panik*
Naya: "Iya. Kakak itu sebenarnya lagi bingung lho uti. Kalau kakak dideketin orang jahat terus gimana ya? Kakak mau teriak panggil mama atau orang lain kan suara kakak masih pelan, pasti engga kedengeran. Kakak mau telpon atau BBM atau Whatsapp mama juga engga bisa, gimana caranya kalau engga punya handphone? Gimana dong uti?"
Uti: "Oke kak, besok uti kirim handphone satu untuk Aya ya!"
-________________________-"
(Btw, setelah perang antara saya dan mama saya akhirnya mama saya alias uti Naya membatalkan rencana mengirim handphone untuk cucunya. fyuuuuh!)

Lain kesempatan, saya sedang berjalan-jalan di mall bersama Naya. Oh ya, entah menurun dari siapa -saya engga!-, Naya ini suka sekali dengan sepatu. Hobinya minta dibelikan sepatu. Sepatu Naya bahkan jauh lebih banyak dari sepatu saya lho! Kembali ke mall. Naya melihat sepasang sepatu berwarna ungu di toko. Naya memang belum punya sepatu dengan warna tsb. Saya yang sudah melihat binar-binar di mata Naya saat melihat sepatu tadi langsung mengingatkan.
Saya: "Kak, engga usah beli sepatu lagi yaa. Kan sudah banyak di rumah. Baru bulan lalu kan kakak dibelikan uti sepatu baru."
Naya: "Engga kok. Siapa yang minta dibelikan sepatu? Kakak kan cuma lihat saja, ma."
Lalu kami berjalan menjauhi tempat jual sepatu tsb.

Di tengah jalan, Naya bertanya pada saya,
Naya: "Mama, kan mama suka ungu ya?"
Saya: *mulai mencium gelagat mencurigakan:))* He-eh.
Naya: "Mama punya sepatu ungu ya?"
Saya: "Iya, punya. Kenapa sih kak? Kakak pengin ya sepatu ungu tadi?"
Naya: "Ah engga. Kakak tuh cuma mikir aja kalau nanti kita pergi ke manaaaa gitu, mama pakai sepatu ungu terus kakak juga kembaran gitu pasti bagus banget ya ma? Nanti pasti deh orang-orang bilang "Aduh bu Meta, bagus banget sepatu bu Meta sama anaknya", gitu lho. Kakak mau nabung aja deh, moga-moga tahun depan kakak bisa beli sepatu yang tadi ya ma!"
Saya: *balik kanan, ke toko tadi beli sepatu ungu* :)))))
Aduh jebol juga tuh pertahanan saya. Tapi saya sedang membuat janji pada diri sendiri untuk tidak terlalu mudah memberikan apa yang Naya mau. PR banget nih! Bukan apa-apa, cara persuasi anak gadis satu ini begitu bagusnya sampai terkadang saya engga sadar. Doakan saya kuat ya! *halah*

Saya juga harus mengingat betul apa kemauan atau keinginan Naya, karena bisa jadi usulan yang keluar dari Naya berhubungan dengan kemauannya. Misalnya nih, selain handphone Naya ingin sekali punya laptop. "Bukan laptop mainan ya mama, yang ada gambar apelnya kayak punya mama sama papa, tapi gambar apelnya bukan stiker!" Begitu kira-kira permintaannya.

Beberapa minggu menjelang ulangtahun saya, Naya getol sekali membujuk suami, nannynya bahkan saya sendiri untuk menghadiahkan saya laptop baru.
Saya: "Kak, mama kan sudah punya laptop."
Naya: "Ya engga apa-apalah, diganti sama yang lebih baru, yang lebih bagus. Kan mama ulangtahun. Boleh kok beli sendiri, nanti tinggal minta uangnya saja ke papa atau uti."
Saya: "Engga ah. Laptop mama kan masih bisa dipakai."
Naya: "Iya sih, tapi kalau lebih bagus emang kenapa? Kan lebih enak."
Saya: "Lah terus nanti laptop mama yang lama dikemanain kak?"
Naya: "Yaaaa.. terserah mama. Disimpen juga boleh. Tapi kan sayang ma kalau disimpen aja. DIkasihin kakak juga boleh."
Saya: "Yeeee maunyeee:p"

Yaaa, manipulatifnya masih sebatas itu sih. Tapi jangan lupa, Naya masih hampir 4 tahun! Semakin besar, bisa jadi seperti apa? Ya Allah, berikanlah petunjuk pada emak Naya supaya bisa mendidik dan membimbing Naya sebaik mungkin, amin!

Saya masih punya banyak -banget- update soal Naya nih termasuk judesnya yang meningkat, pertanyaan-pertanyaannya yang semakin membuat sang emak ingin menangis bombay sampai pendapatnya terhadap berbagai hal yang mind-blowing. Nantilah yaa satu-satu saya update.
Hello! dari Naya dan emaknya yang baru bangun tidur:p

Eh, sudah pada ikutan Reborn Giveaway belum sih? Masih ditunggu lho sampai 16 Maret 2015. Masih banyaaaak kesempatannya!

1 comment:

Anonymous said...

Nayaaaaa....!!
Ini kalo gede, cucok banget jadi marketing handal ala kakung Hermawan Kertajaya dweeeh

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...