Thursday, January 31, 2019

Mom Shaming

Weits, ada apa nih sampai saya ikut menulis soal mom shaming?
Diambil dari Google

Beberapa minggu yang lalu, saya mendapat ibu dari seorang pasien yang datang ke tempat praktik dan mendeklarasikan dirinya sebagai anti vaksin. Sejak lahir hingga usia 7 bulan, anaknya memang tidak diberikan vaksinasi apapun. Sebagai seorang dokter yang mempunyai tanggung jawab untuk mengedukasi sesuai EBM, tentu saja saya tidak tinggal diam. Karena alasan ibu tersebut tidak mengimunisasi anaknya adalah kehawatiran anaknya akan menjadi autis, maka saya tunjukkan beberapa jurnal mengenai hoax terkait autis dan imunisasi yang kebetulan ada di laptop saya.

Panjang lebar saya jelaskan, termasuk bagaimana keputusan ibu tadi untuk tidak mengimunisasi anaknya bukan hanya berdampak pada anaknya sendiri tapi juga pada anak-anak lain dan lingkungannya karena herd immunity. Saya sangat terkejut menerima respon dari sang ibu yang menanggapi edukasi saya sebagai mom shaming. Eh? Gimana?



Istilah mom shaming ini memang bukan istilah baru. Saya sudah sering membaca dan mendengarnya sejak lama. Dari dulu, moms war ini memang seolah tak ada hentinya, adaaa saja yang diributkan. Ibu bekerja vs ibu bekerja di rumah, melahirkan spontan vs caesar, ASI vs sufor, , MPASI instan vs homemade dan seterusnya dan seterusnya. Lelah juga ya kalau mengikuti semua ini. #lelahhayati

Apa sih sebenarnya definisi Mom Shaming?
Berdasarkan Urban Dictionary, Mom Shaming berarti:
Criticizing or degrading a mother for her parenting choices because they differ from the choices the shamer would make.
Mengkritik atau merendahkan seorang ibu karena pilihan parenting yang berbeda dengan mereka yang mengkritik/merendahkan.

Coba kita bahas satu-satu yaa.
Apakah melahirkan spontan lebih baik daripada melahirkan secara caesar? Iya memang, yang paling ideal memang melahirkan spontan. Tapi jangan lupa, ada indikasi medis dimana melahirkan secara spontan justru adalah kontraindikasi atau dilarang. Berbahayakah melahirkan secara caesar? Engga, selama atas advis dokter. Lalu salahkah yang melahirkan secara caesar? Ya engga kan? Yang penting baik ibu dan bayi terlahir sehat.

Apakah ASI lebih baik daripada susu formula? Iya jelas. Dari sisi manapun termasuk secara ilmiah, tetap ASI adalah yang terbaik. Tapi jangan lupa, ada beberapa kondisi medis (walaupun sedikit banget) dimana memang ASI tidak dapat diberikan. Ada juga beberapa kondisi yang membuat ibu tidak dapat memberikan ASI pada anaknya.Ada alternatifnya, yaitu susu formula yang harus diberikan atas advis dokter. (Ingat ya, pemberian susu selain ASI HARUS atas advis dokter). Berbahayakah susu formula ini? Engga, selama diberikan atas advis dokter.  Lalu salahkah ibu yang memberikan susu formula pada anaknya? Ya engga kan? Yang penting anak dapat tumbuh dan berkembang secara sehat.

Apakah ibu bekerja lebih baik dari ibu yang bekerja di rumah? Ya enggalah. Menurut saya sih, mau bekerja atau bekerja di rumah sama-sama benar. Kalau ini tidak ada artikel atau penelitian ilmiahnya, tapi kondisi setiap keluarga berbeda, yang penting anak dapat tumbuh dan berkembang secara sehat.

Apakah MPASI homemade lebih baik dari MPASI instan? Ini pun jelas, selama memenuhi kebutuhan nutrisi baik makro dan mikro anak. Namun jangan lupa, ada beberapa kondisi yang tidak terkadang membuat pemberian MPASI homemade saja bisa jadi tidak mencukupi seperti kapasitas lambung yang masih terbatas atau kemampuan makan yang belum sempurna. Maka ada alternatif yang bisa diberikan berupa MPASI instan. Dalam jurnal ilmiah EBM pun sudah dibahas mengenai ini. Berbahayakah MPASI instan? Engga. Salahkah ibu yang memberikan MPASI instan? Ya engga, yang penting anak dapat tumbuh dan berkembang secara sehat.

Sekarang mari kita bahas soal vaksin. Apakah anak yang divaksin lebih baik dari yang tidak? Jelas. Berbagai jurnal ilmiah yang berbasia EBM pun membuktikan dampak positif dari imunisasi. Lalu kalau tidak divaksin bagaimana? Berbahayakah? YES. Salahkah? YES. Banyak jurnal ilmiah yang telah membuktikan bahayanya anti-vaksin. Bukan hanya membahayakan yang bersangkutan, tapi juga lingkungannya.

Terus kalau ada tenaga kesehatan yang menjelaskan pentingnya imunisasi lengkap dengan segala bukti ilmiahnya, apakah termasuk mom shaming?

Sama dengan menu tunggal 14 hari WHO ala-ala yang banyak beredar di sosial media saat ini. Sedih banget ya, saat saya ingin meluruskan bahwa guideline WHO yang asli (bisa diklik linknya yaa, diterbitkan tahun 2001! Udah lama kan tuh ya) TIDAK PERNAH merekomendasikan menu tunggal, (Yang saya maksud menu tunggal tuh adalah yang beredar banyak di sosial media, memperkenalkan 28 bahan tak boleh diulang dalam 14 hari pertama awal MPASI. ), justru dianggap mom shaming, nyinyir, julid dan sebagainya. Lah, bagaimana sih ini:))))

Berbahaya engga sih emang menu tunggal? YES.  Penelitian ilmiah menunjukkan pemberian menu tunggal semacam ini justru membuat anak berisiko tinggi terkena malnutrisi dan anemia defisiensi besi.

Saya tak keberatan kalau menu tunggal 14 hari ini disebut rekomendasi organisasi XXXXXX misalnya, atau lembaga XXXXX, ya silakan saja. Hak masing-masing orang kan buat berpendapat? Toh memang betul, semua orang berhak belajar dari sumber manapun. Tapi kalau kemudian "mencatut" nama WHO dan menyebarkannya seolah-olah memang WHO yang beneran yang merekomendasikan, apa bukannya menyesatkan itu namanya? (Btw yang namanya rekomendasi artinya pasti eksplisit yaa, karena kalau implisit, bisa berbahaya, nanti banyak orang yang bisa mempersepsikan rekomendasi ini dengan cara berbeda dong?)

Ada lagi yang bilang saya suka sekali menakut-nakuti dengan bilang kalau anak berat badannya seret 2 bulan berturut-turut itu pasti ada penyebabnya. Penyebabnya pun beraneka ragam. Bisa sesepele memang jumlah makanannya yang kurang, pola makan yang salah atau bisa lebih serius dari itu. Niat saya cuma 1, meningkatkan awareness kepada ibu dan bapak semua, supaya jika memang ada masalah pada anak bisa segera ditangani. Tapi yaa namanya orang hehe, adaaa aja ya. Padahal, sekali lagi, yang saya tulis itu berdasarkan artikel ilmiah ber-EBM lho, bukan hanya sekadar opini saya. *elusdadababangadamlevine

Sedih bangeeet, hanya ingin meluruskan sesuai ilmu yang saya pelajari lho, tanpa ada keuntungan finansial atau non finansial apapun untuk saya, tetap saja disuudzoni macam-macam. Mana dibilang mom shaming dan nyinyir pula. Padahal saya tak pernah lho menjawab sesuatu tanpa ada alasan ilmiahnya, selalu saya usahakan menyertakan EBM. Hiks. Terus bagaimana Met? KZL ga? IYALAH JELAS! (Capslock rusak hahaha). Biar bagaimanapun namanya juga manusia ya, punya emosi dan kesabaran yang ada batasnya. Sempat memikirkan untuk menyudahi semua upaya edukasi ini, karena merasa lelah lahir batin. Saya bukan selebgram atau artis yang mungkin sudah terbiasa menghadapi orang-orang yang seperti ini.

Saat saya curhat ke senior saya (yang entah bagaimana selalu bisa menenangkan hati nan labil ini hyahahaha), beliau cuma bilang begini:
"Meta, kan udah saya bilangin engga usah didengerin yang begituan. Ga usah fokus sama yang nyinyir atau kontra. Itu mereka pasti nyinyir karena ada alasannya. Entah merasa bersalah (mungkin ybs tenaga kesehatan yang pernah ikutan menyebarkan menu tunggal ala WHO yang sebetulnya ga ada itu) tapi sebegitu engga mau ngakuin salahnya. Padahal tinggal bilang aja iya maaf, saya salah titik. Selesai masalah. Tapi bisa jadi kredibilitasnya engga diakuin lagi kan? Kehilangan followers padahal sudah terima endorse sana sini. Atau ada juga yang jualan, jadi rugi.  Saya juga bingung ya, kan yang kamu tulis itu bukan pendapatmu pribadi. Kamu cuma ngasih tau berdasarkan rekomendasi WHO begini, berdasarkan jurnal EBM begitu, kenapa kamu yang diserang sih? Kalau ga setuju ya nyerang WHO aja atau peneliti yang bikin jurnal dong. Pake bilang kamu nyinyir pula. Artinya kan jelas tuh mereka ga obyektif. Kalau udah ga seneng sama orang, emang apapun yang orang itu omongin walaupun bener juga bakal tetep aja ada cacatnya.  Udahlah Met, inget, fokus sama tujuan awal. Banyak lho sekarang orang yang udah aware bahwa ga ada tuh menu tunggal dari WHO harus pakai 28 bahan. Itu udah bagus banget. Entah siapa yang bikin pertamanya , dosa banget menyesatkan banyak anak Indonesia. Gampang kok kalau mau menghancurkan satu bangsa, tinggal ancurin atau kacaukan aja makanan anak-anaknya."

Namanya juga #TeamMewek, saya mendengarkan beliau sambil mimbik-mimbik berkaca-kaca hahaha.

Beberapa hari yang lalu saya sempat mengundang orang tua yang anaknya pernah didiagnosis stunting untuk berbagi cerita. MasyaAllah, cerita yang masuk banyaaaak banget! Entah mungkin karena hormon atau apa (padahal emang cengeng:p), saya mbrebes mili membaca satu-satu cerita yang masuk. (Buat yang ingin mewek bareng, boleh cek highlight di Instagram saya berjudul "Sharing"). Saya merasa sedih, karena ternyata banyak banget orang tua yang baru menyadari anaknya stunting karena berbagai hal. Pemberian menu tunggal ini adalah salah satunya. Bayangkan, ada ibu yang curhat anaknya sampai harus ditransfusi karena anemia defisiensi besi dengan hb sekitar 6, sekian (lupa pastinya berapa). Setelah dicek penyebabnya karena pemberian MPASI yang tidak tepat (MPASI menu tunggal, setelahnya hanya puree buah dan sayur, daging atau ayam baru diberi di atas 9 bulan itupun hanya berupa kaldu).

Banyak juga ibu-ibu yang selama ini merasa anaknya tidak apa-apa karena selalu sehat dan aktif walaupun berat badan seret atau tidak naik lama, bergegas ke dokter dan mengetahui bahwa anaknya positif TB atau bahkan kelainan jantung bawaan.

Sedih karena saya bisa ikut merasakan perasaan ibu-ibu tersebut. Senang karena alhamdulillah, edukasi saya bisa sedikit membantu anak-anak Indonesia ini. Semoga apapun masalahnya bisa segera ditangani kalau lebih cepat dideteksi yaa, aamiiin!

Saya jadi inget satu quote yang pernah saya baca nih.
Saat orang lain salah paham tentang dirimu, sedangkan engkau tidak mampu untuk menjelaskannya, maka satu hal yang mampu menghiburmu adalah "Sesungguhnya aku tidak akan dihisab Allah karena prasangkaanmu, tapi aku akan diadili olehNya atas kenyataan perbuatanku".
Dan sebagaimana perkataan Imam Asy-Syafi'i:
Ridha manusia adalah tujuan yang tidak akan pernah bisa tergapai. Tetaplah berbuat baik dan istiqamahlah.
Pelajaran juga nih buat kita semua (termasuk saya), boleh-boleh saja lho mengingatkan orang lain terhadap suatu hal (jangan lupa tulisan "Mohon maaf sekedar mengingatkan" plus icon kedua tangan memohon ya eaaaaa) Tapi ingat juga caranya. Adab sebelum ilmu. Sebaik-baiknya menasehati atau mengingatkan itu bukan di depan orang banyak (atau komen di sosmed yang bisa dibaca semua orang), juga bukan dengan bahasa merendahkan. Saya sadar, namanya tulisan, kadang kita niatnya engga merendahkan (apalagi mom shaming!) , tapi karena tanpa intonasi, tanpa ekspresi, orang lain yang membaca bisa jadi salah paham. Yuk, stop this -whatever called- mom's war! Semua ibu pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya, tul gak? Menurut saya, cara pertama adalah dengan mencari informasi yang valid (kalau medis yang berbasis EBM ya!) dari sumber yang valid juga mengenai anak.

Btw, jadi pengin tanya pendapat buibu pakbapak semua deh. Menurut buibu pakbapak, mom shaming itu apaan sih? Kalau ada tenaga kesehatan profesional yang memberikan advis medis, bisa dibilang mom shaming engga?:D Boleh dijawab di komen ya! Terima kasih:D




17 comments:

Anonymous said...

Mungkin bukan ke mom shamming kalo aku sih dok. Tp lebih ke nyinyir. Contohnya waktu aku di puskesmas, aku bilang ke bidan kalo anakku kayaknya kena Tongue tie setelah aku perhatikan lidahnya, tp itu bidan tanpa meriksa tanpa apa lgsg nyap nyap "alah paling itu posisi menyusui ibu yang belum bener. Benerin dulu. Emosi jiwa lgsg pindah ke kemandirian medical center dan ternyata bener Tongue tie bonus lip tie. Tenaga medis yg sok tau begini yg nyebelin. Kalo kyk dokter meta menurutku engga nyebelin sama sekali. Selalu ikutin ig dokter dan selalu dpt pencerahan. Terima kasih dok. Sehat selalu unt dokter dan keluarga. Aamiin

Anonymous said...

setuju sama komen di atas. tapi gabisa ngelike ataupun ngelove hihihii. semangat terus dokter metaa

Anonymous said...

Setuju sama first comment, sayapun pernah dibikin kezel sm tenaga medis yg kaya gt, tapi yasudahlah bhay lupakan drpd migrain haha
Kalo menurut saya, apa yg dokter katakan bukan mom shaming krn dokter adalah org yg berkompeten dalam bidang kesehatan dan sudah seharusnya memberikan edukasi serta advis kpd masyarakat awam, awam maksud saya soal ilmu kesehatan meskipun mereka berpendidikan tinggi dan tau banyak hal. Mom shaming itu menurut saya kalo tiba2 komen dan nge judge tanpa tanpa dasar plus sekalian nyinyir ngomongnya, itutu sumber mom war yg menguras hati, hiks. Ttp semangat mengedukasi masyarakat Indonesia ya dok, skrg alhamdulillaah sudah makin banyak buibu tercerahkan ttg mpasi yg baik dan benar, stunting, adb, TB, dll krn baca highligt dokter. Hanya Allaah yg bisa balas kebaikan dokter♥️

mom HafyKahfiNaina said...

iya dokter, jangan membayangkan semua tenaga kesehatan seperti dokter meta ya,.. klo aq baca dokter sering banget bilang jangan lupa konsul dsa, dokter tau kan klo tidak smua dsa punya kualitas yg sama? sebagian suka merendahkan, menganggap ibu2 ini terlalu lebay, sbagian ga aware thd stunting, sebagian bilang anak susah makan itu biasa. ganti puluhan kali dsa komennya sama,dan resepnya sama, vitamin (bukan kita yg minta, tp diresepkan sendiri) trus kita harus gmn? sedangkan dokter2 bagus antrinya subhanallah, mau ketemu janjian 4 bulan lg, smp anaknya besar dan telatlah intervensinya #monmaap jd panjang :)

Unknown said...

Masyaa Allah semoga Allah selalu beri dokter meta hati yg lapang dan sabar dgn berbagai nyinyiran ya dok .. sedih sekali jika ada yg berpendapat ttg dokter to bahkan belum baca IGS dokyer secara lengkap di highlight tp sdh berpendapat "gara2 itu dokter byk ibu lebih suka ngasih makanan instan .. trs ngasih gulgar trs MSG dan berbgai hal yg dr bahas padahal dokter nggak nulis pendapat pribadi tp udh ada jurnal ilmiah nya itu aja msh d nyinyirin astaghfirullah ...
Alhamdulillah ada dokter meta byk ortu yg aware soal stunting termasuk sy yg ank lahir stunting dan kurang BB tp setelah baca IGS dokmet semua msh bs d kejar smpai usia 2 thn walaupun nggak maksimal .. tp Alhamdulillah dr pd nggak tau sm sekali .. terima ksh byk ya dokter metaaa

Anonymous said...

Saya sering ngebatin dok tiap ada yang nulis di sosmed yg saya tau maksudnya nyindir dr. Meta. Ada beberapa orang yang saya tau pasti nakes juga, dan semua ga pernah ada yang ngasih EBM seperti dokter Meta. Heran banget kalau ada yang ambil kesimpulan "gara-gara dr Meta tuh pada lebih milih Mpasi instan."atau sejenisnya. Padahal saya yang follow dr Meta udah lama selalu baca semua IGSnya tau bener yang diomongin ga bener. EMang dok, gimanapun baiknya niat kita, akan adaa aja orang yang ga setuju. Biarin aja dok, bener gurunya dr Meta, fokus sama menebar kebaikan, insya Allah saya doakan jadi amal jariyah dr. Meta.

Itu saya baca komen @MomHafyKahfiNaina, halo mom! Hehe ikutan pingin komen jadinya. Saya yakin dr Meta juga tau kondisi dsa sekarang seperti apa, tapi kan ga mungkin beliau bilang jangan lupa konsultasi ke dukun? Hehe. Kebayang kalau dr Meta misalnya bilang cari dsa yang ga cuma bisa resepin vitamin, apa sesuai kode etik mom? Saya malah nangkepnya dgn dr Meta edukasi orang awam kayak kita begini, beliau juga mengedukasi atau ngingetin dokter atau nakes lainnya.

Unknown said...

Jadi dok, pas anakku lahir qadarullah dapet dsa yg sealiran dgn dokmet. Dan qadarullah jg, anakku bblr. Dan aku sebeeelll bgt sm dsa ku karena disuruh kejar bb anak supaya bisa catch up (padahal saat itu saya yg belom ngerti ttg stunting ��) dibilang nyusuinnya mesti lebih fokus lah padahal nyusuin udh sampe bongkok, disuruh lebih rajin bangunin anak lah, dooohhh ampe pengen ganti dsa tadinya hahaha. Setelah ketemu ig dokmet, lalu saya bersyukur dapet dsa kayak gitu, demanding tp menghasilkan anak yg udh berat ideal di usia 4 bulan. Mohon doa semoga bisa catch up terus sampe umur 2 taun ya dok, aamiin

Ariani Puspawibowo said...

menurut sy nih dok, sebagai ibu juga, saya ga pernah nganggep tenaga medis melakukan mom shaming ke saya. Karena semua yang disampeikan pasti ada alesan medisnya. Profesional ajalah ya. Tapi kalau ibu-ibu lain, monnmaap, saya emang sering kesinggung dan nganggep mereka mom shaming. udahlah mereka juga ga ngerti medis, suka asal njeplak komen ini itu soal anak, julid pula. skrg sih ga pnh saya anggep dok ibu-ibu yang nyinyir. cm mau dengerin tenaga kesehatan yg profesional aja kayak dr Meta gitu. bingung juga kalau sampe ada yang nganggep mom shaming. lah dikasih tau yang bener gimana kok malah bilang yg ngasih tau mom shaming? namanya ga tau diri dok!!! (loh kok jadi emosiiii)

Anonymous said...

Semangat dok.. berkat dokter sy jd lebih hati2 utk ambil info dari medsos. Karna jaman skrg emank byk emak2 yg lebi suka ngikutin cara org lain tanpa cari tau kebenarannya..yg penting org yg diikutin itu ud bykk followersnya..
Ada jg ikutin cara yg salah dari temen2nya.. awalnya sy jg ikutin metode mpasi tunggal. Stlh liat ig nya dokter, sy lgs sedihhh telat taunya..smoga bb anak sy bs dikejar dibln2 berikutnya. Emak2 yg nyinyir dokter itu krn dia gak terima kalo dirinya salah..cuman ingin membenarkan apa yg dia merasa benar. Pdhal dokter cuman ingin yg terbaik buat smuanya.. Teruskan dokkk..biar byk emak2 yg makin sadar dan makin byk anak indonesia yg tertolong krn dokter.

Ms Mushroom said...

mom shaming itu intinya mempermalukan kan ya ? ranahnya gak personal, lebih seperti di publik, kalau personal ya murni konsultasi bukan sih ? ibunya sensitif kali ya, hehehe ... sabar mbak meta, semoga banyak mama2 semakin teredukasi dengan ilmu2 yang dishare mbak meta :)

Anonymous said...

Dok.saudara saya anaknya tidak diimunisasi karena kepercayaan agama. Dok apa tidak ada vaksin yg halal? Jujur anak saya sendiri saya imunisasi tapi agak ngerasa gimana gitu kalau tau vaksinnya belum halal karena mengandung b2 :'( Mau mengedukasi saudara saya tapi kok saya juga bingung mau bilang halal juga takut salah. Karena mereka juga lihat anak iparnya tidak diiminusasi tapi sehat2 aja, mereka percaya kalau imunisasi hanya konspirasi dok. Maaf jadi curhat :')

Unknown said...

Mom shaming ya gitu tanpa tedeng aling2, tanpa ngerti situasi dan sebab musabab langsung judge + nada tinggi atau + di depan banyak orang..bahkan mirisnya sering dibarengi kalimat "ini karna kami sayang anakmu loh" atau "kamu gak sayang anakmu ya, koq gini koq gitu?"
Menurutku tenaga medis yg memberi sharan bukan mom shaming, bisa jadi si ibu aja yg suudzon atau baper duluan..kan gak semua orang bisa rendah hati menerima saran kan ya 😁
Sukses dan sehat terus dok 🙏

Ummu Ayman said...

Saya termasuk beruntung karena bertemu ig dokter meta dan membaca buku mommyclopedia sebelum anak saya mulai mpasi. Alhamdulillaah pikiran saya langsung terbuka yang awalnya sama sekali tidak tau harus bagaimana memulai mpasi nya. Saya seorang nakes (dokter umum) tapi saya yakin tentang ilmu mpasi yg benar belum tentu semua nakes paham. Pernah suatu kali anak saya sembelit dan dipijat oleh bidan, malah disarankan utk mengurangi porsi makan dan jenisnya agar tidak sembelit. Saya hanya senyumin aja dan mbatin, "kalo anak saya nutrisinya tdk tercukupi malah lebih susah urusannya." Belum lagi orang2 di sekitar sy yg menyarankan agar anak diberikan pepaya yg banyak agar lancar BAB nya 😅 Duh memang kalo suatu hal dikatakan olwh yg bukan ahlinya itu bnyak kerusakannya drpd manfaatnya. Menurut saya apa yg dokter lakukan bukan mom shaming, dokter mengedukasi sesuai bidang keilmuan dokter dan tidak serta merta menyalahkan dan penyampaiannya jg sdh sangat "lembut". Kalo memang masih ada yg merasa itu mom shaming mungkin itu mekanisme pembelaan diri saja yg tdk mau mengakui kesalahannya. Padahal dokter meta hanya ingin agar anak2 indonesia tumbuh dan berkembang optimal dan g stunting. Semangat terus mengedukasi para orangtua ya dok.. Dibelakang mamak2 yg julid nan baper pastinya banyak orangtua lain yg berterimakasih sdh diedukasi oleh dokter

jual lantai vinyl said...

amazing..

karpet lantai said...

good

wallpaper custom 3d said...

keren bangettt

Anonymous said...

Menurutku sudah tugas tenaga medis untuk memberikan advis kpd pasiennya. Ngapain kita ke dokter kalau perkataan dokter dianggap mom shaming? Jelas dokter yg lebih tau daripada para ibu2 yg basic pendidikannya bukan dari kedokteran.

Tapi tapiii dok, mom shaming kan banyak ya. Terus kalo mom-in-law shaming gimana dok banyak juga kah? Hyaaaaaa :)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...