Monday, April 29, 2013

Di Muka

Huru-hara di pagi hari. Naya tiba-tiba datang menghampiri saya dan mencoba untuk duduk....di muka saya!

Meta: "Kak, apa sih? Engga boleh duduk di muka mama atau papa atau siapa pun. Engga sopan!"
Naya: "Tapi kakak Aya mau duduk di muka mama!"
Meta: "Duduk di kursi aja, atau sini mama pangku yaa?"
Naya: "Engga maaaauuuuuu" *mulai merengek plus nangis*
Meta: "Kenapa mau duduk di muka mama?"
Naya: " Kan istimewa ma, kaya pak kusing (kusir, Red) yang sedang bekerja. -Naya memang lagi tergila-gila sama lagu naik delman akhir-akhir ini-
Meta: *ngakak* "Kak, muka itu maksudnya depan. Jadi di muka itu sama dengan di depan."
Naya: "Bukaaaaan maaaa, muka itu iniiii *nunjuk mukanya* bukan depannnn! *nangis tambah keras*
Meta: *bingung setengah mati*
:)))))

Kesempatan lain,
Naya : "Ma, mbak Siti (ART saya,Red) namanya siapa ma?"
Meta: "Lho, ya Siti kak. Siti itu kan namanya."
Naya: "Bukan ma. Nama panjangnya."
Meta: "Oooh. Mama engga tau, nanti kita tanyain yaa! Kenapa emangnya kak? *bingung, menebak-nebak arah pertanyaan bayi*
Naya: "Kakak Aya tau!"
Meta: "Oh yaa? Siapa?"
Naya: "Siti....mewa kududuk di muka di samping pak kusir yang sedang bekerja."
Meta: *ngakaaaaaaak*
 Asli deh itu engga kebayang Naya bakal ngusilin emaknya semacam itu. Serasa punya anak ABG, bukan bayi:')

Sunday, April 28, 2013

Selingkuh

Ini apa deh ujug-ujug ngomongin selingkuh? Jadi gini, salah satu sahabat dekat saya waktu sekolah dulu mem-bbm saya beberapa waktu lalu. Walaupun jarang sekali bertemu muka, kami memang masih sering bersilahturahmi lewat BBM atau LINE.

Ceritanya, teman saya -sebut namanya Mawar aja ya!- ini pernah punya gebetan waktu sekolah. Gebetannya memang idola sejuta umat saat itu. Rasanya semua cewek pasti ngecengin dia deh. Eh kecuali saya sih:p Saya inget banget betapa Mawar sering mencoret-coret bukunya dengan nama gebetannya. Betapa curhatnya selalu menyelipkan nama gebetan. Engga ketinggalan, menitipkan 1000 salam pada teman gebetan. Errrr, jadul juga yak:p

Singkat cerita, Mawar engga pernah jadian sama gebetannya ini, dan setelah lulus saya sudah engga pernah mendengar Mawar menyebut-nyebut namanya lagi.

Makanya saya kaget banget waktu akhir-akhir ini Mawar mulai mengungkit soal gebetan masa lalunya. Si gebetan, sebut aja namanya Ariel deh ya, sekarang sudah berkeluarga dengan 2 orang anak. Kalau saya lihat dari foto profile Facebooknya sih, sepertinya keluarga mereka sangat bahagia. Sementara itu, Mawar belum berkeluarga. Prioritasnya dari dulu memang karier. Engga heran, kariernya sekarang memang gemilang.

Ternyata, tanpa sengaja mereka berdua sempat bertemu di salah satu acara kantor. Diawali bertukar pin Blackberry dan nomor handphone, akhirnya jadi dekatlah mereka. Tidak ada hari tanpa BBM-an yang menanyakan kabar, sudah makan atau belum, lagi ngapain dsb. Terkadang janjian untuk lunch bareng di sekitar wilayah kantor mereka. Hanya berdua saja. Mawar senang sekali mereka bisa dekat. Wajar, saya tahu betapa cinta matinya Mawar ke Ariel dulu:D

Tapi tetap saja saya yang mendengar ini kaget. Lho, bukannya Ariel sudah berkeluarga? Bukankah itu sama saja dengan berselingkuh? Saya berani bertaruh, istri Ariel pasti sama sekali engga tahu hubungan suaminya dengan Mawar yang katanya 'cuma' teman ini.

Menurut Mawar, apa yang dilakukannya bukan berselingkuh. 'Toh, engga pernah kontak fisik. Gandengan tangan aja engga pernah, Met!"

Hmphhhh..
Menurut saya, selingkuh tidak hanya dapat dinilai dari sekedar ada/tidaknya kontak fisik. Apa yang dilakukan Mawar dan Ariel itu salah satu bentuk dari perselingkuhan. Entah ya, sebut saya lebay, tapi kalau saya yang ada di pihak istri dari Ariel, saya pasti akan marah besar, dan mungkin akan langsung minta untuk mengakhiri hubungan.

Komitmen buat saya adalah syarat mutlak untuk suatu hubungan. Jika komitmen sudah dikhianati, meski dalam bentuk sms-an, bbm-an, lunch bareng, terus buat apa meneruskan hubungan?
Kalau kata orang, sama saja dengan selingkuh hati. Tinggal menunggu waktu saja kapan selingkuh hatinya berlanjut ke fisik, IMHO:)

Mungkin saja sih, istrinya Ariel engga selebay saya -semoga yaa!-:p
Tapi maafkan saya ya Mawar kalau saya sangat engga menyetujui apa yang kamu lakukan ini.

I know you will read this. I am still your BFF. I will always be. That's why I keep telling you to stay away from him for your own goodness. Please:)



Thursday, April 25, 2013

Cover Ayahbunda

Our first cover;)
Sudah baca majalah Ayahbunda terbaru kan? #uhuk. Saya senang sekali lho berkesempatan menjadi covernya:D
Walaupun bukan yang pertama-jaman abegeh duluuuuh sudah pernah-, tapi tetap saja istimewa karena ini foto cover saya perdana bersama Naya:D

Kok bisa? Saya kan bukan selebriti. Terkenal juga engga. Terus bagaimana caranya? Saya pun sebenarnya masih percaya engga percaya kok:p

Jadi begini, suatu hari saat saya sedang akan pulang kampung beberapa hari dan meng-update status penuh kegembiraan di Path, mbak Tenik Hartono, CCO majalah Ayahbunda yang baik hati memberikan komen pada saya untuk meluangkan waktu difoto saat mampir ke Jakarta.

Namanya juga banci foto, saya sih senang -senang aja hehehe. Nah, setelah janjian, pada hari H, saya dan Naya diantar mama pergi ke gedung Femina untuk pemotretan. Saya pernah beberapa kali ke gedung Femina sebelumnya untuk foto di majalah Cita Cinta, Gadis dan Seventeen (RIP Seventeen Indonesia, sayang banget sudah engga ada), tapi ya itu tadi, pas masih ABG, sudah lamaaaaaa. Jadilah, harus agak menggali ingatan dan tanya kiri-kanan untuk sampai ke sana.

Di sana, saya langsung naik ke studio foto untuk di-makeup. Naya masih tertidur lelap di mobil sampai akhirnya menyusul saya setelah bangun. Rupanya di studio sedang ada pemotretan bertema Pooh untuk anak-anak. Naya yang masih belum 'penuh' karena baru bangun langsung excited demi melihat Pooh, Piglet dan Tiger.

"Mama, kakak Aya di-cheese dong sama Pooh!" --> emang suka difoto.


Kakak Aya, Pooh, Piglet, Eeyore dan Tiger.
Setelah di-makeup, tiba saatnya pemotretan. Semua wardrobe dan property yang dipakai sudah disediakan. Saya dan Naya berganti baju 3x dengan 3 tema yang berbeda.

Jalannya pemotretan terbilang lancar. Alhamdulillah walaupun fotografer dan kru yang lain terbilang 'asing', Naya sangat kooperatif. Mau senyum, sadar kamera dan sepanjang pemotretan tetap ngoceh melulu engga ada hentinya-_-"

Sampai detik itu, saya engga tahu lho kalau itu buat cover. Saya pikir sebagai blogger web Ayahbunda, pemotretan tadi adalah untuk artikel profil.


Suasana Pemotretan

Saya baru ngeh setelah pemotretan dan disodori berkas untuk ditandatangani. Di berkas tersebut, dijelaskan bahwa hasil pemotretan akan dijadikan cover. Waaaaaaa saya langsung berbinar-binar deh! Tapi deg-degan juga. Saya kan bukan artis atau orang terkenal. Engga pede! Nanti apa kata orang? Jangan-jangan oplahnya turun karena model cover-nya tak dikenal *semoga jangan ya!*:p

Sampai sekarang, saya sebenarnya belum melihat sendiri majalahnya karena di tempat saya saat ini (baca: Balung, Jember) engga ada tukang majalah. Bisa pesan sih, tapi datangnya minimal masih seminggu lagi-_-"

Anyway, it was such a great experience in life. Im so honoured:)

Terimakasih tak terhingga buat mbak Tenik, tentunya, mbak Fia, mas Yudhi, mbak Jane sebagai fotografer, mas Ariya-MUA, mbak Nanda Djohan-stylist, dan semua kru yang lain:) 
Semoga engga bosen-bosen ngajak foto lagi! Hyahaha #modus :p

All That Matters

Setiap mendengar nama Kartini, kata pertama yang terlintas di benak saya adalah emansipasi.

Sebagai seorang perempuan, saya sungguh sangat berterimakasih kepada Kartini. Coba bayangkan, tanpa beliau mungkin perempuan di Indonesia sampai saat ini tidak mempunyai kesempatan yang sama dengan pria untuk mengenyam pendidikan, bekerja atau bahkan menjadi pemimpin.

Sekarang? Ah, bisa kita lihat dimana-mana kaum perempuan bekerja yang tidak kalah dengan pria. Bahkan banyak juga perempuan yang menjadi pimpinan. Profesi yang dulu hanya menjadi milik laki-laki sudah 'dibagi' rata kesempatannya dengan perempuan.

Waktu belum menikah, impian saya adalah mendukung Kartini membuktikan bahwa perempuan bisa sama dengan laki-laki. Saya tidak keberatan harus bekerja semalaman di studio setelah dinas seharian di rumah sakit. Tidak mengeluh juga kalau diberi tugas jaga bolak/i sampai jarang melihat rumah. Kalau yang laki-laki bisa, saya juga harus bisa dong!

Tapi setelah menikah dan -apalagi- punya anak, duh rasanya kaki ini berat sekali untuk melangkah pergi bekerja. Saya ingin mendampingi Naya setiap hari. Saya lebih ingin bersama Naya setiap saat dibandingkan bekerja. Saya ingin menjadi saksi mata langsung tumbuh kembang Naya. Sempat terlintas niat saya untuk berhenti bekerja saja.Lalu apa kabar dengan impian saya untuk mendukung Kartini?

Saya jadi berpikir, apakah harus menjadi wanita karier dulu untuk menjadi seorang Kartini? Apakah harus menjadi ibu bekerja dulu untuk dapat disebut sebagai seorang Kartini?

Saya tahu banget nih, Full Time Mom alias Ibu Rumah Tangga dan Working Mom alias ibu yang bekerja alias wanita karier masih jadi bahan perdebatan abadi sampai sekarang.

Saya jadi ingat 'perang status BBM' teman-teman saya.

"Alhamdulillah ya, Laika -bukan nama sebenarnya- lulus ASIX plus MPASI rumahan buatan ibunya sendiri. Biarpun capek no nanny, no maid, insyaAllah berkah Tuhan balasannya."

"Bekerja demi masa depan Biyan -juga bukan nama sebenarnya-. Biarpun capek, selama masa depan Biyan terjamin, engga masyalah."

"Rejeki anak ada sendiri-sendiri, engga perlu kerja terlalu ngoyo. Yang penting justru bonding dan kasih sayang ibu."

"Buat apa jauh-jauh memikirkan masa depan kalau saat ini anak kurang waktu dan perhatian?"

"Bekerja=aktualisasi diri=modal mendidik anak"

Dan masih banyak lagi. Intinya, yang tidak bekerja merasa lebih baik karena dapat sepenuhnya 'memegang' anak. Yang bekerja pun tidak mau kalah karena merasa dengan bekerja dapat mengaktualisasi diri demi modal mendidik anak. Ngenes ya bacanya? Eh tapi ini benar-benar kejadian lho!

Buat saya, ibu bekerja atau ibu rumah tangga apapun sebutannya, tetap adalah seorang ibu. Seseorang yang dengan ikhlas akan melakukan segalanya, mengorbankan apapun untuk anak. Seseorang yang akan selalu memberikan yang terbaik untuk anaknya.

Bekerja atau tidak, ibu adalah sosok sempurna seorang Kartini. Sama seperti Kartini, ibu pun berjuang melahirkan dan membesarkan manusia. Di tangan ibu, generasi muda bangsa dibentuk.

Apapun jabatannya, mau direktur, manajer, dokter, ibu rumah tangga, presiden sekalipun, saya yakin hanya 'sampingan' saja karena pekerjaan utama adalah sebagai seorang ibu. Titik.

Dimanapun berada, saat sedang di kantor, di tempat kerja, saya yakin hati dan pikiran ibu selalu ada pada anak-anaknya.

Pilihan berkarier atau tidak memang kembali ke pribadi masing-masing dengan segala pertimbangannya. Saya sendiri memilih tetap berkarier karena yakin insyaAllah bisa menyeimbangkan tugas saya sebagai ibu dan wanita bekerja dengan prioritas keluarga.

For all the mothers in the world, please stop arguing about full time mother or working mother. We are all Mothers. Period. It's all that matters:)

Saya yakin kalau Kartini masih ada, beliau akan tersenyum bangga pada kita semua.

Selamat hari Kartini!

Sunday, April 21, 2013

Masalah Majalah

Entah ini bisa dimasukkan kedalam kegiatan compulsive shopping atau tidak, tapi selain notes, saya sukaaaaa sekali beli majalah:D

Bedanya dengan notes, setiap habis membeli majalah, saya pasti akan langsung membacanya sampai selesai. Engga kompulsif kan kalau gitu namanya? Toh, menurut pembenaran saya, semua info di majalah memang saya butuhkan kok:p

Majalah apa saja sih yang saya beli? Jangan kaget ya! Semua. Iyaaa semua. Saya engga pandang bulu dalam membeli majalah. Apapun saya sikaaat:p
Mulai dari teen magazines seperti Gadis, GoGirl, Girlfriend sampai Hai sering saya beli. Jadi biar kata udah emak-emak, saya masih mengikuti tren gaulnya remaja hehehe. Sedikit banyak, ini membantu saya juga untuk siaran:)

Majalah yang ditujukan untuk wanita seumuran saya seperti Femina, Chic, CitaCinta, Grazia pun engga ketinggalan saya beli. Kalau yang ini sih bukan buat bahan siaran tentunya. Tapi info yang diberikan memang sangat berguna buat saya.

Sebagai seorang ibu, saya juga membaca majalah-majalah bertema parenting seperti Ayahbunda, Mother and Baby Indonesia, Parents, Parenting, Tumbuh Kembang, dll. Ini sih sudah jelas dong ya alasannya kenapa:)

Tentunya bikin kantong kering kalau saya berlangganan semua majalah tadi:D
Jadilah, saya memutuskan untuk berlangganan beberapa majalah saja, sedangkan sisanya membeli saat ada edisi yang menarik hati.

Saat ini saya berlangganan majalah Ayahbunda dan Grazia, dan sedang berniat memulai langganan Femina bulan depan. Sementara majalah lain yang sering saya beli (hampir setiap edisi) adalah Mother Baby Indonesia dan Gadis. Bagaimana yang lain?

Saya sungguh bersyukur saat ini banyak majalah yang tersedia versi digitalnya. Tinggal search lewat gadget, bayar dan download. Harganya jauuuuuuuuh lebih murah dibandingkan membeli versi cetaknya. Masuk akal dong, kan engga butuh biaya kertas, tinta maupun distribusi. Untuk pembaca seperti saya, untungnya adalah engga menambah tumpukan majalah yang membeludak di rumah dan menghemat banyak hehe.

Sayangnya, majalah-majalah keluaran Femina Grup belum tersedia versi digitalnya. Padahal sejak umur 12 tahun, saya sudah suka dan rutin membaca majalah keluaran Femina Grup. Entah ya, menurut saya bahasannya selalu menarik, bahasa yang mudah diikuti, engga heran hampir semua majalahnya adalah pelopor no 1 di setiap segmen. Semoga segera deh ya!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...