*
Tanggal 22 Desember tahun ini adalah hari ibu kedua yang saya lewati sebagai seorang ibu.Rasanya baru saja kemarin saya melahirkan Naya. Time really flies.
Kadang-kadang saya masih tidak percaya kalau sudah menjadi ibu, lho! Kok bisa, ya, orang yang super cuek bebek, super ceroboh seperti saya-yang pernah seharian memakai sepatu beda warna dan beda tinggi hak!-menjadi seorang ibu?
Ingatan saya mundur ke beberapa waktu lalu saat pertama kali mengetahui munculnya dua garis merah di alat test pack yang dibelikan suami. Perasaan saya luar biasa bahagia, namun sekaligus juga panik.
Bahagia karena lengkaplah saya sebagai seorang wanita. Namun di sisi lain saya juga panik. Saya benar-benar tidak tahu apa-apa soal menjadi ibu. Saya khawatir tidak dapat menjadi ibu yang baik. Mulai dari yang sesederhana "Bagaimana nanti kalau anak saya menangis terus dan saya tak tahu cara mendiamkannya?" Sampai "Bagaimana nanti kalau saya salah mendidik anak? Bagaimana nanti kalau saya gagal mengajarkan nilai moral untuk anak saya? Beribu "Bagaimana-nanti-kalau..." berseliweran di pikiran saya.
Tak cuma itu, saya khawatir menjadi ibu akan mengubah jati diri saya. Saya takut setelah menjadi ibu, saya berubah menjadi seseorang yang bukan saya banget. Saya takut segala usaha dan kerja keras yang sudah saya lakukan hingga mencapai versi saya yang sekarang akan tergantikan dengan sekedar 'Ibunya X'. Saya takut identitas saya berubah setelah menjadi ibu.
Apa saya masih bisa hang out dengan teman-teman setelah jadi ibu? Apa saya masih bisa siaran setelah jadi ibu?
Apa saya masih bisa bersenang-senang?
Apa justru nanti obrolan saya soal grup musik terbaru akan tergantikan dengan obrolan diskonan popok?
Atau tayangan di TV favorit saya akan berganti dengan film kartun? Apa saya masih bisa seperti saya yang sekarang setelah jadi ibu?
Drama banget deh ya :p
Tetapi semua kekhawatiran, kepanikan dan ketakutan itu menghilang di saat saya melahirkan Naya. Melihat tubuh mungilnya yang tanpa dosa, lemah tak berdaya dan betapa dia membutuhkan saya langsung melunturkan semua keegoisan itu.
Saya tak keberatan kok harus menggantikan jam-jam hang out saya dengan cara mengganti popok Naya atau ngelonin Naya tidur. Saya tidak keberatan harus mengubah jadwal siaran saya menjadi jadwal memandikan atau menyusui Naya. Saya tidak keberatan harus mengurangi waktu tidur cantik saya untuk mengurus Naya. Saya tidak keberatan menggantikan "How I Met Your Mother" saya dengan film kartun, bahkan tak menonton TV sama sekali karena saya melarang Naya menonton TV. Saya tidak keberatan menggantikan topik obrolan dari grup musik favorit menjadi obrolan tentang perkembangan Naya. Saya pun tak masalah menggantikan koleksi buku-buku chiclit saya menjadi buku-buku parenting. TIDAK keberatan sama sekali.
Rasanya semua kerja keras saya terbayar saat melihat senyum penuh cinta Naya. Semua "pengorbanan" saya terbayar melihat Naya tumbuh sehat, pintar, lucu dan menyenangkan. Semua tetesan keringat saya terbayar saat Naya memanggil saya "mama". Sebelum menjadi ibu, saya tak pernah tahu kalau manusia semungil Naya bisa mengubah hidup saya untuk selamanya.
Saya belajar banyak dari Naya. Saya belajar mengenai kesabaran ketika harus menghadapi Naya yang sepanjang malam terus minta diayun-ayun dan menangis saat saya berhenti. Saya belajar mengenai keikhlasan ketika harus memasang alarm di smartphone saya per dua jam sekali untuk mengingatkan saya memompa ASI. Saya belajar mengenai kepasrahan ketika harus "menitipkan" Naya pada babysitter-nya selama saya bekerja. Tak henti-hentinya saya berdoa agar Tuhan menjaga Naya. Saya belajar kesederhanaan dari Naya. Engga perlu mainan yang mahal untuk membuat Naya senang. Hal sesederhana seperti kardus bekas pun bisa membuatnya happy sepanjang hari. Lumayan, irit:p
Saya belajar mengenai keceriaan dari Naya. Saya belajar mengenai keantusiasan dari Naya. Saya belajar mengenai kreativitas dari Naya, dan daftar ini masih akan terus bertambah seiring bertambahnya umur Naya.
Yang terpenting bagi saya adalah saya belajar menjadi saya yang lebih baik setelah menjadi ibu. Saya belajar untuk tidak cuek bebek lagi, untuk tidak pelupa dan tidak ceroboh lagi.
Saya memang bukan orang yang sempurna dan menjadi ibu pun tak akan bisa membuat saya sempurna. Tapi menjadi ibu mendorong saya berubah menjadi versi yang jauh lebih baik lagi.
Menjadi ibu memang sama sekali tidak gampang. Durasi "kerja"nya 24 jam sehari, 7 hari seminggu, 30 hari sebulan, 12 bulan dalam setahun dan sepanjang hidup. Tanpa bayaran, tanpa piala atau penghargaan. But in the end of journey, there is love. And its all that matter.
Being a mother is one of the highest salaried jobs... since the payment is pure love. Mildred B. Vermont
To all mothers out there, be grateful for those greatest blessings that call you..mom. Happy mother's day!:)
1 comment:
:') So sweet laaaa kak metaaa...
Post a Comment