Akhir-akhir ini, saya sering merasa gemas melihat semakin
banyak anak yang mengalami gizi kurang, bahkan gizi buruk. Kalau beberapa waktu
lalu anak dengan gizi kurang atau gizi buruk kebanyakan diderita mereka dari
kalangan menengah ke bawah, sekarang yang dari kalangan menengah ke atas pun
banyak lho! Tapi yang lebih banyak lagi saat ini adalah anak yang stunting atau pendek.
Yang membuat saya lebih “gemas” lagi adalah “pembenaran”
yang sering kali terdengar dari orangtuanya.
“Ya maklumlah dok, anak ini aktifnya bukan main. Lari ke
sana, lompat ke sini, tak ada diamnya. Wajar kalau badannya jadi terlihat
langsing”
“Habis bapak ibunya juga kecil begini dok, yaa gimana dong
hehe”
“Ah tak mengapalah dok kurus juga, yang penting sehat.”
Sering mendengar “alasan” seperti itu? Saya sih sering
bangeeeet. Lalu kenapa saya yang gemas?
Tahu tidak, Indonesia menempati lima besar dari seluruh
negara di dunia sebagai negara dengan angka stunting (pendek) terbesar. Apakah
itu stunting? Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak yang disebabkan
karena kekurangan gizi kronis atau berkepanjangan. Kondisi kekurangan
gizi bisa ini terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah
lahir, tepatnya di 1000 hari pertama kelahiran.
Gampangnya begini deh, jika seorang anak berat badannya
tidak naik, atau naik tapi tidak sebanyak yang seharusnya, maka lama-lama,
tinggi badannya pun akan terpengaruh. Supaya seorang anak tidak tampak kurus
sekali, maka kompensasinya adalah tubuh tidak akan bertambah tinggi. Jadi
sekilas mata memandang sih, bisa jadi anak tersebut tampak baik-baik saja (baca:
tidak kurus-kurus amat), tapiiii.. kalau dibandingkan dengan anak sebayanya,
pasti ia akan tampak lebih pendek. Kondisi inilah yang dinamakan stunting. Stunting
ini sulit sekali untuk diperbaiki, sehingga memang betul kata pepatah,
“Mencegah selalu lebih baik daripada mengobati”.
Bukan hanya pendek, stunting juga punya banyak dampak
merugikan untuk seorang anak. Penelitian menunjukkan bahwa stunting
berdampak buruk pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit, dan
menurunkan produktivitas seseorang kelak.
Ada satu penelitian jangka panjang yang
sudah dilakukan di Guatemala nih. Jadi anak-anak yang pada usia 3 tahun tidak
stunting dibandingkan dengan anak-anak yang stunting pada 35 tahun kemudian.
Hasilnya? Mereka yang tidak stunting waktu berusia 3 tahun itu ternyata memiliki
kemampuan kognitif yang lebih baik, memiliki pekerjaan yang menghasilkan gaji
lebih tinggi atau “white collar”. Sedangkan kelompok yang stunting saat berusia
3 tahun ada yang tidak bekerja (homeless), atau bekerja kasar seperti kuli dan
pesuruh.
Penelitian juga menunjukkan kalau
anak-anak yang mengalami stunting, pada saat dewasa lebih berisiko terkena
penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, jantung koroner, hipertensi,
dan obesitas.
Karena anak-anak adalah generasi penerus bangsa, bisa
dibayangkan ya bagaimana jadinya bangsa kita 30 tahun mendatang jika saat ini
angka stunting di Indonesia masih tinggi? Lalu tanggung jawab siapakah itu?
Tentulah tanggung jawab kita, sebagai orangtuanya.
Apa yang harus kita lakukan? Ada beberapa cara mudah kok
yang bisa kita, sebagai orangtua lakukan untuk mencegah stunting. Yang pertama,
please, be concern dengan masalah nutrisi anak. Jika berat badan bayi anda
tidak naik setiap bulan, atau naik namun hanya sedikit, atau bahkan turun,
segeralah konsultasikan ke dokter. Buang jauh-jauh segala “pembenaran” seperti
anak aktiflah, ibu bapaknya kecillah, apalah apalah. Patut diingat, SEMUA anak
sehat PASTI AKTIF. Jangan juga menjadikan faktor genetik sebagai alasan. Memang
genetik akan sangat berpengaruh, tapi jangan lupa, banyak faktor lainnya yang
bisa lebih berpengaruh untuk tumbuh kembang yang optimal. Dan satu lagi,
kalimat “Yang penting sehat”. Perlu dicatat nih, bahwa kesehatan yang harus
dipikirkan bukan hanya saat ini saja, tapi jauh ke depannya pula.
Jadi jangan malas-malas ya Pak, Bu, untuk memantau
pertumbuhan anak anda. Catat pertambahan berat badan per bulan, bagaimana juga
dengan tinggi badannya, sehingga jika mulai terlihat ada gangguan, dapat segera
diatasi.
Cara lain adalah dengan memastikan memberikan sumber nutrisi
terbaik. ASI eksklusif dan MPASI yang benar (soal MPASI ini nanti saya tulis
terpisah yaa). Jika memang tidak dapat memberikan ASI eksklusif, berikan ASI
donor/susu formula dengan benar. Jaga juga kebersihan lingkungan yaaa, ini pun
bisa sangat berpengaruh lho!
Semoga suatu hari nanti, anak-anak Indonesia bisa terbebas
dari stunting, aamiin!
*Edited:
PS: Berhubung malah jadi banyak yang baper dan bilang kalau saya men-judge ibu lain, hehe saya mau sedikit curcol nih. Percayalah bu ibu, pak bapak, saya pun (sebagai ibu) PERNAH berada dalam posisi tersebut. Naya, anak saya sendiri pernah seret naik beratnya, dan saya mencari pembenaran seperti "yang penting sehat" atau "Kayaknya nurun saya deh nih". Itu terjadi sebelum saya mendalami ilmu nutrisi anak. Setelah tahu, saya terapkan pada Naya, Alhamdulillah berat dan tingginya ideal sampai saat ini. Itu yang ingin saya share dengan yang lain. Anggap saja saya beruntung, dapat kesempatan untuk belajar lebih dalam soal nutrisi anak sehingga akhirnya anak saya sendiri terhindar dari stunting. Tapi bagaimana ibu-ibu yang lain yang tidak memiliki kesempatan yang sama?
Oh ya, pada waktu itu Naya terkena anemia defisiensi besi (bisa jadi karena saya pun memberikan MPASI yang tidak terfortifikasi untuknya). Begitu anemia defisiensi besinya teratasi, beratnya baik deh:)
Please, jangan bersuudzon dulu yaa. Saya TIDAK dalam kapasitas men-judge atau menilai orang tua lain. Ini pengalaman dan pendapat saya pribadi. Silakan diambil manfaatnya jika berguna, tak perlulah jadi ber-negative thinking:) Peace yo!
*Edited:
PS: Berhubung malah jadi banyak yang baper dan bilang kalau saya men-judge ibu lain, hehe saya mau sedikit curcol nih. Percayalah bu ibu, pak bapak, saya pun (sebagai ibu) PERNAH berada dalam posisi tersebut. Naya, anak saya sendiri pernah seret naik beratnya, dan saya mencari pembenaran seperti "yang penting sehat" atau "Kayaknya nurun saya deh nih". Itu terjadi sebelum saya mendalami ilmu nutrisi anak. Setelah tahu, saya terapkan pada Naya, Alhamdulillah berat dan tingginya ideal sampai saat ini. Itu yang ingin saya share dengan yang lain. Anggap saja saya beruntung, dapat kesempatan untuk belajar lebih dalam soal nutrisi anak sehingga akhirnya anak saya sendiri terhindar dari stunting. Tapi bagaimana ibu-ibu yang lain yang tidak memiliki kesempatan yang sama?
Oh ya, pada waktu itu Naya terkena anemia defisiensi besi (bisa jadi karena saya pun memberikan MPASI yang tidak terfortifikasi untuknya). Begitu anemia defisiensi besinya teratasi, beratnya baik deh:)
Please, jangan bersuudzon dulu yaa. Saya TIDAK dalam kapasitas men-judge atau menilai orang tua lain. Ini pengalaman dan pendapat saya pribadi. Silakan diambil manfaatnya jika berguna, tak perlulah jadi ber-negative thinking:) Peace yo!
9 comments:
:(
Saat sudah konsultasi ke dokter, dan dalam beberapa bulan dokter juga udah lihat grafik pertumbuhannya dan kita sebagai orang tua udah kasih makanan yang beragam serta vitamin sesuai anjuran dokter namun anak tetap kenaikan berat badan dan tinggi badannya tidak berubah seperti sebelumnya dan bahkan dokter sudah katakan yah faktor keturunan berarti, trus apa lagi yang orang tua bisa lakukan dok?
Jangankan dokter yang gemes, kita jg gemes ama diri sendiri klo gitu :(
@Chika: Tenang chiiiik masih ada waktuuuu
@Moris: Pertama, pastikan dulu status nutrisi anak apa memang sudah baik? Kalau belum, harus dicari kira-kira apa penyebabnya mbak.
Kalo kasusnya anaknya picky eater lebih menuju GTM gimana, Dok? Udah dibawa ke macem2 dokter, masih aja kek
gini 😭😭😭
@Firliana Faiz: Mbak, coba dibaca tulisan di blog ini soal Picky Eater deh. Ada kok.
Haii dokter.. Selain nutrisi yang baik, apakah kegiatan seperti berenang dapat mencegah anak tumbuh stunting??? terimakasih atas jawabannya.
Dok anak sy usia 5bln,terkhir ini cuma naik 5ons,skrg bbnya 7kg,TB 64cm apakah normal dok?
Dok saya pengen konsul tentang nutrisi dan stunting pada anak. Sudah saya email.mohon dibalas dok ya.terima kasih.
Post a Comment