Hari ini adalah hari ke-10 saya di Soe. Saya sudah mulai terbiasa menyalakan kompor minyak tanah setiap hari -hahaha, prestasiiii!;p-, sudah terbiasa juga melihat anjing liar berkeliaran dimana-mana.
Untuk pasien yang datang, saya sudah terbiasa kedatangan pasien gizi buruk.
Kemarin saya kedatangan pasien berusia hampir 2 tahun. Berat badannya "hanya" 5 kg, sementara berat waktu lahir 3,5 kg. Anak ini hanya dapat minum air teh dan air santan sejak lahir. Ayahnya seorang guru SD-yang sebenarnya saya harapkan lebih teredukasi-, sementara ibunya ibu rumah tangga. Sewaktu saya tanya kenapa tidak pernah diberi susu, sang ayah menjawab karena setiap minum susu, anaknya selalu diare. ASI ibu menurut ayah, tidak keluar sejak lahir. Anak ini lemah sekali. Tulang-tulang iganya terlihat jelas terbungkus kulit, mata cowong, dan bahkan tidak bisa menangis, entah sejak kapan. Sewaktu perawat memasang infus, anak ini tidak bereaksi sama sekali saking lemahnya.
Keesokan harinya, saya kedatangan lagi pasien gizi buruk. Usianya sudah 11 tahun, beratnya "hanya" 10 kg saja. Sama seperti pasien sebelumnya, anak ini pun tidak pernah mendapat susu, baik ASI atau formula karena tidak mampu. Jadi selain air teh, air gula, air santan, anak ini hanya mendapat air putih seumur hidup. Sungguh miris hati ini melihatnya.
Selain itu, penyakit yang paling sering membawa anak di Soe datang ke rumah sakit adalah diare. Kesadaran menjaga kebersihan personal atau lingkungan di daerah ini menurut saya masih sangat rendah. Jangan heran, saya hampir tidak pernah melihat pasien anak yang kukunya tidak hitam dan kotor. Jangan kaget juga kalau mendengar terakhir kali mereka mandi adalah sudah sebulan yang lalu atau lebih. Selain karena dingin, air bersih juga masih langka di sini.
Saya pernah kedatangan pasien berusia 6 bulan dengan diare, anggap saja namanya Alfonso. -PS: oh ya, nama orang di sini keren-keren macam di telenovela lho! Mungkin karena masih ada hubungan dengan Portugis ya;)- Menurut ibu, anaknya ini sering sekali diare. Setelah saya selidiki, ternyata Alfonso sejak lahir hanya punya satu botol susu dengan satu dot. Tidak pernah direbus, boro-boro disteril. Setiap pagi, hanya disiram air panas. Satu kali saja setiap hari. Saat saya lihat, dotnya penuh jamur, dengan banyak bintik-bintik hitam di sekitarnya. Beberapa hari opname, akhirnya Alfonso sembuh, sudah tidak diare lagi. Saya mengedukasi orangtua untuk membeli dot baru, setidaknya 6 botol. Atau lebih baik lagi tidak usah pakai botol dan dot, dari gelas saja. Saya minta perawat untuk mendampingi saya menerangkan edukasi ke orangtua dengan bahasa daerah agar lebih gampang dimengerti. Apa yang terjadi? Hanya satu hari setelah dipulangkan, Alfonso sudah kembali opname karena diare. Dan coba tebak, dotnya masih satu itu, yang penuh dengan jamur dan noda hitam di permukaannya-___________-"
Saya pun masih sering melihat bayi yang dipanggang. Mungkin aneh ya menurut kita, tapi ternyata kebiasaan ini memang sudah sangat membudaya. Kemarin, ada bayi berusia 1 minggu yang datang kontrol ke rumah sakit setelah lahir. Berat lahirnya 1,7 kg. Saat ditimbang, beratnya turun jadi 1,2 kg. Saya yakin karena dehidrasi. Bau asap tercium dari tubuhnya. Saat saya balik, tampak kulit punggungnya seperti luka bakar. Sedih ya:( Ibunya bilang, agar bayi ini tidak meninggal karena kedinginan, ia dibakar di atas bara api. Dan ternyata, dari cerita yang saya dengar, rupanya kebiasaan panggang memanggang ini tidak hanya diperuntukkan bayi tapi juga ibu hamil. Ada budaya yang serupa untuk ibu hamil, yaitu dipanggang di atas bara api agar roh jahat yang dapat menempel di bayi dalam kandungan pergi. Saya sampai merinding mendengarnya.
Ada lagi bayi lain yang kontrol saat usia 2 minggu. Berat lahirnya 3 kg, tapi saat kontrol turun menjadi 2,1 kg. Bayi tampak kuning seluruh tubuh. Saya tidak bisa memeriksa kadar bilirubinnya karena tidak ada alat di sini, tapi kalau melihat dari kuningnya, saya yakin kadar bilirubin total pasti diatas 20 mg/dl.
Saya: "Ibu, kenapa bayinya turun berat banyak sekali?"
Ibu: "Sonde tahu, bu dokter." (Tidak tahu, bu dokter.)
Saya: "Karmana minum ASI-nya? Banyak?" (Bagaimana minumnya? Banyak?)
Ibu: "Ho'e. Pintar sekali." (Iya, pintar sekali)
Saya: "Sehari menetek berapa kali?"
Ibu: "Banyak bu dokter."
Saya: "Berapa kali?"
Ibu: "Bisa sampai 2 atau 3 kali."
Saya: -____________________________________-"
FYI, seharusnya newborn minum 2-3 jam sekali setidaknya;)
Soe, Nusa Tenggara Timur ini masih merupakan wilayah Indonesia. Perjalanan dari kota besar di pulau Jawa pun tidak memakan waktu sampai berhari-hari. Cukup 2 jam dengan pesawat terbang, dilanjutkan kurang lebih 3 jam dengan mobil. Transportasi masih bisa didapatkan dengan mudah. Kenyataannya, pendidikan dan kesehatan penduduk di sini sangat jauuuuuuuuuhhhhhh tertinggal dibanding di pulau Jawa. Di Surabaya pun saya masih sering menemukan anak dengan gizi buruk, memang. Tapi, karena pelayanan dan fasilitas kesehatan yang memadai, banyak pula kasus anak gizi buruk yang dapat ditangani.Di sini?:(
Saya memang hanya sebulan bertugas di sini. Tapi saya sangat berharap setidaknya kehadiran saya dapat memberikan sedikit pencerahan dan manfaat bagi masyarakat sini. Semoga. Doakan ya!
1 comment:
Ya Allah, miris banget.
Post a Comment