Tuesday, February 27, 2018

Sebelum ke Belanda

Pertama kali menerima kabar bahwa aplikasi untuk meneruskan pendidikan sementara waktu di Belanda diterima, yang terpikir oleh saya adalah: Bagaimana dengan Naya? Rasanya saya tak sanggup berpisah lama dengannya, apalagi karena suami pun akan berada di Belanda bersama saya.

Akhirnya saya mencari informasi sebanyak-banyaknya untuk menyekolahkan Naya di Belanda. Googling sana-sini, bertanya ke banyak pihak, rupanya tak terlalu sulit kok. Semakin semangatlah saya. Di mana pun rasanya pasti menyenangkan kalau bisa bersama keluarga, bukan?
My BFF

Tugas saya selanjutnya adalah meyakinkan Naya untuk sementara berpindah sekolah ke Belanda. Inilah yang sangat sulit. Sejak dulu, memang Naya susaaaaah sekali berkompromi kalau untuk urusan sekolah. Pernah lho, ia demam tinggi sampai 40 derajat, dan tetap memaksa ingin ikut ulangan ke sekolah. Menangis semalam, padahal saya tahu benar bahkan untuk membuka mata saja pasti sulit. Karena saya sudah menduga akan banyak sekali kesulitan meyakinkan Naya, saya mempersiapkan argumen dan pendapat yang didapat dari berbagai sumber. Sejak berbulan-bulan sebelumnya, saya memberikan afirmasi perlahan pada Naya dengan harapan, ia akan luluh juga dan mau berpindah sekolah sementara ke Belanda.


Hasilnya? Tet Toooot:))) Naya tetap tidak mau karena banyak alasan.
M: "Kak, ikut mamay papay aja yuk, enak lho bisa sekolah di sana juga kok!"
N: "Nope. Nanti kakak ketinggalan pelajaran di sini."
M: "Lho, engga kak, sama pelajarannya di sana juga."
N: "Mamay engga masuk akal. Its impossible may. Emang di sana ada yang bisa ngajarin kakak Bahasa Indonesia? Atau PPKN? Kan engga mungkin."
M: "Iya. tapi mamay yakin kakak bisa ngejar kok sepulang dari sana."
N: "Kan bukan cuma sekolah aja may. Nanti kakak ketinggalan balet, piano, kelas inggris, ngaji, banyaaak. Lagian, di Belanda bukannya mahal?"
M: "Iya emang."
N: "Yang paling penting kan mamay sama papay sekolah di sana. Kalau kakak sebetulnya kan engga penting-penting amat. Nanti tambah mahal lho, kita engga bisa makan gimana?"
M: "Terus kakak gimana kalau ga ada mamay?"
N: "Ya pasti sedih sedikit. Tapi kan mamay ke sana emang harus. Sekolah kan? Gpp may, its not forever, okay. "
Lalu seperti biasanya, percakapan semacam ini diakhiri dengan kemewekan emaknya dan Naya sibuk menghibur:))))

Beberapa minggu yang lalu, suami berangkat terlebih dahulu ke Belanda (karena memang masa studinya di sana yang lebih lama). Saya dan Naya mengantar sampai ke bandara. Suami tampak sedih sepanjang perjalanan, dan benar saja, saat berpamitan dengan Naya, suami menangis tersedu-sedu. (Saya antara ikut sedih sama ingin tertawa, duh gimana dong ini istrinya huahahaha).

Saat melihat papanya menangis, Naya tersenyum dan malah cengengesan. Melihat Naya tak tampak sedih, saya sedikit tenang. Alhamdulillah, artinya memang Naya sudah siap ditinggal.
Cengengesan sebelum menangis semalam:))

Ehhhh, begitu papanya masuk ke dalam gate untuk check-in, Naya memeluk saya erat tak bersuara. Saya masih belum ngeh sama sekali Naya menangis sampai melihat baju yang saya kenakan basah kuyup. Demikian pula sepanjang perjalanan pulang, Naya menangis tak henti-henti.

M: "Kak, kok kamu nangisnya delay sih? Papay udah engga ada baru nangis. Tadi papay nangis kamu cengengesan."
N: "Im sad, mamay. Dari tadi juga pengin nangis tapi kakak tahan. Soalnya papay nangis, kan sedih. Kalau papay liat kakak nangis, nanti papay tambah sedih terus mikirin kakak terus di Belanda, nanti malah engga bisa sekolah."
M; (Saya ikutan mewek mendengarnya)--. #TeamMewek

Hari ini, insyaAllah saya akan berangkat ke Belanda. Naya sudah meminta saya berjanji sejak lama.
N: "Mamay, kalau mamay nanti pergi, kakak ikut anter ke bandara. But you have to promise me that you wont cry, okay?"
M: "Wah kak, engga janji yaaa. I'll try buat i cant promise you."
N: "Nooooo, you have to promise me."
M: "Why?"
N: "Kalau mamay nangis, nanti kakak kepikiran. Mamay di Belanda bisa makan apa engga kan di sana engga ada sambel. Mamay di sana kalau lupa naruh barang gimana, kan engga ada kakak. Mamay di sana kuat dingin apa engga, nanti bersin-bersin sama meler terus. Mamay di sana bisa belajar engga, mamay di sana lagi ngapain. Gitu-gitu. "
M: (Setengah mati nahan air mata) "Oh, okay kak. Kakak juga engga boleh nangis ya kalau gitu. Nanti kalau mamay kangen gimana?"
N: "Gini, di Belanda ada jendela kan? Mamay buka jendela, lihat ke arah Surabaya. Mamay cek dulu di GPS ya, Surabaya di sebelah mana."
M: "Terus?"
N: "Terus abis itu mamay kirim (emoticon) rainbow ke whatsappnya uti. Nanti kalau kakak liat rainbow, kakak langsung videocall mamay."
M: "Kenapa rainbow?"
N: "Dont you know, mamay? Because there's always happiness in the end of the rainbow."
(Eaaaaaaaa. belajar gombal dari mana nih anak) :))))

Selama beberapa bulan ke depan, blog saya ini pastinya akan dipenuhi berbagai cerita saya selama di Belanda, kekangenan saya terhadap Naya (pasti!!), dan cerita persiapan sebelum ke Belanda yang insyaAllah bisa akan berguna.

Wish me luck!:)



2 comments:

Anggraeni Septi said...

Selamat berjuang dokter, selamat belajar disana. Esok saat kembali membawa banyak ilmu dan manfaat buat kesehatan anak-anak disini. Salam dari Luigi :)

Kakak naya pinter ya :)

Unknown said...

kakak naya pinter banget ya.. dewasa abis.
semoga semua berjalan lancar ya mb meta. selamat belajar....

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...