Sunday, November 29, 2015

Hello Facebook!

Beberapa minggu terakhir ini, saya jadi rajin mengecek Facebook setelah sekian lama. Maklum, terkadang saya merasa tak nyaman bersocial media di sana. Banyak "teman" yang tidak benar-benar kenal saya (atau sebaliknya), sehingga saya sering bertanya-tanya saat membaca Newsfeed. Errrr.. Ini siapa ya? LOL.




Saya mempunyai 4 akun Facebook yang kesemuanya penuh. Bukan apa-apa, jaman masih muda dulu (sekarang juga masih sih:p), saya sering dicap sombong jika tak mengapprove friend request yang masuk. Ada yang sampai mendatangi saya ke studio saat siaran sambil marah-marah lho! Ampun!
Lalu karena kerepotan sendiri, oom saya yang baik hati membuatkan saya Page yang tidak dibatasi jumlah friendnya. Untuk page ini, selain oom, saya sendiri yang me-manage.



Alasan lain mengapa saya sedikit malas mengupdate Facebook adalah karena beberapa kali menemukan foto saya yang dibajak. Ada lho yang pernah mengikutkan foto prewed saya ke kontes foto online dan diaku sebagai fotonya sendiri. Untunglah ada peserta lain yang mengetahui dan mengingatkan saya. Malas banget kan:D Mungkin karena, ya itu tadi, "teman" saya di Facebook bukan benar-benar teman:)

Selain itu saya suka sebal sendiri kalau ada "teman" yang men-tag saya dengan barang jualannya. Yaa betul, namanya juga usaha, tapi mbok ya hormati "lahan" orang. Menurut saya sih sembarangan men-tag akun Facebook orang dengan barang jualan sama seperti kita berjualan tanpa ijin di halaman rumah orang lain. Kan menggemaskan ya:p Kalaupun tak men-tag, ada juga "teman" yang rajin mengupdate status dengan "Aduhhh hari gini masih galau mau bekerja atau nemenin anak di rumah? Alhamdulillah saya sudah di rumah, tapi masih bisa menghasilkan. Tinggal jualan produk yang terus menghasilkan, karena buat saya anak adalah segalanya." (Dengan kata lain, "teman" ini menilai kalau ibu-ibu yang memang harus bekerja tidak menganggap anak adalah segalanya). Ujung-ujungnya? Ya tetap jualan-_-"

Belum lagi saya merasa hanya di Facebooklah, semua orang merasa bisa menjadi hakim. Ada yang menghakimi rumah makan tertentu karena "katanya" haram, padahal belum dikroscek kembali. Beberapa hari setelahnya begitu ada klarifikasi tidak haram, justru jarang yang mengkroscek. Jangan ditanya soal Jokowi vs Prabowo yang entah mengapa kok seperti tak ada berhentinya dishare dan dikomentari. Siapapun bisa menjadi hakim di Facebook. Siapapun bisa menjadi bully di Facebook. Yaaa sebetulnya memang hak setiap orang sih, tapi saya pribadi merasa tak nyaman membacanya.  Kok saya merasa suasananya "panas" begitu, membuat aura saya jadi negatif juga:D

Makanya saat ini saya lebih aktif di Path karena semua teman saya di situ memang benar-benar teman. Kenal dan pernah berinteraksi dengan saya. Saya bisa menjawab panjang lebar kalau mendapat pertanyaan simple, "Kamu kenal X di mana?". Pertanyaan yang tidak bisa saya jawab jika terkait dengan teman-teman yang ada di Facebook. Walaupun saat ini kapasitas Path ditambah hingga 500 orang, saya tetap benar-benar menjaga siapa saja yang akan saya approve. Maaf ya, tapi memang di Path saya bisa lebih bebas mengekspresikan diri *halah*:))

Lalu mengapa sekarang malah jadi rajin kembali cek Facebook? Ini semua dikarenakan saya lelah bolak/i mendapat notifikasi dari Facebook untuk mengapprove beberapa request yang masih pending. Bukan friend request sih, mulai dari game (langsung saya block) sampai grup (padahal tak nyambung dengan saya).

Anyway, sekilas pandang ternyata aura negatif yang dulu pernah saya rasakan di Facebook masih saja bertahan. Kemarin, hampir semua "teman" Facebook saya memaki-maki seorang remaja yang merusak taman Amarilis di Yogyakarta. Ada juga yang masih "keukeuh" beradu pendapat mengenai ketidakmampuan Jokowi memimpin negara (Yasalaaam, move on-nya kapan?). Ada pula yang sibuk men-share berbagai "berita" (entah hoax atau bukan) menghebohkan. Walah, masih sama saja ternyata.

Ngomong-ngomong soal anak remaja yang merusak taman pribadi di Yogya, menurut saya pribadi ada baiknya sebelum memaki-maki, kita mengintrospeksi diri sendiri. Ingat, generasi muda dunia ada di tangan generasi sebelumnya. Adilkah kalau kita memaki generasi muda yang tak paham etika atau sopan santun misalnya, dan menganggap kesalahan tsb adalah murni kesalahan mereka sendiri?

Apakah kita sebagai generasi sebelumnya sudah mengajarkan tata krama dengan baik? Lebih penting lagi, apakah kita sebagai generasi sebelumnya sudah memberikan teladan yang baik? Ataukah karena sibuk sendiri, kita lupa dan tak peduli dengan generasi penerus?

PR buat saya sebagai seorang ibu:)

Ketidaknyamanan di Facebook tidak membuat saya berniat menutup akun Facebook saya karena walaupun begitu, banyak juga lho manfaatnya. Mulai dari mengingatkan tanggal ulangtahun teman, mempermudah sharing foto dari teman (karena semua pasti punya Facebook) sampai membaca newsfeed dari akun yang positif. Akibat akhir-akhir ini sering membuka Facebook, saya jadi tahu (dan akhirnya kesengsem) sama satu akun bernama Humans Of New York. Akun ini berisi foto-foto penduduk New York (walaupun beberapa kali sempat berinvasi ke Syria dan negara lain) dengan segala cerita terdalamnya.

Brandon, fotografer dan pemilik akun ini menurut saya sangat jenius. Dia selalu tahu bagaimana menggali cerita yang sangat menyentuh dari setiap orang dan selalu ada hal positif yang bisa kita ambil. Setiap pagi saya selalu menunggu-nunggu update-an Brandon di akun ini. Terkadang -errrr, engga terkadang ding, sering:p-saya menangis bombay setelah membacanya. Tapi kadang juga tertawa terbahak-bahak, kagum, terpesona sampai marah bukan main. Iya, sebegitu hebatnya Brandon mengaduk-aduk perasaan pembacanya. Belum memfollow page tsb? I highly recommend it. Auranya positif banget, membuat aura kita juga jadi positif:)

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...