Saturday, December 24, 2016

Toleransi dan Generasi Muda

Sependek ingatan saya isu SARA (Suku, Agama dan Ras) sudah sejak dulu berhembus, sejak saya masih kecil. Bahkan mungkin memang sudah dari jaman nenek moyang kita dulu ya.  Tapi entahlah, akhir-akhir ini saya merasakan bertambah kuatnya perbedaan pendapat atau perselisihan yang disebabkan karenanya. Coba deh cek timeline Facebook, isinya yang ini nyinyir terhadap yang itu, yang itu share berita dengan sumber tak jelas untuk nyinyir terhadap yang ini, dan demikian seterusnya. Yang awalnya membahas politik, akhirnya bisa melebar kemana-mana. Equil-lah, Sari Roti-lah, apalah apalah. Lelah Hayati membacanya Bang, lelaaaah.

Saya sedih sekali melihat bangsa Indonesia yang terkenal  ke-Bhineka Tunggal Ika-annya ini jadi terpecah belah karena hal yang justru menjadi aset kekayaan kita dibandingkan negara lain. Bayangkan deh, di kala negara lain sudah menciptakan teknologi mutakhir ini itu, bangsa kita setiap tahunnya masih saja berselisih pendapat mengenai boleh tidaknya mengucapkan selamat hari natal kepada umat Nasrani. SETIAP TAHUN. Tsk.

Beberapa hari lalu, saat pembagian raport di sekolah Naya, saya sempat terharu luar biasa. Bukaaan, bukan karena nilai raport Naya yang istimewa (kalau ini sih ya sutralah ya:p), tapi karena wali kelasnya menceritakan suatu hal kepada saya yang tidak pernah diceritakan Naya. Gurunya bercerita, Naya diundang bermain ke rumah salah satu teman sekelas. Tentulah anak gadis saya ini gembira sekali menyambut undangannya. Karena ia sedang senang-senangnya berkumpul dengan teman sekelas, Naya sudah tak tahan ingin segera ber-playdate. Lalu temannya bilang, kalau hanya Naya yang diundang karena hanya Naya yang sama-sama beragama Islam (teman-teman sekelas lain tidak ada yang beragama Islam juga).



Menurut wali kelasnya, Naya sempat ragu untuk bercerita dan tampak galau. Pada akhirnya, ia bercerita juga karena merasa perbuatan temannya itu tidak sesuai dengan yang seharusnya. (Buat yang belum tahu, Naya ini orangnya sangat taat dan sesuai dengan aturan atau apa yang diajarkan). Naya akhirnya memutuskan tidak ingin datang memenuhi undangan temannya tadi.

Di akhir cerita wali kelas Naya, saya merasakan kedua mata saya menghangat dan setengah mati menahan agar tak sampai mengalir ke pipi (Mungkin wali kelasnya bingung kenapa emaknya Naya ini kedip-kedip terus hahaha).

Saya sempat menanyakan kepada Naya setelahnya.
M: "Kak, itu kata bu guru bener ya?"
N: "Iya memang."
M: "Kok kakak bisa kepikiran gitu sih? Ga jadi mau main ke rumahnya si X?"
N: "Iya mama, kan kasihan si A, B, C, D dst dst (menyebut nama teman sekelas lain yang non-muslim). Masa jadi ga boleh main bareng karena bukan Islam? Memangnya terus kenapa kalau bukan Islam? Coba deh mama bayangin kalau si B juga gitu. Ngundang yang lain buat main sama-sama tapi ga ngajak kakak karena kakak Islam. Pasti kan kakak sedih. "

(Dan akhirnya air mata yang dari tadi tertahan ambrol juga wakakak. Harap maklum, #TeamMewekFTW!) Im a very proud mother:)

Tadi pagi saya sempat membaca screenshot update-an status yang sekarang jadi viral di social media. 
Duh, sedih sekali deh membacanya. Saya membayangkan jika kebencian sudah ditanamkan begitu dalamnya pada anak SD, bagaimana jadinya masa depan Indonesia beberapa puluh tahun ke depan? Ini sudah bukan lagi soal politik ya. Anak-anak yang masih kecil, murni dan polos sudah teracuni (atau diracuni?) pemikiran yang penuh rasisme. Anak kecil lhoooo iniiii.

Apakah generasi muda mendatang masih akan mengenal toleransi? Tenggang rasa? Tepa selira? Saling menghormati?

Saya bukan siapa-siapa. Bukan penguasa atau pejabat negara yang bisa membuat aturan atau diuntungkan karena politik. Bukan juga selebriti yang dapat mempengaruhi banyak orang. Saya cuma ibu  yang sangat khawatir akan masa depan anak-anak generasi penerus bangsa kita kelak. Saya seorang muslim, dan ingin pula anak saya menjadi anak solehah yang menaati ajaran agama. Bukankah saling menghormati, toleransi dan perdamaian yang diajarkan setiap agama? Semoga para orangtua menyadari, sebelum dengan gampangnya update status di social media atau berbicara di lingkungan rumah, bagaimana dampaknya pada anak-anak kita. Sadar tak sadar, kita sedang membangun generasi masa depan dengan tingkah laku , sikap, ucapan dan tulisan kita.
If becoming "religious" has made you more judgmental, rude, harsh, a backbiter, you need to check if you are worshiping God or your ego (Anonymous).
 Untuk yang merayakan natal, selamat hari raya natal yaaa! Damai di hati, damai di bumi! Dan untuk yang tidak merayakannya, selamat berlibuuuur!

PS: Waktu untuk ikutan #MommyclopediaGiveaway masih ada sampai tanggal 25 Desember jam 12.00 WIB yaa, yuk ikutan!

1 comment:

Anonymous said...

Baca buku: 'Ilusi Negara Islam' karya terakhir alm. Gusdur
dan sadarilah apa yang terjadi sekarang ini sudah jauh2 hari diprediksi oleh beliau.....

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...