Monday, October 29, 2012

Puyer, Yes or No?

Ampun deh, jadi emak jaman sekarang itu susah banget. Banyak pilihan yang harus dibuat seperti yang pernah saya tulis disini.

Nah, belum cukup semua kontroversi itu bikin pusing, eeehh muncul satu lagi. Soal puyer. Iyaaa, puyer, bentuk sediaan obat yang bubuk itu lho! Biasanya puyer dibuat dari sediaan tablet yang kemudian digerus. Puyer ini sering berupa racikan beberapa obat yang dicampur menjadi satu. Kadang diberikan begitu saja dalam bentuk bubuk, atau kemudian dijadikan bentuk kapsul.

Emangnya ada apa sih dengan puyer sampai dijadikan bahan kontroversi segala?

Alasannya banyak, mulai dari polifarmasi. Saat dokter menggabungkan beberapa jenis obat menjadi bentuk puyer, pertanyaannya adalah "apakah pasien benar-benar membutuhkan obat tersebut?" Terkadang ada dokter yang meresepkan puyer berisi gabungan 5-6 macam obat untuk satu pasien yang didiagnosa dengan "faringitis akut". Isinya antibiotik, obat panas, obat batuk, obat pilek, obat sesak. Apakah obat tersebut benar-benar dibutuhkan oleh pasien yang misalnya saja terkena infeksi virus?

Alasan yang selanjutnya adalah interaksi antara obat-obat yang digabung. Just FYI, ada beberapa obat yang berinteraksi meningkatkan, ada yang menghilangkan, ada juga yang menambah. Contoh nih ya, misalnya saja obat A efeknya 1, obat B efeknya 1. Jika dicampur, A+B, hasilnya bisa jadi 0, 2 atau bahkan 3. Konyol kan kalau ingin memberikan obat dengan efek kuat sehingga mencampur 2 macam obat tanpa tahu interaksinya, eh ternyata hasilnya malah sama dengan 0 atau tidak ada gunanya.

Alasan lain yang sering digunakan adalah masalah dosis. Pembuatan puyer yang digerus dapat tertinggal sedikit bubuknya di alat penggerus sehingga dosis yang ingin diberikan tidak tercapai. Bisa dibilang jadi underdose. Otomatis pemberian obat jadi tidak efektif dan useless.

Ada juga yang mengatakan bahwa pembuatan puyer tidak steril. Alat penggerus yang habis digunakan untuk menggerus obat tertentu digunakan lagi untuk membuat obat lain setelahnya. Resiko puyer tertempel oleh obat lain yang tidak perlu jadi meningkat.

Selain itu, pembagian dosis yang kurang persis juga sering dijadikan alasan menganggap puyer itu berbahaya. Pembagian dosis puyer memang secara manual, ditimbang dan diperkirakan sebelum dibungkus satu persatu.

Kalau memang benar puyer itu berbahaya dan tidak dianjurkan, lalu kenapa semua dokter meresepkan puyer? Jawabannya simpel, karena kami mempelajari soal puyer ini sewaktu kuliah dalam mata pelajaran Farmakologi. Saya ingat, salah satu ujian saya dulu adalah membuat sediaan puyer ini. Jangan salah, membuat puyer tidak bisa sembarangan. Ada protokol yang harus diperhatikan dan dituruti.

Sekarang kita bahas dan bandingkan satu-satu ya dengan alasan yang menganggap puyer itu berbahaya. Pertama, soal polifarmasi. Kalau kita runut lagi, pikir lagi deh, sebenarnya yang bahaya itu bentuk puyernya atau dokter yang meresepkan banyak obatnya? Jujur, saya sering meresepkan puyer untuk pasien saya. Alasannya karena selain jauh lebih murah, orangtua pun lebih gampang memberikan obat puyer ini ke anak. Tapi saya tidak pernah meresepkan gabungan obat-obat yang engga jelas dan banyak pula untuk dipuyerkan. Pada kasus faringitis akut seperti yang di atas tadi misalnya, saya biasanya hanya meresepkan obat panas dalam bentuk puyer, serta obat batuk pilek yang saya tahu interaksinya baik. Bahaya engga? Ya engga, saya sendiri belum pernah menemukan jurnal valid yang mengatakan bahwa pemberian obat dalam bentuk puyer tidak efektif dan berbahaya.

Sekarang kalau kita balik kasus di atas ya. Ada kasus faringitis akut karena virus. Dokternya tidak meresepkan puyer untuk pasien, hanya memberikan sirup berupa antibiotik, sirup batuk pilek sesak (FYI, sediaan sirup yang dijual di pasaran jarang yang hanya mengandung satu jenis bahan aktif. Biasanya juga campuran dari beberapa bahan aktif) dan sirup panas. Sama aja bukan? Sama-sama engga rasionalnya. Jadi bukan berarti pemberian puyer lebih engga rasional dari sirup. Semua ya tergantung yang ngeresepinnya, bukan apa yang diresepin. Get my point?

Next, masalah interaksi obat yang digabung. Lagi-lagi menurut saya, ini sangat tergantung dari pengetahuan yang membuat resep. Kalau tahu interaksi antara obat yang ini dan itu justru meniadakan misalnya, ya jangan sampai mencampur obat tadi. Apakah ini salah puyer? No, yang salah ya yang meresepkan:)

Kemudian, membahas soal dosis. Gini aja deh, kalau dibandingkan dengan pemberian obat dalam bentuk sirup. Apakah orangtua yakin dalam memberikan dosis yang tepat? Misalnya, dalam 5 ml sirup merk X mengandung 125 mg Parasetamol. Kalau dihitung, pasien Z yang beratnya 5.6 kg harus mendapat dosis 56 mg. KAlau dikonversi ke dalam bentuk sirup tadi, maka dosis yang harus diberikan adalah sejumlah 56/125 x 5 ml=2.24 ml/ Yakin bisa memberikan sirup sejumlah 2.24 ml persis?:D Atau kalau obat diberikan dalam bentuk tablet. Yakin bisa membagi tablet tadi dengan pas? Dosis obat pada anak mempunyai rentang terapi yang lebar. Kalau beda sedikit sih masih engga apa-apa kok selama masih dalam rentang terapi:) Kekurangan sedikit selama proses (misalnya tertinggal di alat penggerus) sudah diperhitungkan lho.

Yang terakhir, soal ketidaksterilan pembuatan puyer. Menurut saya, selama mengikuti protokol yang berlaku, pembuatan puyer masih dalam batas aman. Kalau menggunakan alat penggerus tanpa dicuci setelah menggerus obat lain sih namanya kesalahan pada pembuat, bukan puyernya. Kalau bisa diibaratkan, sama seperti kita menyalahkan mobil karena banyaknya kecelakaan lalu lintas yang terjadi. Belum tentu mobilnya yang salah, karena di kebanyakan kasus KLL, justru manusia penggunanya yang error. Mengerti ya maksud saya?

Jadiii, kalau kata saya sih, selama belum ada evidence based soal berbahayanya puyer ini, saya masih akan tetap menggunakan puyer. Tapi tentu saja, saya akan menghormati keinginan orangtua pasien yang lebih memilih sirup misalnya. Hak semua orang kok:)

Harapan saya, semoga orangtua benar-benar mengerti masalah kontroversi puyer ini. Bukan hanya melihat dari satu sisi, lalu langsung mencap dokter yang memberikan puyer sebagai "dokter yang engga update ilmunya".

Bukan juga harus pasrah saja diresepin apapun, hak kita lho untuk bertanya apa saja isi kandungan obat yang diresepkan.

Gabar diambil dari DetikHealth
Saya menulis ini berdasarkan opini saya pribadi yaa, setuju engga setuju monggoooo, hak masing-masing:)

1 comment:

Anonymous said...

Waa setuju bgt sm tulisannya mb Meta. Sy sndiri suka kdg2 jengkel sm ortu2 yg lgs ngejudge dokter ga RUM kl kasi puyer. Pdhl ga tau juga isi dlm puyer tsb apa. Kl hnya 1 atau 2 mcm obat yg interaksinya aman kan gpp.. Well informed kdg mmbuat sseorang jd sotoy :p
Btw salam kenal mbak! Sy pgn ambil pediatri juga :D

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...