Sekitar jam 8 pagi, Amsterdam masih gelap gulita. Cuacanya? Jangan ditanya! Dingiiiiin banget. Saya kembali memakai berlapis-lapis baju supaya terasa hangat tapi tetap saja kedinginan LOL.
Kami berjalan-jalan di kawasan De Jordaan. Area ini dikelilingi oleh toko kecil dan kanal yang indah sekali pemandangannya. Semerbak roti yang dipanggang menyambut kami di mana-mana. Benar-benar membuat ngiler.
I LOVE autumn! |
Museum EYE adalah satu museum yang membahas mengenai sejarah perfilman. Kapan film pertama kali dibuat, bagaimana cara pembuatannya, sampai film-film bersejarah bagi bangsa Belanda. Untuk masuk ke museum ini tidak ditarik bayaran. Mungkin karena bukan hari libur, tidak banyak pengunjung yang datang ke museum, sehingga saya dan suami bisa puas menikmati semua game interaktif yang ada. Kita bisa ikut membintangi film pendek di sana dengan gratis. Tinggal berpose di green screen lalu berakting sesuai alur cerita film. Lucu banget deh! Saya juga tak ketinggalan mencoba walaupun bingung harus berakting bagaimana karena alur cerita dijelaskan dalam bahasa Belanda haha. Selain itu, kita bisa menonton koleksi film yang ada di sana dengan membayar beberapa Euro.
Dari Eye museum, kami menyebrang kembali ke Centraal Station untuk mencari sarapan. Di dalam stasiun, banyak sekali penjual makanan dan minuman. Namun pilihan kami jatuh pada The Doner Company yang menjual berbagai kebab. Kenapa? Karena jelas ada label halalnya:D
Setelah sarapan, kami berjalan kaki menuju Red Light District. Iya sih, rencananya kan ke sana malam sebelumnya. Tapi, kami malah ketiduran waktu itu. Maklumlah, di Indonesia sudah tengah malam. Kami memang sedikit kesulitan beradaptasi dengan perbedaan waktu di Indonesia dan Eropa. Makanya jam 2 pagi waktu Eropa kami sudah melek, tapi jam 6 sore waktu Eropa kami sudah nyenyak tidur LOL.
Di Red Light District, tidak telalu banyak aktivitas yang ada. Memang biasanya para gadis di dalam etalase kaca baru bermunculan sore sampai malam hari. Tapi, ternyata ada juga lho yang sudah stand by! Telanjang bulat menari-nari dari balik etalase kaca. Saya sampai malu sendiri melihatnya. Di kawasan Red Light District ini pun bertebaran S*xshop, toko ganja sampai toko perlengkapan untuk mengganja.
Di dekat Red Light District, sedang ada Fair alias pasar kagetan. |
Overall, kami memiliki pengalaman menyenangkan selama di Amsterdam. Thank you Amsterdam, see you later (very soon:p).
Kami berangkat ke Brussels dengan kereta Thalys. Kereta super cepat antar negara di Eropa yang super nyaman. Harganya memang sangat mahal, tapi beli beberapa bulan sebelum tanggal keberangkatan, harganya masih sangat murah dan terkadang ada promo besar-besaran. Ruginya memang jadi tidak bisa ditukar tangga atau waktu keberangkatan. Untuk yang sudah fixed itinerary-nya seperti saya, pas banget deh!
Perjalanan dari Amsterdam ke Brussels ditempuh dalam waktu 2 jam. Di perjalanan, kami disuguhi pemandangan yang indah. Tapi, karena mengantuk, saya mah tetap tidur di perjalanan haha. Kereta ini bersih, dilengkapi dengan free Wi Fi, socket alias colokan, dan kursinya juga nyaman.
Sampai di Gare du Midi Brussels, kami mencari vendor penjual MOBIB atau public transportation card di Brussels. Yasalaaaam, susah banget mencarinya. Nyasar ke sana-sini, naik turun tangga dengan bawaan berat, akhirnya ketemu juga. Tapi belum selesai rupanya perjuangan, karena kami harus mencari arah menuju airbnb yang telah disewa.
Menurut saya, sistem transportasi publik di Amsterdam jauh lebih friendly-user dibanding di Brussels. Ribet lho! Mungkin karena kami saja yang tak mengerti sih hehe. Benar saja, sudah naik metro lumayan lama, kami baru sadar kalau metro yang kami naiki adalah metro dengan arah menjauhi airbnb kami. Ampun deh! Mana sedang dingin-dinginnya. Turun di stasiun terdekat, kami kembali nyasar karena turun di 1 pemberhentian sebelum tempat kami. Karena malas naik turun metro membawa bawaan berat, kami memutuskan untuk berjalan kaki ke airbnb.
Di Amsterdam, rasanya nyaman saja membawa koper berat ke mana-mana dengan berjalan kaki karena jalanan yang ada dibuat rata sehingga mudah menggeret koper beroda. Di Brussels, jalanannya berpaving block, tapi yang tidak rata sehingga susah sekali menggeret koper ke sana ke mari. Capek cyin! Selain itu, saya melihat betapa banyaknya tembok atau public space lain yang terkena vandalisme. Banyak dicoret-coret, dan kesannya tak sebersih Amsterdam.
Kami tinggal di sebuah apartemen dekat dengan pusat kota di Brussels. Pemiliknya, Donatas dan sang pacar, Agne adalah arsitek dan ahli tata kota. Tak mengherankan kalau apartemen milik mereka tertata dengan sangat indah. Minimalis modern, bersih dan simple.
Awalnya sih, kami berencana menaruh koper lalu berangkat lagi ke pusat kota karena masih jam 6 sore waktu Brussels. Apa daya, kami super mengantuk, ditambah lagi sepertinya suami saya sudah kadung ilfeel melihat Brussels (yang menurutnya) tak seperti ekspektasinya. AKhirnya, kami menghabiskan waktu dengan tidur, hitung-hitung simpan tenaga untuk mengeksplor Brussels keesokan harinya.
Besok, setelah mengeksplorasi Brussels, kami akan berangkat ke... ke manaaa? LONDON! Yey, i cant wait! (Just to remind you, London is one of my childhood dream).
Tunggu cerita lengkapnya ya;)
No comments:
Post a Comment