Anyway, sesuai janji sebelumnya nih, menyambung postingan yang ini, saya mau melanjutkan cerita soal Naya.
Sejujurnya, saya sudah hampir putus asa karena berulang kali dijudge ini-itu oleh banyak orang. Lama-lama sebal juga lho dicap sebagai ibu yang ambisius dan terlalu memaksakan anak. Mulai dari keluarga, teman saya, bahkan oleh orang engga dikenal yang baru pertama kali bertemu. Akhirnya, saya sudah memutuskan tidak akan menyekolahkan Naya sesuai dengan kemampuannya yang setara TK-B atau kelas 1 SD seperti rekomendasi psikolog walaupun Naya marah-marah terus. Sudahlah, di sekolahnya yang sekarang saja sudah cukup. Setidaknya menurut saya lumayan untuk "memaksa" Naya bersosialisasi dengan teman sebaya.
Sebagai kompensasi, saya membeli banyak buku pelajaran anak TK-B dan kelas 1 SD untuk Naya belajar sendiri di rumah. Puaskah Naya? Sadly, no. Naya masih bolak/i bertanya pada saya, "Kenapa kakak masih di pre-k-1? Kapan masuk TK-B nya? " dibumbui oleh beberapa kali mogok sekolah. Naya juga masih sangat rendah diri. Segala kegiatan yang biasanya sangat dia sukai berganti menjadi musuh bebuyutan. Kalau biasanya setiap hari minta les balet, sekarang enggan. ("Kakak engga bisa balet. Kakak kan engga pintal, buktinya ga ada sekolah yang mau nelima"). Biasanya bertanya terus kapan jadwal les piano saking sukanya, tapi sekarang Naya juga mogok latihan piano ("Kakak engga bisa ma, kakak itu engga bisa apa-apa. Makanya ga ada sekolah yang mau"). Bahkan kegiatan sehari-hari seperti makan sendiri, mengganti baju sendiri pun enggan Naya lakukan. ("Kakak itu memang engga pintal ma. Semua pokoknya engga bisa.")
It really broke my heart. Deeply:'(
Tapi saya merasa tidak punya pilihan lagi selain berdoa memohon petunjuk.
Sampai suatu hari, sekretaris di rumah sakit tempat saya bekerja dengan berseri-seri memanggil saya untuk menunjukkan berita di harian Jawa Pos. Rupanya ada artikel mengenai seorang anak ber-IQ tinggi yang dibina oleh Prof Yohanes Surya sehingga di usianya yang ke-10, anak ini sudah bersekolah setara kelas 2 SMA. Saya langsung tertarik membacanya dan berusaha mencari cara menghubungi Prof Yohanes. Prof Yohanes Surya adalah seorang ilmuwan sangat terkenal sejak saya kecil dulu. Saya ingat waktu SMA, kami sekelas mengikuti seleksi olimpiade Fisika dengan buku-buku beliau. (PS: Saya ikut-ikutan doang demi ngecengin ketua OSIS yang ikutan juga hahaha).
Kembali ke topik. Setelah browsing sana-sini, saya mendapatkan alamat email beliau dan langsung menceritakan soal Naya. Karena Prof Yohanes Surya adalah pendiri Surya University (2013) di Serpong yang merupakan pusat penelitian, dan salah satu clusternya adalah National Centre for Gifted and Talented (NCGT), saya sungguh berharap Prof Yohanes dapat memberikan pencerahan berdasarkan banyaknya pengalaman beliau menangani anak seperti Naya.
Saya menanti balasan email beliau dengan harap-harap cemas. Alhamdulillah, email saya dibalas beliau setelah 2 hari. Beliau meminta saya menghubungi salah satu konsultannya yang kemudian merujuk saya ke ibu Evy Tjahjono, seorang psikolog khusus anak berbakat atau istilahnya Cerdas Istimewa/Berbakat Istimewa (CIBI). Beliau adalah konsultan di NCGT. Tak menunggu lama, saya langsung mengemail beliau untuk menceritakan Naya panjang lebar. Alhamdulillah lagi, email saya direspon dengan cepat. Kebetulan sekali, beliau sedang berada di Surabaya dan memungkinkan saya berkonsultasi langsung. Allah Maha Baik ya, di saat saya sudah putus asa
Satu minggu setelah saya mengirim email pada ibu Evy, kami janjian untuk bertatap muka. Saya membawa semua medical record Naya, termasuk status tumbuh kembangnya sejak lahir, buku laporan kemajuan dari sekolahnya yang dulu dan sekarang, sampai buku-buku untuk anak TK-B dan kelas 1 SD yang Naya kerjakan.
Kami berdiskusi dengan sangat intens. Saya lega sekali bisa menceritakan semua soal Naya tanpa takut bakal dijudge ini-itu. Total hampir 3 jam saya bercerita. Naya tidak ikut di dalam ruangan karena pada sessi pertama ini, rupanya ibu Evy ingin mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dari saya.
Kesimpulan yang diambil setelah interview dari ibu Evy adalah sepertinya Naya menunjukkan tanda-tanda anak gifted. Walaupun sebenarnya IQ masih bisa berubah, dan gifted belum bisa terlalu dilihat pada anak seumur Naya, tapi banyak ciri-ciri gifted terdapat di Naya.
Sumber : http://ryaneducationforall.blogspot.com/2011/10/deteksi-dini-terhadap-anak-anak.html |
Sumber: http://hernapgsd.edublogs.org/2012/06/25/karakteristik-anak-unggul-gifted/ |
Seperti biasa, Naya malu-malu dan tidak mau berbicara sama sekali saat pertama kali bertemu dengan ibu Evy. Tapi karena beliau sangat telaten, lama-lama Naya mau diajak bermain. Rupanya observasi beliau dilakukan dengan bermain bersama Naya. Naya diajak bermain mulai congklak (sampai selesai lho! Benar-benar sampai biji congklaknya habis. Saya yang baru saja selesai jaga sudah bolak/i menguap melihatnya:)))), boardgame keseimbangan, permainan soal bentuk dan warna sampai permainan imajinasi dan kreativitas. Total tatap muka berlangsung selama 2 jam lebih sedikit dan harus diakhiri karena Naya kelaparan:)))))
Hasilnya kesimpulan awal beliau mengenai kemungkinan Naya adalah anak gifted terkonfirmasi. Walaupun belum dapat dipastikan karena masih berumur 3 tahun, tapi karena ciri-ciri anak gifted semua ada di Naya, saya harus banyak-banyak membaca mengenai hal ini karena tentu cara mendidik akan sangat berbeda. -PR lagi dah!-
Doakan kami ya! Soal Naya saya update lagi kapan-kapan;)
1 comment:
Ditunggu cerita selanjutnya meta...
Sukses selalu kakak aya...
Post a Comment