Menjadi orang tua akan selalu penuh tantangan sebagaimana anak-anak pun mempunyai tantangan tersendiri di setiap masa. Bagaimana tidak, tidak pernah ada sekolah khusus, kursus intensif atau textbook merawat dan membesarkan anak dengan baik. Sehingga selama ini yang dijadikan acuan selain insting adalah lungsuran pengalaman dari sesepuh yang entah benar atau tidak, entah aman atau justru berbahaya, entah fakta atau mitos.
Berpuluh-puluh tahun yang lalu, tantangan terbesar orangtua
adalah bagaimana membesarkan anak dengan fasilitas yang serba terbatas,
bagaimana mengeksplorasi bakat anak tanpa tersedianya tempat kursus ini-itu,
bagaimana mengisi waktu luang efektif anak tanpa sarana hiburan. Mungkin. Bagai
impian menjadi kenyataan, semua fasilitas yang diidamkan orangtua berpuluh
tahun lalu tersedia di masa kini. Mencari informasi semudah satu sentuhan di
layar gadget. Mengeksplorasi bakat atau minat anak tinggal memilih beragam
tempat kursus ini-itu yang menjamur. Mencari hiburan pun bisa dari televisi,
radio, gadget atau playground yang ada di mana-mana. Selesaikah tantangan
orangtua?
Justru di era digital yang segala ada dan informasi mengalir
dengan deras dari segala arah inilah, menurut saya tantangan menjadi orangtua
semakin berat.
Bagai dua sisi mata pisau, segala fasilitas super lengkap
masa kini bisa menjadi sangat merugikan dan menguntungkan bagi kita.
Sering kali kita lihat di media, berita mengenai pencabulan,
pemerkosaan bahkan pembunuhan yang korban maupun pelakunya masih anak di bawah
umur. Tak jarang juga kita lihat tayangan sinetron (yang saya yakin bebas
dilihat siapapun termasuk anak balita) tidak mendidik, mempertunjukkan anak di
bawah usia yang mabuk-mabukan, perilaku bully , merokok atau adegan lain yang
tak pantas. Lain sinetron, lain pula tayangan komedi yang dibungkus sajian
musik dan sedang marak. Candaan yang cenderung mengarah ke fisik, hinaan
personal sampai guyonan tak etis merajai televisi di waktu banyak anak kecil
menonton televisi. Belum lagi banyak lagu berhias desahan plus goyang syur dan
bersyair konotasi negatif menggantikan lagu anak-anak yang penuh keceriaan.
Di era digital seperti sekarang, semua orang bisa mengakses
berita apapun dengan mudah, termasuk anak di bawah umur. Jangan kaget jika
gambar porno bisa terakses as easy as a click. Demikian pula dengan video
porno, SARA dan kekerasan.
Belum lagi permasalahan gadget. Saya pernah mendapati
beberapa anak balita yang begitu menempel pada gadgetnya sampai speech delay
karena tak pernah terstimulasi bicara. Beberapa kali pula saya melihat anak
yang tidak mau bergaul dengan siapa pun karena terlalu sibuk dengan gadgetnya.
Kurikulum pendidikan yang semakin berat pun merupakan
tantangan tersendiri bagi orangtua. Saking beratnya, terkadang kita lupa bahwa
ada yang jauh lebih penting daripada bisa membaca dan menulis sebelum masuk SD,
ada yang jauh lebih mendasar daripada kemampuan berhitung yang luar biasa.
Karena takut anak tidak bisa mengikuti pelajaran berat di
sekolah, kita sibuk mengajari berhitung, bahasa Inggris, bahasa Mandarin, dan
lain sebagainya. Tapi bagaimana cara berbicara dengan orang yang lebih tua,
bagaimana berdisiplin, bagaimana bertanggung jawab, bagaimana bersopan santun,
bagaimana bertingkah laku penuh etika luput diajarkan.
Di kala kita yakin sudah menanamkan pendidikan karakter dan
moral bagi anak, tetap saja ada kekhawatiran yang muncul sebagai orangtua. Iya,
inshaAllah anak kita dapat berperilaku baik sehari-hari, namun adakah yang bisa
menjamin kalau anak kita tidak akan menjadi korban perilaku orang lain yang
tidak baik, misalnya pencabulan atau bully?
Kalau membicarakan kekhawatiran sebagai orangtua saya yakin
tidak akan ada habisnya. Namanya saja orangtua, apalagi ibu. It’s a mom’s job
to worry about her children:D
Tapi takutkah saya menjadi orangtua di masa kini? Tidak.
Saya yakin seberat apapun tantangannya, dengan kasih sayang,
perhatian dan pondasi yang kuat, saya bisa menjadi orangtua yang dapat
membesarkan anak dengan baik. InshaAllah. Pondasi yang saya maksudkan tentunya
adalah agama, pendidikan moral dan karakter dari keluarga, sekolah pertama
anak.
Menjadi orangtua membuat saya menjadi pribadi yang lebih
baik. Saya percaya, children see children do. Saya yang biasanya sembrono
menjadi lebih rapi dan teliti karena ingin anak mencontoh saya. Saya yang
menganggap sepele ucapan terimakasih, maaf atau tolong mulai membiasakan diri
mengucapkan kata-kata ajaib ini agar bisa dicontoh anak.
Jadi menurut saya, tantangan orangtua masa kini bisa dijawab
dengan pondasi yang kuat, contoh yang baik dan tentunya doa tak terputus.
Saya bangga menjadi orangtua masa kini:D
No comments:
Post a Comment