Tuesday, December 15, 2015

Bahayanya Asumsi

Pernah mendengar soal asumsi? Apa itu asumsi?

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia online, asumsi adalah dugaan yang diterima sebagai dasar atau landasan berpikir karena dianggap benar. Dianggap ya, belum tentu benar.

Saya mempunyai seorang teman dekat. Kami sudah bersahabat sejak kami masih balita. Bahkan dia adalah sahabat pertama saya. Sejak dulu, kami bersama kemana pun. Saya mengetahui A-Z tentang dia, dan demikian pula sebaliknya. Kami bahkan mempunyai bahasa rahasia sendiri. Hanya kami berdua saja yang mengerti. Iyaaa, segitunya!


Saya tak ingat sebetulnya sejak kapan hubungan kami merenggang. Kepindahan saya ke Surabaya untuk kuliah ditambah kesibukan memang mengurangi waktu kebersamaan kami. Saya ingat pernah menelponnya, tak diangkat (atau terangkat), dan ia tak menghubungi saya kembali. Tidak juga mengirimkan pesan untuk mengabari saya. Saya mengirimkan pesan singkat beberapa kali, namun tak dibalasnya. Okelah kalau begitu.

Saya pun tak tahu benar apa sebenarnya yang terjadi, namun saya mengasumsikan kalau memang ia malas berteman dengan saya lagi. Sejak saat itu pula, saya mulai membatasi diri untuk tidak berteman dengannya.Ah ya sudahlah, saya juga bisa kok cari sahabat lain. Begitu pikir saya waktu itu. Asumsi tsb semakin kuat setelah ia tidak menghadiri undangan pernikahan saya. Sehingga saat saya diundang ke pernikahannya, saya pun tidak menghadirinya. Kejadian demi kejadian terus berlangsung yang menguatkan asumsi saya bahwa memang ia tak mau lagi berteman, dengan apapun alasannya.

Bertahun-tahun kemudian, ada satu peristiwa yang membuat kami "kebetulan" bertemu lewat social media. Agak kaku di awal, namun persahabatan kami bertahun-tahun sebelumnya memang benar-benar meninggalkan jejak di hati masing-masing karena tak membutuhkan waktu lama untuk mencairkan kekakuan tadi. Iseng, saya mempertanyakan alasan utama penyebab merenggangnya hubungan kami. Toh, karena kami tidak dekat lagi sekarang, nothin to lose-lah apapun jawabannya.

Terbayang tidak betapa shock-nya saya ketika ia malah balik bertanya mengapa saya yang menjauhinya. Lho? Bukannya terbalik? Setelah kami urai semua benang kusut, baru ketahuanlah semua. Rupanya waktu saya menghubungi ia dulu, handphone miliknya sedang rusak. LCD-nya pecah sehingga walaupun panggilan bisa tetap diterima atau dilakukan, ia tak bisa membaca di layar siapa yang menelpon, berapa nomornya, juga tak bisa mengirim pesan. Ia sudah berusaha mengirimkan email pada saya, yang menurutnya tak pernah saya balas. Mungkin, email yang ia kirim pada saya masuk ke folder spam dan terhapus secara otomatis. (Saya memang mengatur agar pesan spam ter-delete secara otomatis dalam jangka waktu tertentu).

Bukan hanya saya yang berasumsi, karena ia pun demikian. Ia mengasumsikan saya sombong, dan sudah mempunyai teman atau sahabat baru di Surabaya. Apalagi ia mendengar kalau saya sudah menjadi penyiar di Surabaya. Karena masing-masing asumsi itu tadilah, silaturahmi kami sempat terputus. Awalnya sepele banget kan ya? Tapi dampaknya luar biasa untuk kami berdua. Alhamdulillah, Allah mengijinkan kami mengklarifikasi asumsi-asumsi tadi yang ternyata.. salah semua!:))

Sekarang sih, kami bisa menertawakan kekonyolan tersebut. Tapi saya ingat banget duluuuu, aduh rasanya sakit hati. Benar deh, orang yang paling mudah membuat kita sakit hati adalah mereka yang paling dekat dengan kita.Benar juga kalau ada yang bilang asumsi itu berbahaya sekali. Seandainya nih, dulu saya tak langsung berasumsi namun menanyakan padanya pada kesempatan lain mengapa ia tak menerima telepon saya atau membalas pesan saya, mungkin silaturahmi kami tak perlu sampai terputus. Seandainya ia pun tak berasumsi tapi langsung menanyakan kenapa saya tak membalas emailnya, tentu kami akan terus bersahabat sejak dulu.

Kami sama-sama bersikeras menganggap dugaan kami (sahabat jadi sombong, paling karena ada teman baru dan enggan berteman dengan saya lagi) benar. Apapun yang terjadi pada akhirnya menjadi alasan pembenaran dugaan tadi. Seram ya?:D

Contoh lainnya nih, di tempat kerja saya ada anak baru. Anggap saja inisialnya X. Kami,  para pekerja yang sudah lama bekerja sibuk menggosip kiri dan kanan, tentu tentangnya. Ada seorang teman saya yang jelas-jelas bercerita ke mana-mana tentang X yang sombong, anak orang kaya, tak mau bekerja, tak mau susah dan lain sebagainya. Saat saya tanya, "Memang kamu kenal X di mana?"
Teman saya tadi menjawab, "Ya ga kenal sih. Tapi kan keliatan dari penampilannya. Liat deh, tas tangannya branded, terus tadi dia ke sini diantar supir."

Saya setengah mati menahan tawa mendengarnya. Lucu juga, mengasumsikan seseorang hanya berdasar penampilannya. Ya mungkin saja sih asumsinya benar, namun bisa juga salah. Kalau salah, bukankan ia sudah menyebarkan fitnah?:D

Wajar saja untuk berasumsi. Karena sangat manusiawi mempunyai dugaan terhadap seseorang atau sesuatu yang terjadi. Tapi, PR juga nih buat saya. namanya juga DUGAAN, belum tentu benar. Kalau ingin mengetahui apakah dugaan tadi benar, cobalah bertanya dulu, jangan langsung menganggap pemikiran kita pasti benar.
Before you assume, try this crazy method called: ASKING:)

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...