A mother always puts her kids happiness and needs above her own.
Setelah menjadi
ibu, saya mengerti benar ungkapan surga di telapak kaki ibu. Benar deh, sebelumnya saya belum pernah
merasakan keinginan yang sedemikian kuat untuk membahagiakan seseorang,
memenuhi segala kebutuhannya dan menyayanginya begitu hebat.
Her happiness is
the only thing that really counts.
Tapi bagaimana ya
cara membuat anak bahagia? Dengan memberikan mainan mahal? Dengan mengabulkan
semua keinginannya atau bagaimana?
Para ahli
perkembangan mengatakan bahwa kebahagiaan bukanlah sesuatu yang kita berikan
pada anak melainkan sesuatu yang kita ajarkan. Its not what we gave but we taught.
Kalau saya disuruh mengingat momen paling membahagiakan yang pernah saya alami waktu kecil, saya akan mengingat masa di mana kami (papa, mama, kakak dan saya) kruntelan berempat di tempat tidur hari Minggu pagi. Saya juga ingat saat kami berempat main kartu saat mati lampu hanya diterangi nyala lilin. Momen membahagiakan yang saya ingat bukanlah saat papa membelikan saya mainan mahal atau membawakan saya sepeda baru.
Saya percaya bahwa happy baby dibesarkan di lingkungan keluarga yang hangat dan damai. Bagaimana kita bisa bahagia kalau lingkungan kita penuh emosi kemarahan dan umpatan di mana-mana? Jadi sebenarnya, banyak lho yang bisa kita lakukan untuk membuat anak bahagia.
Pertama, bonding. Lakukan bonding sesering mungkin dan sedini mungkin. Laksanakan Inisiasi Menyusui Dini setelah bayi lahir, berikan ASI sampai 2 tahun atau lebih, berkomunikasi dengan anak sejak dalam kandungan. Ajak ngobrol, usap perut akan sangat membantu membentuk bonding dengan anak. Habiskan quality time dengan anak sesering mungkin, bisa dengan menstimulasi sesuai umur atau sekadar berjalan-jalan sore.
Selain itu, biarkan anak menangis atau marah. Saat Naya menangis, saya akan menanyakan padanya kenapa dia menangis? Apa karena habis dimarahi? Atau karena sedih mau saya tinggal jaga? Saya tekankan, "Nah itu namanya sedih kak. Engga apa-apa kalau kakak sedih terus menangis. Wajar kok." Demikian juga saat Naya marah. Saya kenalkan padanya emosi yang sedang dia rasakan bernama "marah". Saya ingin Naya tahu, its alright to be unhappy sometimes. Its part of life.
Saya juga mengajarkan Naya untuk berbagi dan peduli. Saya yakin, bahwa manusia akan merasa lebih bahagia saat merasa mempunyai arti lebih bagi sesama, bahkan pada saat masih kecil. Saya sering meminta tolong Naya mengambilkan barang. Lalu saat Naya mengambilkan dan memberikan barang tadi pada saya, saya akan mengucapkan terima kasih dengan wajah berseri-seri. Biasanya, Naya jadi senang sekali setelahnya.
Terakhir, lagi-lagi, children see children do. Anak akan meniru apapun dari orangtuanya, termasuk mood. Jangankan anak seumur Naya, bayi dalam kandungan pun bisa merasakan emosi ibu dan mencontohnya lho! Maka itu, perbanyak senyum, perbanyak tawa. Happy mommy, happy baby!:)
3 comments:
PR saya nih untuk membiarkan Edsel menangis, bukan malah menyuruhnya diam. Thanks Mba Met.
amazzzzzzzingggggggg ya met.. hikssss...
thanks for sharing mba, pas banget nih pencerahannya :-)
Post a Comment