Thursday, November 30, 2017

KLB Difteri

Sudah beberapa hari terakhir ini grup Whatsapp saya yang berisi dokter-dokter spesialis anak ramai. Apa pasal? Di internet sedang banyak beredar infografis yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengenai Mapping KLB (Kejadian Luar Biasa) Difteri hingga minggu ke-44 tahun 2017 ini.Tak sedikit lho kasusnya.  Bahkan kematian karena difteri ini sudah lebih dari 10 kasus!

Sebetulnya, bukan hanya di Indonesia, bahkan di negara maju seperti Amerika Serikat saja, difteri pernah menjadi momok yang menakutkan. Bayangkan deh, negara sekaliber Amerika nih, pernah mencatat 206.000 kasus difteri, dengan 15.520 kematian hanya dalam waktu satu tahun! Tapiiiiiii, itu terjadi di tahun 1921. Sudah seabad yang lalu hehe. Sejak penggunaan vaksin, angka difteri di sana merosot drastis. Antara tahun 2004-2015, "hanya" ada 2 kasus difteri di Amerika Serikat.

Coba bandingkan dengan di Indonesia. menurut pencatatan WHO di tahun 2003-2014 (sama ya rentang waktunya) ada 5756 kasus difteri. Baru yang tercatat lho ini, belum yang tidak tercatat.  Jauh banget? Sedih ya:'(

Apa sih difteri ini?
Difteri adalah infeksi yang sangat menular dan berbahaya, disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Kata "Diphtheria: berasal dari bahasa Yunani yang berarti leather atau kulit, merujuk pada membran/lapisan di faring (tenggorokan) yang menjadi tanda klinis infeksi ini. Tak hanya di faring, difteri juga dapat menyerang mukosa hidung, tonsil, laring (saluran napas) hingga kulit.

Apa gejalanya?
Gejala awal difteri bisa sangat tak spesifik, misalnya saja:
- Demam (tidak tinggi alias sumer)
- Nafsu makan menurun
- Nyeri menelan/ nyeri tenggorok
- Lemah
- Ingus kuning kehijauan, bisa disertai darah

Lalu bagaimana membedakan difteri dengan infeksi virus atau bakteri lainnya?

Difteri memiliki tanda khas berupa selaput putih keabu-abuan di tenggorok atau hidung, yang dilanjutkan dengan pembengkakan leher atau bull neck. 
Bull Neck. Sumber: Google


Bagaimana difteri dapat menular?
Difteri menular melalui droplet (percikan ludah/rongga mulut). Kuman keluar bersama dengan air ludah penderita pada saat batuk, bersin atau sekadar berbicara. Penularan bisa terjadi bukan hanya dari seseorang yang jelas sakit difteri, tapi juga dari anak atau dewasa yang merupakan karier (pembawa), dan tampak sangat sehat.

Mengapa difteri sampai dapat menimbulkan kematian?
Kuman difteri dapat mengeluarkan racun (eksotoksin) yang dapat menyebabkan kematian mendadak dan kelumpuhan saraf-saraf tepi. Tak hanya itu, tak jarang pembengkakan yang terjadi menyumbat jalan pernapasan (anak terdengar serak saat menarik napas), sehingga dokter harus melubangi leher anak untuk membantu pernapasan.
  
Adakah cara untuk mencegah difteri?
Ada dong! Apalagi kalau bukan dengan IMUNISASI.
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia adalah:
- Usia kurang dari 1 tahun harus mendapatkan 3x imunisasi difteri (DPT)
- Usia 1-5 tahun harus mendapatkan imunisasi ulangan sebanyak 2x
- Anak usia sekolah harus mendapatkan imunisasi difteri melalui program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) saat SD kelas 1, 2, dan kelas 3 atau kelas 5.
- Setelah itu, jangan lupa untuk tetap melakukan imunisasi ulangan setiap 10 tahun. (Bahkan yang sudah dewasa pun tetap ya! Engga mau dong kita sebagai orangtua berpotensi menularkan penyakit mematikan ini kepada anak-anak kita?)

Kapan kita harus mewaspadai dan mencurigai anak kita terkena difteri?
Jika anak mengeluh nyeri tenggorokan, dan ada suara berbunyi seperti mengorok (stridor) atau pembesaran kelenjar getah bening. Bukan hanya pada batita ya, khususnya pada anak <15 tahun.

Apa yang harus dilakukan jika anak kita dicurigai difteri?
Anak harus dirawat di Rumah Sakit untuk mendapat pengobatan dan pemeriksaan laboratorium. Jika diagnosis sudah ditegakkan, anak harus diisolasi dan diberikan tatalaksana yang sesuai.
Seluruh anggota keluarga yang serumah pun akan diperiksa oleh dokter juga petugas Dinkes untuk memutus rantai penularan.

Kenapa sih saya sedih banget? Karena penyakit difteri yang sangat mematikan ini bisa dicegah. Gratis pula! Tidak membayar sepeser pun untuk mendapat imunisasi difteri di pusat kesehatan masyarakat. Masalah ketersediaan pun selalu ada. Lalu kenapa dong kasus difteri masih tinggi di Indonesia? Bahkan beberapa waktu terakhir malah justru naik.

Percaya deh, saya saksi hidup banyak orangtua yang menangis menyesal saat anak mereka harus meninggal dunia atau cacat karena penyakit difteri ini. Menyesal karena tidak mengimunisasi difteri, menyesal karena terlalu meremehkan pentingnya melengkapi status imunisasi, menyesal karena menjadi anti vaksin, menyesal karena lebih percaya dengan hoax yang mengatakan imunisasi justru membahayakan, menyesal karena banyak hal. Tapi yang namanya penyesalan, selalu datang terlambat bukan?

Yuk, mumpung belum terlambat, pastikan ibu dan bapak sudah memberikan pencegahan terbaik untuk penyakit difteri ini. Segera imunisasi!







No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...