Thursday, July 10, 2014

Guilty Feeling

N: "Mama, semua olang itu halus kelja ya bial dapet uang?"
M: "Iya kak. Mama kerja kan jadi dokter, papa juga."
N: "Kalau keljanya mbak apa? -Babysitter,Red-"
M: "Mbak yang nemenin kakak kalau mama engga ada. Yang nganterin kakak kemana-mana kan?"
N: *tetiba mewek, langsung memeluk saya* "Mama, maaf ya kakak belum kelja jadi engga punya uang buat bayal mama. Nanti kalau kakak sudah besal, kakak kelja yang lajin bial bisa bayal mama, jadi kita bisa sama-sama telus tiap hali."
M: *gantianmewek*

*

N: "Mama, kenapa ke lumah sakit telus? Kakak mau sama mama!"
M: "Mama kan jaga kak. Kasihan nanti anak-anak yang sakit kalau engga ada mama."
N: "Memangnya mamanya anak-anak itu mana? Kenapa harus mama Aya yang jagain? Mama Aya kan mamanya Aya!"
M: "Iya, tapi mama Aya kan dokter. Mamanya yang lain kan bukan."
N: "Ya udah kalau gitu kakak Aya beldoa semoga kakak Aya sakit telus ya!"
M: *meweeeeek* :'(

Percakapan seperti di atas ini adalah salah dua di antara banyak percakapan saya -sebagai ibu bekerja- dengan Naya. Lain kesempatan, pengasuhnya pernah bercerita kalau di tempat kursus musik Naya menangis saat menyanyikan sebuah lagu. Di akhir lagu tersebut, semua anak diminta memeluk mama atau papanya. Naya menangis karena tidak ada mama juga papa yang mengantarkannya ke tempat kursus, sehingga dia tidak bisa memeluk siapa pun.

Sedihkah saya? Tentunya. Saya merasa sedih sekali karena tidak bisa berada di samping Naya 24 jam. Saya merasa sedih tidak bisa menyaksikan perkembangan Naya di kelas musiknya. Saya merasa sedih tidak bisa mengambil raport Naya dan berdiskusi langsung dengan gurunya. Saya merasa sedih tidak bisa mengantarkan Naya mengikuti lomba mewarna. Benar-benar sedih.

Ada kalanya, saya ingin berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya saja. Tetapi, saya merasa menjadi dokter adalah panggilan hati, bukan sekadar pekerjaan atau profesi. Lebih dari itu, menurut saya, dokter adalah amanah dari Allah SWT yang harus dijaga.

DI sisi lain, terus terang saya takut Naya justru menjadi lebih dekat dengan pengasuhnya dibanding saya. Saya takut kelak pengasuhnya adalah orang pertama yang dicari Naya saat sedih atau sakit. Karena itulah, sejak Naya lahir, saya berjanji pada diri sendiri untuk mengatur waktu sedemikian sehingga bisa selalu menghabiskan quality time dengannya. However, for kids LOVE is spelled T-I-M-E:)

Saya memanfaatkan waktu menyusui sebagai bonding time. Sejak bayi, setiap menyusui, saya akan memandang lekat matanya, menceritakan apa saja yang terjadi dengan saya di hari tsb, atau menceritakan dongeng-dongeng lain. Saya ingat betapa excited-nya Naya mendengar semua itu. Kedua matanya berbinar, tangannya menggenggam erat tangan saya dan senyum sesekali muncul di wajahnya.

Saya berusaha membiasakan diri bekerja secara efektif. Saya mengerjakan semua tugas semaksimal mungkin agar tidak perlu membawa pekerjaan rumah sakit ke rumah. Seandainya ada tugas yang belum terselesaikan, saya selesaikan pada saat Naya sudah tidur. Pada saat pulang ke rumah, itulah waktu saya seutuhnya bersama Naya. Kalau mau ngeblog, ya saya kerjakan saat malam setelah Naya tidur. Kalau mau me-time entah sekadar membaca buku atau pijat refleksi, saya lakukan sambil menunggu Naya les. Inilah sebabnya mengapa saya memilih jam siaran subuh. Literally subuh lho! Saya harus berangkat jam 3 pagi untuk siaran mulai jam 4 sampai dengan 7 pagi. Alasannya simply agar kesukaan saya siaran tidak mengganggu waktu saya untuk suami dan Naya, karena jam segitu mereka berdua pastinya masih ngorok:p

Saya juga membiasakan diri menceritakan apapun yang saya alami pada Naya setiap hari. Dengan demikian, Naya tahu apa saja yang saya kerjakan saat tidak bersamanya. Contohnya ya hari ini.
M: "Kak, tadi di rumah sakit ada pasien namanya Bunga. Umurnya sama kayak kakak, 3 tahun. Dia sakit diare. Kasihan sekali, sampai harus diinfus."
N: "Diale itu apa ma?"
M: "Diare itu pup cair gitu kak, sakit perut juga makanya nangis terus."
N: "Telus mama apain?"
M: "Ya diobatin, kak."
N: "Sudah sembuh ma? Kenapa kok Bunga bisa diale?"
M: "Belum. Masih harus bobo di rumah sakit. Mungkin karena kurang bersih, makanya kakak harus rajin cuci tangan."
N: "Iya. Semoga Bunga cepat sembuh ya ma, kasihan di rumah sakit terus engga bisa ke mall." -____-"

Beberapa bonus yang saya dapat adalah menumbuhkan rasa empati pada Naya, plus mengedukasi Naya mengenai kesehatan. Paket lengkap kan:p

Dengan semakin besarnya usia Naya, Alhamdulillah saat ini Naya sudah mengerti benar. Terkadang kalau saya malas-malasan berangkat jaga, justru Naya yang mengingatkan dan menyemangati saya.
"Mama, engga boleh males. Kasihan adik bayi sama anak-anak yang sakit. Ayo belangkat!"
Duh, saya melting banget deh. Tadinya malas-malasan langsung semangat 45:D

Alhamdulillah, saya masih orang pertama yang dicari Naya kalau ada apa-apa. Saya masih jadi orang pertama yang dituju Naya sampai sekarang. (Walaupun sempat juga ngambek beberapa minggu gegara ditinggal dinas luar sebulan ke Soe:))))

Jadi, apakah sebagai ibu bekerja saya merasa bersalah?
Engga. Engga sama sekali, karena walaupun bekerja saya bisa memaksimalkan waktu saya untuk mendidik, merawat dan mengasuh Naya. InshaAllah:)

Saya bangga menjadi ibu bekerja:D

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...