Wednesday, January 29, 2014

Hello, Soe!

Begitu mengetahui kalau selama sebulan akan ditugaskan di Soe, ibukota kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT, saya sedih luar biasa. Bukan apa-apa, saya sedih karena harus berpisah sekian lama dengan Naya. Inginnya sih mengajak Naya seperti dinas luar saya yang sebelumnya, tapi karena di Soe banyak sekali malaria, dan lokasinya yang cukup jauh, saya mengurungkan niat tadi.

Saya berangkat pukul 8 pagi dari rumah diantar Naya. Di perjalanan, Naya ceria sekali, tak henti bernyanyi dan menari. Begitu sampai airport, saya berpamitan dengannya, Naya mulai rewel. "Mau ikut mamaaaa!" Begitu tangisnya.

"Kak, Soe itu jauuuuh sekali. Ada nyamuk jahat, nanti kakak bisa sakit kalau ketemu nyamuknya. Terus di sana engga ada apa-apa. Kakak engga bisa sekolah, engga bisa balet, engga bisa les piano. Kakak di rumah aja ya." Ujar saya berusaha menenangkan.

"Engga apa-apaaaa! Pokoknya sama mamaaaa!" Kemudian pecahlah tangisnya. Hati saya seakan ditarik-tarik, sediiih banget. Saya berusaha menahan air mata, dan segera pergi untuk check in.
Sedih sekali ya rasanya meninggalkan anak itu:( Kalau bukan karena tugas, engga lagi-lagi deh!

Anyway, saya berangkat ke Soe bersama dua orang teman. Saya sebagai dokter anak, Faisal sebagai dokter anestesi dan mas Yusuf sebagai dokter Obgyn. Faisal adalah teman satu angkatan saya waktu kuliah dulu. Bahkan, kami bolak-balik satu kelompok saat ko-ass dulu. Sementara mas Yusuf adalah teman baik suami saya. Alhamdulillah, semuanya baik, sangat membantu dan asyik;)

Perjalanan ke Kupang ditempuh selama kurang lebih 2 jam dengan pesawat. Karena cuaca yang buruk akhir-akhir ini, pihak rumah sakit membelikan kami pesawat Garuda Indonesia. -Yaaay!_ Walaupun begitu, tetap saja saya deg-degan setengah mati saat terbang. Penerbangannya termasuk dibumbui banyak goncangan yang sukses membuat saya keringat dingin:@

Kami tiba di Kupang tepat pada waktunya. Udara Kupang ternyata panas, hampir sepanas Surabaya. Bandara El Tari sedang direnovasi sehingga agak sulit menemukan spot nyaman untuk menunggu jemputan. Setelah menunggu hampir sejam, kami dijemput oleh pak Dan, supir rumah sakit. Ternyataaaaa.. guncangan di pesawat belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan perjalanan Kupang-Soe selama kurang lebih 2.5 jam. Jalan yang curam berliku-liku serta menanjak membuat saya mabuk. Ingin segera sampai agar tidak perlu merasakan jalan itu. Asli deh, saya mabuuuuk! Di sepanjang perjalanan, berkeliaran sapi, babi hutan, anjing, kambing dan segala hewan lain. Saya bahkan sempat melihat 2 burung elang lho!
Saya kedinginan bgt tuh, keliatan kan?:p

Udara Soe cukup dingin menusuk. Saya hampir malas mandi karena airnya dingiiiin sekali. Tapi karena perjalanan jauh yang banyak membuat berkeringat, masa iya engga mandi sih?:p

Oh ya, saya cukup senang begitu mengetahui saya masih bisa internetan! YAY! SUPER YAYYY!
Alhamdulillaaaah. Terimakasih Telkomsel! Saya bela-belain ganti nomor lho demi bisa dapat sinyal:D

Begitu sampai, saya menyempatkan diri melihat pasien yang sedang dirawat. Kebetulan, full semua. Saya agak shocked juga mendengar kalau di rumah sakit yang termasuk besar di NTT ini, oksigen habis, obat ini itu tidak ada, darah untuk transfusi tidak ada, alat foto rontgen rusak, alat pemeriksaan laboratorium rusak -hanya bisa cek darah lengkap saja-, inkubator rusak, dan seterusnya dan seterusnya. Bingung juga jadinya. Di Surabaya, saya terbiasa bekerja dengan segala fasilitas pemeriksaan penunjang yang lengkap. Sepertinya, saya harus membiasakan diri bekerja dengan fasilitas seadanya. Harus kreatif.
Tim kami VS tim yang kami gantikan;)
Makan malam bersama

Pasien di sini kebanyakan datang dalam keadaan yang sudah sangat jelek. Konon katanya, kalau belum jelek mereka belum akan berobat ke dokter. Dukun masih menjadi pilihan pertama bagi mereka. Yang agak "aneh" buat saya adalah salah satu kebiasaan masyarakat sini "memanggang" bayi mereka. Jadi, karena cuaca yang dingin, apabila ada bayi baru lahir, akan dihangatkan -menurut saya sih dipanaskan ya:p- dengan membakar kayu dan arang di bawah dipan bayi. Jangan heran kalau datang bayi dengan luka bakar di punggung, panas tinggi karena dehidrasi, atau sesak sampai radang paru karena "terpaksa" menghirup asap sisa pembakaran.

Selain itu, diare pun masih menjadi kasus terbanyak. Hygiene masyarakat sini sangat kurang terjaga. Tidak mandi -mungkin karena air bersih sulit-, kuku yang hitam, atau daki yang menumpuk bukan pemandangan aneh di sini. Saya masih berusaha mengedukasi nih. Tapi mungkin karena faktor bahasa, suliiiiit sekali.

Masyarakat sekitar sini sangat ramah. Menyenangkan deh!:)

Nanti akan saya update beserta foto-fotonya yaaa!

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...