Thursday, July 25, 2013

Belajar Dari Anak Kecil

Tulisan ini bisa juga dibaca di web Ayahbunda.
Jangan lupa buat baca-baca tulisan lain disana yaaa, berguna banget lho:D
*
Anak kecilnya mama:')

Beberapa minggu yang lalu, saya stress luar biasa karena akan menghadapi sidang ujian. Saya juga jadi super sensitif, rasanya ingin sekali memasang tulisan ‘Senggol, bacok!’ di dada:p  Semua orang di rumah pun ikut kena getahnya. ART  saya omeli, babysitter dan bahkan Naya, anak saya yang masih berusia 2 tahun pun tak ketinggalan kena omel:(

Hal ini terjadi beberapa hari sampai suatu saat Naya ‘menegur’ saya. “Mama. Kok malah-malah telus sih? Kok engga senyum-senyum? Engga ketawa-ketawa kayak biasanya? Yuk main pelosotan sama kakak Aya bial senang, liang gembila lagi.”

Jleb. Duh, saya jadi tersadar betapa tidak dewasanya saya. Kok urusan di luar dibawa-bawa ke rumah, pakai ngomel ke semua orang rumah pula.
Saat itu juga saya belajar dari Naya untuk tetap senang dalam mengatasi masalah apapun. Lagipula, stress tetap tidak akan memecahkan masalah bukan? Jadi daripada menambah faktor risiko terkena penyakit, lebih baik saya menghadapi masalah dengan senyum dan tertawa. Persis seperti Naya yang selalu gembira setiap saat.

Sebelum menjadi ibu, saya merencanakan untuk mengajarkan anak saya kelak ini dan itu.  Tetapi ternyata setelah dua tahun menjadi ibu, saya menyadari kalau sebenarnya Nayalah yang banyak mengajari saya. Banyak sekali pelajaran yang saya ambil dari anak kecil ini.

Saya belajar untuk tidak mudah menyerah dari Naya. Saya ingat, sewaktu Naya mati-matian belajar berjalan. Baru selangkah, jatuh, berdiri lagi berusaha berjalan lagi. Jatuh lagi, berdiri lagi. Terus begitu sampai akhirnya Naya lancar berjalan. Tidak ada periode ‘ngambek’ karena lebih banyak jatuh daripada jalannya. Coba kalau saya. Baru mendapat masalah sedikit saja, sudah ‘protes’ ke Tuhan dan ingin menyerah rasanya. Tidak jarang juga ‘ngambek’ dan akhirnya menghentikan segala usaha.

Saya belajar tentang kesederhanaan dari Naya. Tidak perlu membelikan mainan yang mahal harganya untuk membuat Naya bahagia, bahkan botol minuman bekas bisa dijadikan mainan oleh Naya. Coba kalau saya. Boro-boro ada label ‘bekas’-nya, kadang demi gengsi inginnya beli sepatu atau tas yang branded dan mahal harganya. Padahal sebenarnya secara fungsi sama saja dengan yang murah.

Saya belajar tentang memaafkan orang lain dari Naya. Suatu saat, Naya pernah digigit oleh teman sekolahnya. Ketika itu, Naya menangis dan bilang ke saya kalau temannya itu nakal. Tapi keesokan harinya, saya melihat Naya sudah bermain dengan teman tadi, tanpa dendam, tanpa mengingat-ingat kesalahan teman itu. Coba kalau saya. Kalau ada orang yang menyakiti saya baik sengaja maupun tidak, saya sulit sekali memaafkan orang tadi. Malah terkadang mencari kesempatan untuk bisa membalas perbuatannya.

Saya belajar untuk selalu jujur seperti Naya. Layaknya anak kecil lain yang masih polos, Naya selalu berkata jujur. Saya sendiri tidak tahu berapa persisnya kebohongan yang pernah saya buat, saking banyaknya:D

Saya belajar untuk punya imajinasi tinggi seperti Naya. Saya percaya imajinasi akan memunculkan kekreatifan yang dibutuhkan dunia saat ini. Saya sendiri selalu berpikir ‘inside the box’. Tidak seperti Naya, saya tidak pernah membayangkan keranjang cucian bisa menjadi ‘perahu’, talenan bisa menjadi ‘tablet-kayak-punya-mama’, atau kolong tempat tidur bisa menjadi ‘tenda kemah’.

Saya belajar untuk selalu penasaran seperti Naya. Naya selalu punya pertanyaan untuk apapun. “Ini apa? Kenapa? Gimana? Siapa “dan sejuta kata tanya lainnya. Tapi saya menyadari bahwa pertanyaan-pertanyaan itulah yang membuat Naya belajar segala hal baru di hidupnya. Sementara saya yang untuk mencari informasi tinggal mengetik di tablet, malas sekali untuk mengetahui atau belajar hal baru.

Saya belajar untuk selalu berpikir positif dari Naya. Karena kepolosannya, Naya tidak pernah berpikiran negatif kepada orang lain. Coba kalau saya. Terkadang saya bahkan berpikiran negatif hanya karena melihat penampilan luar seseorang. Selain itu, Naya selalu bisa melihat hal positif dibalik hal negatif. Misalnya saja saat lingkungan rumah saya mati lampu di malam hari. Saat saya ngomel-ngomel, Naya justru senang karena bisa bermain bayangan tangan menggunakan senter.

Saya belajar untuk tetap ingat ‘bermain’ di sela-sela kesibukan. Dengan bermain,
hidup akan terasa lebih menyenangkan dan semua masalah akan terasa lebih ringan. Sesekali bersikap kekanakan tidak ada salahnya kan? Sambil bermain dengan anak, kita juga akan merasa lebih fresh!

Saya yakin, banyak sekali hal yang bisa kita pelajari dari anak kecil. Sebagai orang dewasa, terkadang kita terlalu khawatir dan takut tentang banyak hal diluar kendali sehingga kesenangan dan keindahan hidup menjadi terabaikan. Seandainya semua orang belajar dan mengambil hal positif dari anak kecil, pasti lebih banyak yang akan merasa bahagia dibanding dengan yang stress atau depresi.

Terimakasih ya anak-anak untuk semua pelajarannya. Selamat hari anak!

“We don’t stop playing because we grow old. We grow old because we stop playing.” (Unknown)


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...