*Tulisan ini dibuat untuk memperingati hari kanker sedunia yang jatuh pada bulan ini*
Saya selalu mempunyai tempat khusus di hati untuk anak
penderita kanker. Iya, sakit kanker alias keganasan yang itu. Jangan salah,
kasusnya pada anak engga langka-langka amat lho! Di Indonesia, kanker
pada anak merupakan 4,9 persen dari kasus kanker pada semua usia. Sedangkan secara global setiap tahunnya
kira-kira ada 250.000 anak yang terdiagnosis kanker. Engga sedikit kan?
Di rumah sakit tempat saya bekerja,
pasien anak dengan kanker kebanyakan mempunyai prognosis yang buruk. Mungkin
persentase yang bisa bertahan hidup sampai 5 tahun setelahnya sangat kecil. Ada
yang harus mendapatkan transfusi darah 2 minggu sekali atau bahkan kurang. Ada
yang harus diperiksa darahnya setiap hari dan ada yang datang untuk mendapatkan
kemoterapi dengan segala efek sampingnya seperti mual, muntah atau gundul
karena rambut rontok.
Anak-anak ini tidak bisa bersekolah
seperti seharusnya, bermain pun terbatas di ruangan rumah sakit dengan sesama
pasien. Keceriaan khas anak-anak mereka
ikut digerogoti oleh sang kanker. Saat teman-teman seusia mereka sibuk bersenda
gurau, bermain bergembira, anak-anak ini harus merasakan sakit, sesak, lemah atau malah perdarahan. Ketika
teman-teman lain bisa bercengkerama dengan keluarga di rumah, mereka harus
dirawat di rumah sakit dalam waktu yang cukup lama.
Saya ingat betul salah satu alasan
kenapa saya ingin menjadi dokter anak. Saat masih ko-ass dulu, saya pernah ikut
merawat anak dengan kanker. Putri, anggap saja begitu namanya. Usianya baru 7
tahun, tapi buat saya mempunyai pembawaan yang sudah sangat dewasa. Putri
selalu ceria, tidak pernah putus asa, tidak pernah mengeluh dan siap menghibur
teman-temannya di bangsal.
Jika ada temannya yang menangis tidak
mau diambil darah, Putri akan membujuk dan menenangkannya. Jika ada yang kesakitan
saat dikemoterapi, Putri akan seharian mencoba menghiburnya. Bahkan saat dia
sendiri yang kesakitan, Putri hanya akan tersenyum menahan sakit sambil ngomong
ke diri sendiri “Engga apa-apa sakit sedikit, supaya sembuh.”
Keceriaan Putri pada akhirnya menular
ke teman-teman yang lain. Saya sangat tersentuh dan terharu. Saya merasa bisa
banyak belajar dari mereka. Bayangkan, saat saya mengeluhkan panasnya cuaca,
engga bisa menemukan baju yang tepat di mall, sinyal handphone yang lelet, engga bisa tidur siang, dsb dsb, ada lho
anak-anak yang harus kesakitan tiap saat, kehilangan masa anak-anaknya namun
malah tidak mengeluh sama sekali. Padahal kalau mau dibandingkan, menurut saya
merekalah yang “lebih layak” mengeluh.
Sampai suatu ketika, setelah sekian
lama menjalani pengobatan dan berulang kali menyaksikan teman-temannya
sebangsal meninggal satu demi satu, semangatnya untuk sembuh terpatahkan juga.
Saat akan diberikan obat kemoterapi, Putri menolak. “Boleh engga sih aku mati aja? Engga usah
sakit, engga usah dikemo segala, engga pakai mual muntah. Sekalian biar bisa
ketemu sama Bila, Bunga, Asti dan Bimo?” –Nama yang disebut bukan nama
sebenarnya, adalah sesama pasien kanker yang dirawat satu ruangan dengannya dan
sudah meninggal terlebih dahulu.-
Saya yang mendengarnya langsung merasa
tertampar. Seingat saya, waktu berusia 7
tahun, saya engga pernah berpikir lebih berat daripada “Main apa ya enaknya
hari ini.” Sungguh, saya si ratu
complain ini seperti diingatkan untuk selalu bersyukur pada Allah atas semua
karunia-Nya.
Setiap menit yang kita lewati dengan
kesehatan, setiap detik yang kita jalani dengan rasa aman, setiap saat bersama
dengan keluarga adalah hal-hal sederhana, berharga dan penting namun sering
terlupakan untuk disyukuri.
Sebagai seorang ibu, saya ingin sekali
mengajarkan Naya untuk selalu bersyukur atas apapun. Saat ini sih sepertinya
Naya masih belum mengerti benar. Tapi, saya sudah mulai membiasakan Naya untuk
“berterimakasih” pada Allah dengan mengucapkan Alhamdulillah karena masih bisa
bangun pagi dalam keadaan sehat, Alhamdulillah masih bisa mandi dengan air
bersih, Alhamdulillah masih bisa sarapan pagi, Alhamdulillah masih bisa menikmati
dinginnya AC dsb dsb. Harapan saya, semoga kelak Naya menyadari bahwa setiap
hari lebih banyak hal yang bisa disyukuri daripada dikeluhkan.
Saya janji nih, kelak saat Naya sudah
cukup besar untuk mengerti, Naya akan saya ajak jalan-jalan ke bangsal untuk
anak-anak dengan kanker supaya dia mengerti masih banyak teman-temannya yang
tidak seberuntung dia. Semoga dengan begitu, Naya akan tergerak untuk membantu
sebisanya. Sekedar membawakan buku cerita sudah sangat menyenangkan lho buat
anak-anak disana!
Saya berdoa semoga dengan kemajuan
jaman, suatu saat nanti tidak ada lagi orang yang mengidap kanker. Amin!
Disney
should make a hairless princess, so that little girls with cancer can feel
beautiful too.
2 comments:
“Boleh engga sih aku mati aja? Engga usah sakit, engga usah dikemo segala, engga pakai mual muntah....". Deg, miris banget membacanya. Jika mendengar kisah tentang anak yang mengidap kanker, kadang saya berpikir, "Toh nanti mereka juga meninggal, kenapa sih harus merasakan penderitaan kemo, ambil darah, dsb? Kenapa ga membahagiakan mereka d sisa hidupnya?". Jahat ga sih saya?Tapi beneran lho, saya ga tega mereka menderita dengan semua rutinitas pengobatan yagn harus dijalani.
membaca blog ini mengingatkan saya dengan keadaan kakak saya yg mengidap thalasemia.. tetapi saya yakin kakak sekarang hidup lebih bahagia di sisi ALLAH SWT.. aminnn.. merasakan apa yang dulu tidak ia rasakan di dunia.. MISS U SIST :* :)
Post a Comment