Hampir sebulan Meta ada di stase Pediatric Hematology. Entah kenapa, setiap inget hemato, Meta selalu inget satu pasien Meta waktu masih junior dulu. Sebut aja namanya X yaa. Usianya 16 tahun, relatif paling besar kalo dibanding pasien lain yang ada di ruangan lantai 1.
X ini paling kalem (ya iyalah ya, paling besar sih), paling ngemong ke pasien-pasien lain yang dianggep adiknya. Setiap giliran mau disuntik, justru dia yang ngingetin Meta. 'Dok, saya hari ini suntik leonase lagi lho'.
Meta inget banget, setelah hampir 3 bulan opname, X sangat semangat karena protokol kemoterapinya udah ampir abis, dan memungkinkan dia untuk pulang walau cuma seminggu sebelum opname lagi. Inget betapa sumringahnya dia, bisa pulang ke rumah buat ketemu adiknya yang masih 3 tahun, ketemu kakek neneknya, dan ketemu ayahnya. Fyi, di RS dia cuma ditemeni sang ibu karena ayahnya harus tetap bekerja demi menghidupi keluarga.
'Dok, saya sebentar lagi boleh pulang ya dok, kangen rumah, kangen adik, kangen semuanya.'
Waktu itu Meta mengiyakan dengan catatan hasil laboratorium darahnya baik. Tapi apa boleh buat, ternyata hasil pemeriksaan mengharuskan X untuk transfusi. Kecewa, jelas. Tapi X tetap tersenyum sambil menghibur diri, 'Ga apa-apa dok, abis transfusi kan boleh langsung pulang. Lumayan biarpun cuma 3 hari'
Sayangnya, setelah transfusi dan dicek ulang, X harus kembali ditransfusi selama 3 hari. Padahal, jadwal kemoterapinya sudah di depan mata. Jadilah X tidak bisa pulang karena harus meneruskan jadwal kemoterapi.
Begitu pun, dia tetap tersenyum (walaupun mengeluarkan airmata, yang pada akhirnya bikin Meta jadi ikut terharu). 'Mungkin emang aku engga boleh pulang dulu ya dok. Engga apa-apa deh, nanti aja setelah kemonya selesai semua, baru pulang, biar bisa lebih lama di rumah.'
Waktu berlalu, dan X masih sama seperti biasa. Mudah tersenyum, selalu ikut menenangkan kalau ada pasien lain yang takut mau disuntik, ikut membujuk kalau ada yang engga mau disuntik, she had been very helpful.
Sampai suatu hari, beberapa hari menjelang lebaran, X yang lemah, terbaring engga berdaya di tempat tidurnya, bilang gini ke Meta ' Dok, saya boleh pulang ya dok. Kan sebentar lagi lebaran. Saya pengen lebaran di rumah dok. Kangen takbiran bareng-bareng. Kangen sama keluarga, kangen sama rumah.'
Karena hasil darahnya dan keadaan umumnya yang sangat lemah (lebih lemah dibanding biasanya), jelas belum boleh pulang. Akhirnya Meta jelasin panjang lebar, takut ada apa-apa kalau pulang sekarang, toh nanti kalau lumayan membaik bisa pulang agak lama. Walaupun dengan berlinang airmata, X mau juga nurut untuk engga pulang paksa. Sang ibu pun setuju untuk tetap di RS.
Tapi Allah berkehendak lain. tepat di hari raya, X berpulang ke hadiratNya. Sayangnya, Meta yang waktu itu lagi hamil muda dan hiperemesis gravidarum masih harus full bedrest di rumah dan engga bisa nemuin keluarganya langsung.
Begitu Meta tau kalo X udah engga ada, entah karena hormon kehamilan atau gimana ya, rasanya sediiiiih banget. Setengah menyesal juga, apa mustinya Meta ngebolehin X pulang (walaupun statusnya pulang paksa) ya? At least, takbiran itu bisa jadi takbiran terakhirnya barengan keluarga. Mungkin kalo waktu itu X pulang, pada saat dia dipanggil ke rahmatullah, dia sedang berada di antara keluarga terdekatnya, lengkap. Mungkin keinginannya ketemu sama adiknya, sama kucingnya, sama ayahnya, bisa terlaksana sebelum pada akhirnya engga mungkin lagi tercapai.
Mungkin ini udah jadi jalanNya, dan pasti yang terbaik untuk X. Semoga.
No comments:
Post a Comment