Friday, January 9, 2015

Its (NOT) All About The Money

"Met kamu kok masih siaran aja sih sampai sekarang? Bayarannya gede banget ya?"
"Aku kemarin baca namamu jadi narasumber lho di salah satu portal berita, hebat ih pasti kaya raya dong kamu."
"Emang masih kurang ya jadi penyiar sama penulis? Kok masih mau susah-susah jadi dokter anak sih?"
"Enak ya Met kamu diem aja royalti buku terus mengalir."

Kalimat-kalimat di atas adalah beberapa hal yang sering sekali saya dengar dari kerabat atau teman. Awalnya sih saya senyum saja menanggapinya, tapi lama-lama kok sebal juga ya. Kok kesannya saya ini material-minded banget gitu. Memang sih, yang ngomong seperti itu pastilah bukan mereka yang benar-benar kenal saya. Tapi tetap saja, gemas:p

Belum lagi kalau "omongan" tadi berekor dengan "Ah masa sih kamu engga bisa ikut ke luar negeri buat berlibur?" atau "Ga mungkinlaaah kalau kamu engga punya uang buat beli mobil baru, masa mobil tahun jebod gitu masih dipake ke mana-mana?" atau "Ya ampun Meeeet, masa dokter kayak kamu yang punya sampingan banyak handphonenya kayak handphone pembantuku begini?" :)))) dsb dsb.

Sejak kecil, saya dididik oleh orangtua untuk hidup sederhana. Saya ingat waktu kecil pernah protes pada papa karena mobil keluarga kami sering sekali mogok. Saya melihat ada program cicilan mobil yang lebih baru dan membujuk papa untuk membeli mobil baru secara cicilan. Papa bilang "Buat apa nyicil? Kalau memang belum mampu beli yang baru ya engga usah. Iya kalau papa masih hidup sampai cicilan berakhir. Kalau sudah engga ada kan jadi hutang yang dibawa mati. Toh mobilnya masih bisa jalan, mogok juga masih bisa dibenerin. "

Pernah juga saya merayu papa membelikan saya tas baru bergambar Tweety -dulu karakter favorit saya-, jawabnya selalu "Tasmu masih ada kan? Masih bisa dipakai kan?"-______-"

Dulu sih saya sebal bukan kepalang. Pelit amat sih, masa dokter anak mobilnya jago mogok? Masa anaknya dokter anak tasnya cuma 1 itu-itu saja? Hih.

Tapi semakin lama saya justru sangat berterimakasih pada papa. Sepertinya papa memang sengaja mengajarkan saya hidup sederhana untuk lebih menghargai uang. Bukan itu saja, papa juga menanamkan pola pikir pada saya kalau dalam hidup yang penting kebutuhan dasar kita terpenuhi. Kalau ingin kaya raya sih sulit ya, karena definisi "kaya raya" pun relatif. Lagipula sudah sifat dasar manusia yang tidak pernah puas. Punya mobil satu masih kurang, beli lagi jadi dua. Dua mobil masih juga kurang, beli yang ke-3,4,5,6 dst. Betapa sulitnya kalau semua hal didefinisikan dengan materi.
Apalagi kalau kita terbiasa melihat ke atas, tentu kita akan merasa "miskin" terus.

Seingat saya, papa engga pernah tuh bilang bekerja untuk mencari uang. Kalau saya tanya tujuannya bekerja, jawaban papa selalu untuk mencari tabungan di akhirat. Tanpa disadari, sepertinya saya pun meniru papa sekarang ini. Setiap saat saya bekerja, entah sebagai penulis atau dokter atau penyiar atau yang lainnya, saya tidak pernah memikirkan berapa banyak uang yang ingin saya dapat. Saya hanya ingin bermanfaat bagi orang banyak, mengamalkan ilmu yang saya punya sehingga inshaAllah bisa menjadi tabungan saya juga kelak di akhirat. Saya bekerja karena menyenangi pekerjaan saya.

Its not all about the money or the fame, when you do something with all of your heart, all that stuff comes. - David Cassidy-

Tidak munafik, tentulah uang penting untuk kehidupan. Tanpa uang, bagaimana kita bisa makan? Susah juga membayangkan hidup tanpa uang, tapi percayalah buat saya, its not all about the money.

Saya percaya bahwa rejeki masing-masing orang sudah dicukupkan dan diatur olehNya. Tidak akan tertukar, tidak akan menghilang begitu saja. Selama kita berihktiar, pasti Allah mencukupkan rejeki kita. Menurut saya, rejeki tidak selalu berupa materi. Kesehatan, keluarga yang harmonis, anak dan suami yang sehat,  teman-teman yang care justru adalah rejeki yang tak ternilai dengan uang.

1 comment:

Unknown said...

Iya. Benerr banget, dok.. Suami saya juga selalu mendidik sy begitu.
Oya memang bnr Rasulullah shollalaahu 'alaihi wasallam mendidik kita dlm menyikapi dunia itu melihat kpd siapa yg 'dibawah' kita, dan tdk melihat kpd yg 'diata kita' sebab yg demikian itu agar kita bersyukur dan tdk menmganngap remeh apa yg Allah beri pd kkita.
Mmmh tp maaf y dok sy lupa haditsnya ini lafad arabnya sm nomer haditsnya sy lupa.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...