Sunday, June 16, 2013

Part-time Mother

Beberapa waktu yang lalu, timeline twitter saya heboh dengan kontroversi soal Full-time vs Part-time Mother. Saat membaca sekilas, saya sih cuma tersenyum cantik, masih dibahas sih hari giniiiii kayak engga ada bahasan lain aja. Penasaran, saya search keywords "Full-time mother" dan mendapati ternyata kehebohan tadi diawali oleh kultwit seorang yang menamakan dirinya sendiri Islamic Inspirator.

Dalam kultwitnya, beliau menekankan bahwa karir terbaik wanita adalah menjadi ibu sepenuhnya. Hukum Islam wanita bekerja adalah mubah (boleh) sedangkan menjadi ibu dan pengelola rumah tangga itu kewajiban. Sehingga menurut beliau, banyak wanita sebetulnya bisa menggapai dunia lebih dari lelaki tapi mengorbankan segalanya demi anak adalah ibu yang mulia dan kelak anaknya pun akan menjadi orang yang mulia. Di akhir kultwit, beliau menutup dengan pernyataan "Kembali lagi, semua masalah pilihan. Part-time mother or full-time mother, you decide:D".

Efeknya tentu bermacam-macam. Ada yang pro dan ada yang kontra. Saya ingat betul ada twit semacam 'Semoga jalan untuk menjadi Full-time mother dimudahkan.' Atau 'Cita-cita saya sejak dulu jadi full-time mother, syukur tercapai. Puas bisa memberikan yang terbaik untuk anak.' Dan sejenisnya.

Tapi yang kontra juga tidak sedikit. Salah satu teman malah mentwit 'Laki-laki yang ga pernah hamil,kontraksi, perah ASI mendingan mingkem. Ga usah sok kultwit tentang pantas/tidaknya seseorang dipanggil ibu.'

Iyaaa iyaa saya sadar kok sudah sering membahas soal ini di blog. Engga apa-apa ya saya ngoceh lagi:p

Jujur, saya setuju (sekali!!!) dengan teman saya tadi. Bukan karena saya 'tersinggung' dianggap tidak pantas jadi ibu yang bukan "Full-time mother'. Bukan sama sekali.

Saya yakin, semua ibu pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Seyakin-yakinnya. Hamil, muntah-muntah selama hamil, sakit melahirkan (entah normal atau operasi atau vacuum atau apalah itu), sulit menyusui, begadang semalaman, adalah sedikit dari  sejuta perjuangan seorang ibu. Saya ingat satu tulisan yang pernah saya baca mengenai perasaan seorang ibu. Saya share ya!

Before I was a mom, I never tripped over toys or forgot words to lullaby.
I didn't worry whether or not my plants were poisonous.
I never thought about immunizations.

Before I was a mom, I had never been puked on. Pooped on. Chewed on. Peed on.
I had complete control of my mind and thoughts.
I slept all nights.

Before I was a mom, I never held down a screaming child so doctors could do tests. Or give shots.
I never looked into teary eyes and cried.
I never got gloriously happy over a simple grin.
I never sat up late hours at night watching a baby sleep.

Before I was a mom, I never held a sleeping baby just because I didn't want to put her down.
I never felt my heart break into a million pieces when I couldn't stop the hurt.
I never knew something so small could affect my life so much.
I never knew that I could love someone so much.
I never knew I would love being a mom.

Before I was a mom,
I didn't know the feeling of having my heart outside my body:)

Sebagai ibu, saya merasa tulisan ini benar sekali! Betul lho, buat saya menjadi ibu adalah 'pekerjaan' paling menyenangkan walaupun 'perjuangannya' banyak.

Lalu apakah pantas tidaknya seseorang dipanggil ibu sama sekali tidak mengindahkan perjuangan tadi namun hanya dilihat sedangkal ibu bekerja atau tidak? Se-simple 'Kamu tidak bekerja=ibu yang baik dan mulia. Kamu bekerja=tidak pantas disebut ibu'?

Bagaimana dengan single mother yang suaminya meninggal dipanggil Allah terlebih dahulu? Apakah karena bekerja untuk menafkahi anak-anaknya, mereka tidak pantas dipanggil ibu?

Bagaimana dengan ibu yang ingin meningkatkan derajat hidup keluarga dengan membantu suami bekerja? Apakah bercita-cita menyekolahkan anak ke sekolah yang bagus atau ke luar negri misalnya dan bekerja untuk itu membuat seseorang tidak pantas dipanggil ibu?

Bagaimana dengan ibu pekerja kesehatan yang tergerak hati nuraninya untuk menolong orang sakit yang membutuhkan walaupun bayarannya tak seberapa? *curcol* Apakah karena niat ingin membantu sesama, seseorang tidak lagi pantas dipanggil ibu? Apakah karena merawat orang sakit seorang ibu bukan lagi ibu yang mulia?

Bagaimana dengan ibu guru yang mempunyai keinginan mulia mendidik generasi muda bangsa kita? Apakah karena semangat untuk memajukan bangsa, seseorang tidak lagi pantas disebut ibu?


Bagaimana dengan ibu pemimpin? Contoh nyata nih ya, walikota Surabaya ibu Risma. Apakah karena beliau bekerja sebagai walikota lalu tidak pantas disebut ibu? Atau ibu yang tidak mulia?

Pertanyaan saya tidak akan ada habisnya kalau dituruti satu-satu. Masih panjaaaaang list-nya:D
Ibu mempunyai arti yang dalam,mulia dan indah. Sedalam perjuangannya, semulia perasaannya, seindah cintanya yang sepanjang masa. Semua ibu. Saya yakin.

Intinya, saya sih maklum sekali mengapa beliau bisa memberikan kultwit seperti itu. Sebagai seseorang yang BUKAN ibu, tentunya mudah untuk sekedar menilai. walaupun menurut saya bukan pada kapasitasnya.

Pak ustad yang terhormat, saya memang bukan orang pintar dalam agama Islam atau inspirator atau motivator atau ustadzah atau seseorang yang punya follower twitter berpuluh-puluh ribu. Terkenal saja tidak. Tapi saya bangga menjadi seorang ibu-which you're not:p-. Dan SEBAGAI IBU, saya yakin istilah 'Part-time mother' itu tidak ada. Kapanpun, dimanapun, sedang mengerjakan apapun, yang namanya ibu pasti akan terus 'membawa' anak-anaknya dalam pikirannya. Kalau pak ustad yang terhormat kelak jadi ibu, pasti ngerti deh pak!:p Kalau belum merasakan jadi ibu, boleh lho nanya-nanya langsung ke ibu beneran kaya saya:p

4 comments:

bahar azwar said...

Yang penting adalah kualitas menjadi ibu bukan part ataupun fulltimenya.

Windyasari said...

seperti yg gw bilang di twitter (walau kita ngga kenal) ustad felix pastilah harus mau dan merelakan jika istrinya hamil diatasi oleh dokter cowo kalo gitu. ngga kepikiran? ckckckc
seharusnya jg sesuatu yg tidak haram tidak perlu dijadikan dakwah. boleh senang jd fulltime mother, tp ya biasa aja yaa, ga usah gembor2 ya ngga...seolah kita, Anda dokter, saya desainer tidak bisa dibanggakan dan melahirkan pake alat doraemon?? atau intinya kurang afdol, semeytara kita berdiri di sepatu yg berbeda2...misal saya masih ada tanggungan adik yg masih kuliah dan ortu sudah lama pergi sejak saya remaja. Big huufft huh? *tos

Meta Hanindita said...

@mbak windya: iyak, beneeer sekali. If you are not in my shoes, please dont even judge:) cc:@felixsiauw :p

grace's story said...

Mbak Meta, love ur blog!
Setuju bgt ... Bagi saya ga tuh yg namanya part time mom. Semua ibu itu full time and life time mom! Emanknya mbak meta berhenti jadi ibu ketika mbak meta, praktek? Ga kann ... Sampai anak kita dewasa, menikah, punya anak, punya cucu, kita tetep jadi ibu mereka. Sangatlah picik, jika hanya krn seorang ibu keluar rumah 8 jam lalu dia dianggap part time mom. Saya sendiri, kebetulan, puji syukur ada berkat dan ada jalan untuk jadi stay at home mom. Tapi mama saya maupun adik perempuan saya adalah full time working mom. Justru malah saya salut sama mereka, bayangkan anak sakit masih harus ketemu client, masih harus meeting, masih harus mikirin orang lain, mikirin divisi lain, mikirin nasib org lain, kalau dalam kasus mbak meta, masih harus nyembuhin anak orang .... Luar biasa SALUT!


Kalau saya, anak sakit aja, saya udah ga masak, ga beres2 rumah, pokoknya seharian yah nemenin anak saya aja, ga kebayang rasanya, kalau saya harus berada dalam posisi working mom. Kayak apa itu pergumulan batinnya ... Makanya justru saya salut sama working mom, yg rela bekerja untuk kebaikkan keluarga dan masa depan anak!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...