Monday, June 30, 2014

Liebster Award -2

Ini adalah kali kedua saya ditag dan diestafetkan tongkat untuk mengikuti Liebster Award. Sama seperti sebelumnya, saya diminta menulis 11 hal mengenai diri sendiri, menjawab pertanyaan dari pemberi tongkat estafet -Thank you mbak Rina Susanti!- dan memberikan 11 pertanyaan untuk diestafetkan kembali ke 11 blogger lainnya.

Owkay, saya mulai dari menulis 11 hal mengenai saya ya!

1. Saya suka warna ungu. Sebenarnya engga semua barang yang saya punya harus ungu juga, tapi karena semua orang tahu saya penyuka warna ungu, jadilah saya sering dikasih barang-barang ungu. Mulai dari baju, sepatu, tas, map, buku, arloji sampai sprei semua ungu:))) Naya juga hapal banget kalau emaknya suka ungu, makanya setiap lihat pernak-pernik ungu pasti dia teriak "Mamaaaa, purpleee! Buat mama!".

2. Saya suka banget buah pepaya. Saking sukanya, saya pernah terkena hiperkarotenemia. Seluruh badan saya menguning hampir oranye:))) Syukurlah saya tinggal di Indonesia dimana pepaya mudah ditemui dan murah meriah. Waktu mengikuti program exchange di Denmark, setengah mati deh mencari buah pepaya. Mahalnya juga minta ampun:@

3. Terkadang saya kangen banget aktif ngMC atau mengajar public speaking seperti dulu. Tapi kalau melihat Naya yang kelihatan senang sekali saat saya bisa menemaninya, hilang deeeeh kangennya!:)))

4. Saya engga suka main game. Boleh dicek gadget saya, tidak ada permainan yang saya download. Biarpun orang-orang heboh main Candy Crush, Minion Rush, HayDay, apalah namanya, saya engga pernah berminat sama sekali:D

5. Saya engga bisa naik sepeda roda dua:p Waktu kecil, saya diarang keras oleh mama naik sepeda, mungkin karena itu juga saya jadi takut mencoba dan engga bisa sampai sekarang.

6. Saya paling panik kalau handphone habis baterai atau engga bawa charger. Pasti panik kelas berat.

7. Saya punya bakat alergi besar. Gampang banget deh keluar alerginya. Mulai gatal gegara makan sea food, bersin dan pilek setiap pagi, sampai bersin setiap kena bulu kucing.

8. Dari semua socmed yang saya punya, saya lagi suka-sukanya sama Instagram. Yang dilihat apalagi kalau bukan online shop:))) Saya lagi suka melihat online shop yang menjual batik sama kebaya. Engga jelas deh kenapa, lagi suka saja:D

9. Saya lagi berusaha merajinkan diri menulis nih demi bisa merilis buku lagi:)))

10. Setiap beli bakso, saya engga pernah memesan bakso *ruwet*:)) Serius, setiap beli bakso, yang saya pesan cuma gorengannya sama tahunya saja, engga pakai bakso:D

11. Dari semua mall di Surabaya, saya lebih memilih Galaxy Mall dibanding lainnya. Selain karena dekat banget, menurut saya isi Galaxy Mall sudah sangat lengkap. TP pastinya lebih lengkap sih tapi saking lengkapnya, terkadang saya suka bingung mencari:D

11 Pertanyaan dari mbak Rina:

1. Siapa nama panggilan akrabmu di dunia maya/blog? Meta
 
2. Siapa inspirasi terbesarmu buat nulis dan ngeblog? Keluarga, lingkungan sekitar
3. Apa inspirasi terbesarmu untuk jadi penulis atau blogger bermanfaat? Keluarga
4. Pernahkah berpikir untuk berhenti menulis atau ngeblog?Never:D
5. Pernah dengar istilah Blog sampah atau blog nyampah? Baru dengar 
6. Apa pandanganmu tentang blog sampah alias blog yang diisi cuma untuk naikin traffic blog tanpa mementingkan kualitas/isi blog? Selama isinya engga copas dari blog/web lain no problemo:D
7. Bagian apa yang terpenting dari sebuah blog? Gampang diakses dan isinya. Kadang ada yang susah banget diakses, kebanyakan hiasan layout malah bikin malas karena ribet.
8. Kenapa isi blog harus menarik?Errr.. saya sih engga pernah merasa isi blog saya harus menarik. Saya menulis murni sebagai terapi jiwa;)
9. Hal yang belum tercapai dalam hidupmu? Banyaaaak! Naik haji, ke luar negri sama mama dan keluarga, LASIK (!!!), ke UK, dll
10. Apa impian terbesarmu yang menurutmu sulit diraih?Engga pernah merasa sulit meraih apapun. Selama berusaha dan berdoa, suatu waktu nanti PASTI bisa:D
11. Siapa blogger favoritmu?Errr.. siapa ya, lagi suka --> gurufunky.com :D

Saturday, June 28, 2014

Unity in Diversity

Seperti yang pernah saya tulis di sini, hingar bingar capres cawapres sudah mulai memanas sejak kedua belah pihak menyatakan resmi mengikuti pemilihan. Mulai dari obrolan di warung sebelah, sampai updatean social media pasti ada unsur capres cawapresnya. Ada yang mengganti profile picture untuk menahbiskan diri sebagai pendukung resmi pasangan capres yang satu. Ada lagi yang sibuk bolak/i men-share link berita yang menyerang pasangan capres lain. Ada lagi yang selalu menanggapi status socmed temannya dengan pendapat soal capres dukungannya.

Obrolan mengenai pemilihan presiden ini pun ternyata bukan cuma memenuhi linimasa di socmed saja. Saya pernah ditanyai oleh orangtua pasien mengenai pilihan saya. Saat naik taksi pun, saya pernah diajak ngobrol sang supir mengenai pemilihan presiden. Dimana-mana, sepertinya topik ini sedang happening berat, hampir menutupi berita soal piala dunia atau bahkan datangnya bulan Ramadhan.

Awalnya, saya senang lho melihat ini. Artinya, masyarakat negara kita tidak apatis terhadap kehidupan politik di negara ini. Siapa sih yang engga bercita-cita mempunyai pemimpin negara yang adil dan baik sehingga semua masyarakatnya sejahtera?

Tapi itu cuma awalnya. Lama-lama, saya melihat di linimasa banyak sekali teman saya yang malah jadi musuhan hanya karena berbeda pilihan presidennya. Hal ini didukung pula oleh banyak media massa yang -sayang sekali, shame on you!- tidak netral dan dijadikan jujugan pembacanya tanpa men-cross-check berita tersebut. Satu hari semua pendukung capres A men-share link berita tentang "aib" pasangan capres cawapres B (entah benar atau tidak), keesokan harinya pendukung capres cawapres B mencounter balik berita tersebut dengan link berita lain (entah benar atau tidak), dan begitu seterusnya. Kapan selesainya:/

Banyak juga teman saya di socmed yang seolah menjudge pilihannya adalah yang paling benar, yang memilih selain pilihannya berarti bodoh atau buta mata hati. Ada lho! Banyak! Ada juga yang menjudge pendukung capres tertentu adalah kafir. Ada! Banyak!

Coba saya tanya, ada berapa teman yang sudah anda unshare, unfollow, unfriend selama pilpres sampai hari ini? Saya jengah membaca kata-kata kasar dari para pendukung capres cawapres kepada pendukung lawannya. Saya sendiri sudah mempunyai pilihan yang saya yakini terbaik, tapi saya tidak pernah sedikit pun memandang rendah siapa pun yang berbeda pilihannya dengan saya.

Sejak kecil, saya diajarkan mengenai indahnya toleransi dalam perbedaan. Entah itu perbedaan suku, agama, ras atau apapun termasuk perbedaan pilihan, dengan toleransi, kita akan hidup dengan damai. Masih ingat Bhinneka Tunggal Ika? Apakah semboyan tersebut sudah tidak relevan digunakan saat ini di negara kita?

Sejujurnya, saya khawatir dengan situasi seperti ini. Seandainya nih, kelak yang memenangkan pilpres adalah pasangan A. Apa yang akan terjadi? Apakah pendukung pasangan B yang gembar-gembor menjelekkan pasangan A dan semua pendukungnya akan keluar dari Indonesia? Apakah pendukung pasangan B akan menerima hasil pilpres dengan sportif? Atau justru berlindung di balik pembelaan "Ah, pasti licik deh itu orang. Lihat saja waktu kampanye, semua hal dilakukan asal menang. Pasti curang! Pasti!"? Demikian juga dengan sebaliknya. Kalau yang menang adalah pasangan capres B, apakah semua pendukung pasangan A yang sebelumnya sibuk membuka aib pasangan lawan akan keluar dari Indonesia?

Saya khawatir, siapapun yang menang dalam pilpres ini, bangsa kita akan semakin sulit untuk bersatu karena perbedaan. Saya khawatir, siapapun yang menang dalam pilpres kelak, akan terjadi ribut-ribut karena pihak lain yang tidak terima. Kalau ini sampai terjadi -Naudzubillah-, bukankah kita sendiri yang rugi?

Saya meyakini bahwa kedua pasangan capres cawapres adalah yang terbaik di negara kita. Masing-masing mempunyai kekurangan dan kelebihan sendiri-sendiri. Tidak perlulah hanya karena perbedaan pilihan, lalu persatuan dan kesatuan bangsa menjadi taruhannya. Mari berdoa bersama-sama, siapapun yang menjadi pemimpin negara kita kelak adalah yang terbaik untuk bangsa kita. Amin.

*Ditulis setelah melihat ada teman dekat yang berantem gegara beda pilihan capres-_____-"

Friday, June 27, 2014

Knowledge is Power but Character is More

Kemarin saya mengantar Naya ke salah satu mal di daerah Surabaya Barat -iye, ujung ke ujung dari rumah kami- demi melihat Tweety, karakter favoritnya tampil dalam Looney Tunes Football Show. Karena menyadari betapa jauh dan macetnya jalan ke sana, saya berangkat dari rumah 2,5 jam sebelum acara.

Benar saja, macetnya minta ampun! Kami sampai di sana tepat sejam sebelum acara dimulai. Naya sangat excited melihat banner dan panggung berhias Tweety dimana-mana. Saking excitednya, Naya bersedia menunggu di depan panggung walaupun masih harus menunggu sejam.

Sebagai orang yang pertama menduduki area menonton, Naya mendapat tempat duduk paling depan, persis di depan panggung. Naya duduk menanti dengan sabar sambil tak henti bernyanyi atau bermain tebak-tebakan. Beberapa menit sebelum acara dimulai, seorang ibu yang sedang menggendong anaknya mendekati tempat duduk kami. Anaknya, saya taksir berusia sekitar setahun di atas Naya sedang menangis histeris. Rupanya, mereka datang terlalu mepet dengan jadwal acara sehingga tidak kebagian tempat duduk di depan dan harus menonton sambil berdiri di belakang. Anak tadi merasa tidak puas kalau harus melihat pertunjukan dari belakang sehingga menangis histeris sampai berguling-guling di lantai dan meminta maju ke depan.

Ibu tersebut-tidak berbicara apapun pada kami-langsung saja menurunkan anaknya dari gendongan dan berdiri tepat di depan tempat duduk kami. Tentu saja ibu dan anak tsb menghalangi pandangan kami. Saya memberanikan diri menegur ibunya, yang dibalas dengan kasar. Ibu tadi meminta saya mengerti kalau anaknya ingin melihat pertunjukan dengan jelas.

Heh? Lalu apa kabar anak saya yang juga ingin melihat pertunjukan dengan jelas bu?

Saya jadi ingat postingan Path seorang teman yang bilang kalau dia baru saja melihat seorang ibu menceboki anaknya di wastafel -iye, di wastafel di depan orang banyak!- foodcourt sebuah mal ternama. Si anak rupanya baru saja BAB di disponya, dan karena tidak mau ke toilet yang cukup jauh, sang ibu mengambil jalan pintas dengan membersihkan anaknya di wastafel. Ewwwww.

Lain kesempatan, saya pernah mengajak Naya menyaksikan pertunjukan grup musik asal Australia, Hi-5 di convention hall mal terbesar Surabaya. Kami datang awal -as always:p- sehingga bisa mengantri di urutan pertama. Menjelang pintu gerbang akan dibuka, tetiba seorang anak berusia sekitar 5 tahun menyerobot antrian kami. Saya celingukan mencari orangtuanya. Sang ibu datang tergopoh-gopoh di belakang tanpa ba-bi-bu, dengan penampilan necis, langsung menempati posisi sama dengan anaknya, di depan kami. Saya menegur ibu tadi, yang dibalas dengan omongan kurang lebih seperti ini "Halah, cuma disalip satu orang saja kok pakai keberatan sih, toh tempatnya masih luas. Anak saya ini fansnya Hi-5, engga sabar pengin bertemu. Engga kasihan?"

Saya yakin, semua orangtua pasti menginginkan yang terbaik bagi anaknya. Kalau mengikuti hati sih, apalagi mengingat betapa sulitnya  waktu hamil dan melahirkan, saya inginnya semua yang paling bagus, paling nyaman, paling enak, paling depan untuk Naya. Tapi saya pikir-pikir lagi, apakah yang terbaik untuk Naya selalu berarti yang terbagus, terenak, ternyaman atau terdepan?

Saya mendidik Naya dengan keras. Benar lho, sampai mama saya sering menangis melihat saya mendidik Naya. Sejujurnya, terkadang saya pun suka merasa tidak tega. Tapi saya yakin inshaAllah akan ada hikmah yang diambil Naya kelak. Saya selalu meyakini motto sekolah saya saat SMA, Knowledge is Power but Character is More. Pengetahuan memang penting, tapi karakter jauh lebih penting. Tugas saya sebagai orangtualah untuk mulai membentuk karakter Naya.

Sejak Naya bayi, saya selalu membiasakan mengatakan terimakasih, maaf, permisi dan tolong, bahkan sebelum Naya bisa berbicara. Saya yakin Naya mengerti walaupun belum bisa mengikuti. Kelihatannya sepele ya, tapi sesungguhnya dari yang sepele inilah karakter bisa terbentuk. Seperti sabar menunggu giliran saat mengantri. Sepertinya sepele banget kan ya? Tapi dari mengajari Naya mengantri, saya bisa mengajarkan pada Naya banyak hal mulai dari menghargai orang lain, berdisiplin, jujur sampai tidak korupsi. Lah apa deh hubungannya sama korupsi? Coba dirunut, seseorang yang tahu benar mana miliknya, kapan gilirannya dan malu untuk mengambil yang bukan miliknya atau bukan gilirannya pasti malu juga buat korupsi kelak kan?:D

Saya juga membiasakan Naya untuk tidak tinggal diam saat melihat sesuatu yang menurutnya tidak benar. Jangan kaget ya kalau bertemu dengan anak saya di mal menegur orang yang merokok di muka umum terlebih saat menyadari ada anak kecil di sekitarnya:p Jangan kaget juga kalau pas bepergian ke tempat umum ditegur anak saya karena membuang sampah sembarangan:D Karena menurut saya, mereka yang tahu tapi diam dan mendiamkan sama salahnya dengan yang melakukan. Tahu ada yang korupsi tapi tidak melaporkan misalnya, sama salahnya dengan yang korupsi. Ih ini emak lebay amat, cuma buang sampah sembarangan ngomongnya jauh amat sampai ke korupsi segala. Ingat, semua yang besar berawal dari hal sepele:)

Disclaimer: Saya bukan melabeli diri sebagai orangtua yang paling baik atau benar. Tidak sama sekali, karena buat saya semua orangtua mempunyai cara parenting yang berbeda, walaupun satu tujuan, memberi yang terbaik untuk anaknya:)

Wednesday, June 25, 2014

Update on Naya

Cukup lama engga update blog nih! Maaf ya, saya lagi sibuk nih menggarap calon buku terbaru saya -ayo semua teriak amiiiin!-haha. Semoga segera selesai ya, doakaaan:D

Anyway, sesuai janji sebelumnya nih, menyambung postingan yang ini, saya mau melanjutkan cerita soal Naya.

Sejujurnya, saya sudah hampir putus asa karena berulang kali dijudge ini-itu oleh banyak orang. Lama-lama sebal juga lho dicap sebagai ibu yang ambisius dan terlalu memaksakan anak. Mulai dari keluarga, teman saya, bahkan oleh orang engga dikenal yang baru pertama kali bertemu. Akhirnya, saya sudah memutuskan tidak akan menyekolahkan Naya sesuai dengan kemampuannya yang setara TK-B atau kelas 1 SD seperti rekomendasi psikolog walaupun Naya marah-marah terus. Sudahlah, di sekolahnya yang sekarang saja sudah cukup. Setidaknya menurut saya lumayan untuk "memaksa" Naya bersosialisasi dengan teman sebaya.

Sebagai kompensasi, saya membeli banyak buku pelajaran anak TK-B dan kelas 1 SD untuk Naya belajar sendiri di rumah. Puaskah Naya? Sadly, no. Naya masih bolak/i bertanya pada saya, "Kenapa kakak masih di pre-k-1? Kapan masuk TK-B nya? " dibumbui oleh beberapa kali mogok sekolah. Naya juga masih sangat rendah diri. Segala kegiatan yang biasanya sangat dia sukai berganti menjadi musuh bebuyutan. Kalau biasanya setiap hari minta les balet, sekarang enggan. ("Kakak engga bisa balet. Kakak kan engga pintal, buktinya ga ada sekolah yang mau nelima"). Biasanya bertanya terus kapan jadwal les piano saking sukanya, tapi sekarang Naya juga mogok latihan piano ("Kakak engga bisa ma, kakak itu engga bisa apa-apa. Makanya ga ada sekolah yang mau"). Bahkan kegiatan sehari-hari seperti makan sendiri, mengganti baju sendiri pun enggan Naya lakukan. ("Kakak itu memang engga pintal ma. Semua pokoknya engga bisa.")

It really broke my heart. Deeply:'(

Tapi saya merasa tidak punya pilihan lagi selain berdoa memohon petunjuk.

Sampai suatu hari, sekretaris di rumah sakit tempat saya bekerja dengan berseri-seri memanggil saya untuk menunjukkan berita di harian Jawa Pos. Rupanya ada artikel mengenai seorang anak ber-IQ tinggi yang dibina oleh Prof Yohanes Surya sehingga di usianya yang ke-10, anak ini sudah bersekolah setara kelas 2 SMA. Saya langsung tertarik membacanya dan berusaha mencari cara menghubungi Prof Yohanes. Prof Yohanes Surya adalah seorang ilmuwan sangat terkenal sejak saya kecil dulu. Saya ingat waktu SMA, kami sekelas mengikuti seleksi olimpiade Fisika dengan buku-buku beliau. (PS: Saya ikut-ikutan doang demi ngecengin ketua OSIS yang ikutan juga hahaha).

Kembali ke topik. Setelah browsing sana-sini, saya mendapatkan alamat email beliau dan langsung menceritakan soal Naya. Karena Prof Yohanes Surya adalah pendiri Surya University (2013) di Serpong yang merupakan pusat penelitian, dan salah satu clusternya adalah National Centre for Gifted and Talented (NCGT), saya sungguh berharap Prof Yohanes dapat memberikan pencerahan berdasarkan banyaknya pengalaman beliau menangani anak seperti Naya.

Saya menanti balasan email beliau dengan harap-harap cemas. Alhamdulillah, email saya dibalas beliau setelah 2 hari. Beliau meminta saya menghubungi salah satu konsultannya yang kemudian merujuk saya ke ibu Evy Tjahjono, seorang psikolog khusus anak berbakat atau istilahnya Cerdas Istimewa/Berbakat Istimewa (CIBI). Beliau adalah konsultan di NCGT. Tak menunggu lama, saya langsung mengemail beliau untuk menceritakan Naya panjang lebar. Alhamdulillah lagi, email saya direspon dengan cepat. Kebetulan sekali, beliau sedang berada di Surabaya dan memungkinkan saya berkonsultasi langsung. Allah Maha Baik ya, di saat saya sudah putus asa dan kerjaannya cuma bisa nangis doang, jalan mulai terbuka satu per satu:) Alhamdulillah.

Satu minggu setelah saya mengirim email pada ibu Evy, kami janjian untuk bertatap muka. Saya membawa semua medical record Naya, termasuk status tumbuh kembangnya sejak lahir, buku laporan kemajuan dari sekolahnya yang dulu dan sekarang, sampai buku-buku untuk anak TK-B dan kelas 1 SD yang Naya kerjakan.

Kami berdiskusi dengan sangat intens. Saya lega sekali bisa menceritakan semua soal Naya tanpa takut bakal dijudge ini-itu. Total hampir 3 jam saya bercerita. Naya tidak ikut di dalam ruangan karena pada sessi pertama ini, rupanya ibu Evy ingin mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dari saya.

Kesimpulan yang diambil setelah interview dari ibu Evy adalah sepertinya Naya menunjukkan tanda-tanda anak gifted. Walaupun sebenarnya IQ masih bisa berubah, dan gifted belum bisa terlalu dilihat pada anak seumur Naya, tapi banyak ciri-ciri gifted terdapat di Naya.

Sumber : http://ryaneducationforall.blogspot.com/2011/10/deteksi-dini-terhadap-anak-anak.html



Sumber: http://hernapgsd.edublogs.org/2012/06/25/karakteristik-anak-unggul-gifted/


Setelah saya yang diinterview, giliran Naya yang akan diobservasi. Karena jadwal beliau cukup padat selama di Surabaya, Naya direncanakan bertatap muka  minggu depannya.

Seperti biasa, Naya malu-malu dan tidak mau berbicara sama sekali saat pertama kali bertemu dengan ibu Evy. Tapi karena beliau sangat telaten, lama-lama Naya mau diajak bermain. Rupanya observasi beliau dilakukan dengan bermain bersama Naya. Naya diajak bermain mulai congklak (sampai selesai lho! Benar-benar sampai biji congklaknya habis. Saya yang baru saja selesai jaga sudah bolak/i menguap melihatnya:)))), boardgame keseimbangan, permainan soal bentuk dan warna sampai permainan imajinasi dan kreativitas. Total tatap muka berlangsung selama 2 jam lebih sedikit dan harus diakhiri karena Naya kelaparan:)))))

Hasilnya kesimpulan awal beliau mengenai kemungkinan Naya adalah anak gifted terkonfirmasi. Walaupun belum dapat dipastikan karena masih berumur 3 tahun, tapi karena ciri-ciri anak gifted semua ada di Naya, saya harus banyak-banyak membaca mengenai hal ini karena tentu cara mendidik akan sangat berbeda. -PR lagi dah!-

Doakan kami ya! Soal Naya saya update lagi kapan-kapan;)

Saturday, June 14, 2014

Cengeng

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, cengeng artinya 1. mudah menangis;suka menangis; 2. mudah tersinggung (terharu dsb); 3. lemah semangat;tidak dapat mandiri.

Di postingan ini, yang ingin saya bahas adalah cengeng berdasarkan pengertian yang pertama, mudah menangis;suka menangis. Sepanjang ingatan, saya bukanlah orang yang cengeng. Didikan dari papa yang begitu keras seakan membuat saya merasa tabu untuk menangis. Saat sedih atau emosi, saya lebih memilih untuk mengungkapkan lewat tulisan. Mungkin itulah asal muasal mengapa saya begitu suka menulis.

Semua berubah setelah saya melahirkan Naya. Entah kenapa, saya jadi gampang sekali terbawa perasaan. Cengeng. Saya menangis saat Naya pertama kali menelpon saya di rumah sakit hanya untuk bilang "Mama ayo pulang! Kakak ngangeng! *baca:kangen*, saya menangis saat Naya sakit sementara saya tidak bisa meninggalkan tugas jaga, saya menangis saat Naya ngambek tidak mau bicara lewat telpon sewaktu saya dinas di luar pulau, bahkan saya bisa menangis saat melihat bintang film Korea menangisi kepergian anaknya di salah satu drama Korea. Iya, saya akui saya menjadi cengeng.

Akhir-akhir ini pun, saya merasa benar-benar cengeng.

Suatu pagi, Naya bertanya pada saya.
Naya: "Mama, kalau mau dapet uang halus kelja ya?"
Meta: "Iya kak."
Naya: "Mama keljanya dotel anak, papa keljanya dotel kandungan. Kalau mbak Yaci keljanya apa?"
Meta: "Mbak kan yang nganterin kakak sekolah atau les pas mama di rumah sakit. Yang nemenin kakak pas mama papa engga ada. Itu kerjanya."
 Tetiba Naya memeluk erat saya dengan suara lirih.
"Mama, maaf ya kakak Aya engga punya uang buat bayal mama. Nanti kalau sudah besal, kakak kelja bial dapet uang buat mama jadi mama bisa nemenin kakak telus."
Saya? Engga bisa ngomong karena sibuk menyembunyikan air mata:)))
Cengeng? Mungkin;)

Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, saya memang sedang sibuk mencari sekolah yang mau menerima Naya. Total saya menyurvei 15 sekolah. Ada satu sekolah yang benar-benar membuat saya kecewa. Sejak awal, sekolah tsb memberi harapan bahwa mungkin bisa saja Naya diterima. Naya sudah sangat bahagia mendengarnya. Sebelumnya, ada satu hari khusus yang dijadwalkan untuk mendatangkan psikolog agar bisa mengobservasi dan mengetes Naya apakah siap bersekolah di kelas yang lebih tinggi dari usianya.  Saya persiapkan semuanya dari jauh hari. Saya ijin dari rumah sakit -jangan dikira gampang lho buat ijin walaupun cuma satu hari-, saya persiapkan mental Naya. Saya tanyakan Naya berulang-ulang, benarkah Naya mau bersekolah di kelas yang lebih tinggi? Naya selalu menjawab iya.

Pada hari-H, kami datang ke sekolah tsb dengan harapan tinggi. Naya bahkan berangkat dengan ceria dan penuh senyum, berharap akan segera bersekolah di sekolah tsb pada kelas yang lebih tinggi.
Sampai di sana, saya agak bingung karena sayalah yang dites. Saya diminta menggambar pohon, orang, dan rumah. Naya malah tidak dites apa pun. Saya pikir waktu itu mungkin belum giliran Naya. Sampai siang, Naya belum juga dites. Bolak/i Naya bertanya "Mana tesnya? Kakak kan mau sekolah disini."

Setelah saya dites -Naya belum dites atau bahkan dilihat langsung oleh psikolognya- saya diminta berdiskusi dengan psikolog tadi, hanya untuk diingatkan betapa bahayanya "memaksakan" anak saya bersekolah di kelas yang lebih tinggi seakan-akan menjudge saya sebagai ibu yang luar biasa ambisius, tanpa memikirkan kebutuhan anak. Saya setengah mati menahan air mata saya di ruangan itu. Bukan karena kesal karena Naya tidak diterima, bukan. Hanya saja mungkin saya naif, tapi saya berpikir sebagai seorang psikolog sebaiknya tidak cepat benar mencap seseorang, bahkan tanpa melihat latar belakang atau alasannya. Bagaimana beliau bisa menyimpulkan saya yang memaksakan Naya bersekolah di kelas yang lebih tinggi kalau melihat kemampuan Naya saja tidak? Bagaimana beliau bisa bilang saya yang terlampau ambisius saat sebetulnya advis untuk bersekolah di kelas yang lebih tinggi itu datang dari seorang psikolog lain yang sama profesionalnya seperti beliau? Engga mungkin dong ya saya ujug-ujug meminta Naya sekolah di kelas yang lebih tinggi tanpa ada alasan atau rekomendasi dari seseorang yang berwenang di bidangnya?

Yang membuat saya akhirnya menangis adalah melihat Naya yang begitu tahu tidak jadi bersekolah di sekolah tsb menjadi sangat rendah diri. "Kakak Aya engga pintal ya ma? Kok engga ditelima di sekolah itu?". Semua ketrampilan yang biasanya dia lakukan pun jadi enggan dilakukan. "Kakak Aya engga bisa ma, Kakak kan engga pintal." Saya cengeng ya? Mungkin;)


Saya pun jadi super sensitif kalau ada orang yang tak begitu kenal dekat dengan saya -tentu engga mengerti benar jalan cerita soal Naya- tetiba ikut menjudge saya lebaylah, ambisiuslah, atau apalah. Ada juga yang tetiba menyalahkan saya terlalu overprotective pada Naya sehingga sulit bersosialisasi dengan teman sebaya. Ada. Biasanya sih saya bisa cuek, tapi engga tau ya, tidak kali ini. Pengaruh hormon kali. Namanya hormon ibulebay;p

Pada prinsipnya, saya -seperti ibu yang mana pun di mana pun- menginginkan yang terbaik buat Naya. Saya engga pernah dan engga akan pernah memaksa Naya untuk melakukan apapun yang tidak membuatnya bahagia. Saya engga peduli dijudge macam-macam oleh orang lain. Semua keputusan saya untuk Naya, sekecil apapun, telah melalui proses konsultasi ke pihak yang kompeten (Bukan cuma "Katanya" atau "Dulu anaknya tetangga bla bla bla") dengan sangat berhati-hati. Dibilang ambisius kek, lebay kek, overprotective kek, terserah. Yang jelas perjuangan saat hamil saya sungguh berat, begitu pun saat melahirkan dan sesudahnya. Situ ikut repot pas hamil? Ikut rempong pas nyusuin? Ikut ribet ngasuh? Kalau engga, you'd better just shut up;)

Walaupun begitu, banyak juga yang berbaik hati pada Naya dan saya. Saya menerima banyak sekali email dari pembaca blog ini yang memberikan masukan atau saran. Terima kasih banyak ya, semoga Allah SWT yang membalas. Maafkan kalau belum sempat dibalas:)

Lalu bagaimana Naya sekarang? Saya ceritakan di postingan mendatang ya! Stay tune:p

Wednesday, June 11, 2014

No 1 atau 2?

Sudah hampir 2 minggu terakhir ini saya malas-malasan membuka social media. Twitter, Facebook atau Path sama saja. Paling yang rutin saya buka adalah Instagram untuk melihat foto-foto barang lucu. Semoga engga bikin kalap belanja online:p Bukan apa-apa, saya capek banget membaca komentar mengenai capres-cawapres kita yang pasti dilanjutkan dengan pertengkaran di antara para pendukungnya.

Saya bukannya engga peduli dengan politik bangsa ini. Saya tidak pernah golput lho sejak pertama kali punya hak suara. Setiap mau memilih pun, saya pasti sudah melakukan research terlebih dahulu mengenai calon orang-orang yang akan saya pilih. Yah namanya juga si ratu survei:p

Tidak terkecuali pun dengan sekarang. Saya rajin benar searching soal capres-cawapres kita. Masalahnya, semakin banyak saya mencari tahu, semakin bingung pula saya:))

Saya tidak tahu harus mempercayai sumber berita yang mana. Konon, portal berita ini milik koalisi capres yang itu, portal berita yang itu milik koalisi capres yang ini. Sulit sekali menemukan media yang benar-benar netral dalam memberitakan rekam jejak para capres-cawapres.

Kemarin, saya menyaksikan acara debat sesi pertama antar capres-cawapres. Saya berharap setelah menonton acara tersebut, setidaknya saya mendapat sedikit pencerahan. Sedikit saja cukup kok.
Hasilnya? Saya malah tambah bingung:))

Capres yang satu, saya suka karena public speakingnya benar-benar baik. Tertata rapi, dan terencana dengan baik. Menurut saya, sebagai orang nomor 1 di Indonesia, sangatlah penting untuk memiliki kemampuan public speaking. Hanya saja, saat beliau ditanya pertanyaan yang agak pribadi, terlihat jelas beliau menahan emosi. Saya jadi takut juga nih. Ditanya sesuatu yang saya yakin pasti sudah sejuta kali ditanyakan ke beliau saja masih emosi.

Capres lainnya, terlihat grogi dan kurang bisa mengungkapkan jawabannya tanpa mengulang-ulang kalimat. Pengalaman memang engga bisa bohong ya. 

Cawapres yang satu menjawab dengan sangat berbobot, namun saya sudah sangat ilfeel mengingat kasus anaknya. Cawapres yang satunya lagi pun tampak memukau, hanya saya jadi kehilangan respek setelah beliau mengungkit-ungkit, menyindir hal pribadi yang -lagi-lagi menurut saya- rasanya kurang etis dilakukan seorang negarawan, yang bisa jadi akan menjadi orang nomor 1 di negeri ini.
Memang tidak ada orang yang sempurna ya:D

Jadi kesimpulannya? Hahaha saya masih bingung, entah akan memilih yang mana. Yang jelas, siapapun kelak presidennya, sebagai warga negara Indonesia yang baik, saya -dan kita semua- sudah seharusnya menerima dan menghormati. Untuk apa sih mencela, mengumpat salah satu dari mereka? Seandainya yang dicela terpilih nih, lalu bagaimana? Mau pindah kewarganegaraan?:D

InshaAllah saya akan istikharah untuk meyakinkan pilihan saya:D
Nomor 1 atau 2 sama saja, karena nomor 3, Persatuan Indonesia, adalah yang terpenting:)

Saturday, June 7, 2014

The Liebster Award

Saya jaraaaaang banget buka Facebook. Selain karena menahan diri dari godaan online shop, saya juga malas sendiri setiap melihat debat kusir soal capres cawapres yang luar biasa. Sepertinya semua orang di timeline facebook saya merasa yang paling ahli soal politik.

Kemarin, karena ingin melihat foto Naya di fanpage facebooknya Parenting Indonesia, saya membuka facebook setelah sekian lama dan mendapatkan diri saya ditag oleh mbak Paresma untuk mendapatkan The Liebster Award ini.


Jadi, syarat-syaratnya Liebster Award, sebagai berikut:
  1. Post tentang award di blog ini
  2. Ucapkan terima kasih kepada blogger yang mengenalkan pada award ini dengan menyertakan backlink ke blognya.
  3. Ceritakan 11 hal tentang diri anda.
  4. Jawab 11 pertanyaan yang diberikan.
  5. Pilih 11 blogger dan berikan mereka 11 pertanyaan tentang hal bebas yang ingin diketahui dari mereka.
Hitung-hitung silahturahmilah ya:D

Baiklah saya mulai ya kalau begitu!
 11 hal tentang saya.
1. Saya masih saja galau maju mundur ingin operasi LASIK yang sudah dicita-citakan sejak jaman dahulu kala. Saya bosan tergantung dengan kacamata, tetapi saya engga berani menjalani operasi. Gimana dong?:p
2. Saya sedang berpikiran untuk memotong pendek rambut. Tapi tetap galau karena takut menyesal nantinya hahaha. Galau kok doyan:p
3. Saya suka sekali cokelat. Mulai dari cokelat ayam jago -jadul!-, wafer Superman, sampai Toblerone, Lindt dan cokelat branded lainnya enaaaaak buat saya.
4. Selain ke United Kingdom, cita-cita terdekat saya adalah mengajak Naya ke Disneyland. Doakan segera bisa terwujud yaaa.
5. Masih soal galau menggalau, saat ini pun saya sedang galau memikirkan masa depan *halah*:)) Serius, saya lagi rajin-rajinnya istikharah nih menentukan mau apa saya kelak setelah resmi menjadi dokter anak. Rencana awal memang inginnya pulang kampung ke Bandung, tapi karena suami bekerja di sini yaaah jadi engga mungkin deh.
6. Kalau sedang suka lagu, saya bisa mendengarkan lagu tadi beratus kali dalam sehari. Dan ini bisa berlangsung sampai sebulan lho. Engga ada bosennya! Paling ditimpuk suami atau orang serumah.
7.  Saya lebih suka mendengarkan radio daripada playlist berisi lagu-lagu kesukaan saya.
8.  Saya paling sebal dengan orang yang ngaret. Saya pernah lho mendaftar sekolah untuk Naya, lalu karena psikolognya ngaret, saya langsung mencoret sekolah tadi dari list. Buat saya, menghargai waktu sangat penting adanya, karena sama dengan menghargai diri sendiri dan orang lain.
9. Saya engga bisa marah. Seemosi-emosinya saya, paling cuma ngomel.
10. Saya pernah pakai kawat gigi lebih dari 6 tahun lamanya. Sampai bosaaaaan minta ampun!
11. Saya lagi mencoba menulis kisah fiksi nih, kali-kali aja bisa dibukukan lagi. Apa saya publish dulu di blog ya? *mikir* :))))

11 pertanyaan:
1. Suka baca buku gak? Buku apa yang paling ngasih kesan bermakna untukmu, ceritain doong! :D
Sukaaaa banget dari kecil. Buku yang paling berkesan pastinya semua buku Enyd Blyton. Saya besar membaca semua buku-buku beliau seperti Pasukan Mau Tahu, Lima Sekawan, Kisah si Kumbang, dan banyak lainnya, saya merasa bahwa kepribadian saya sedikit banyak ikut dipengaruhi oleh buku-buku beliau. Makanya saya janji, Naya PASTI akan saya kenalkan dengan buku-buku beliau:)
 2. Apa yang ada di pikiranmu ketika mendengar kata Psikologi?
Kepribadian seseorang:D
3. Suka nonton drama Korea gak? Film apa? Ceritain dong! Kalau gak suka, alasannya apa ya?
Suka sih, tapi jarang karena engga ada waktunya. Kalau pas nganggur (yang sangat jarang terjadi) baru bisa nonton. Terakhir waktu dinas luar, saya sempat nonton I Hear Your Voice. Nangis bombaaay!
4. Sebutin impian apa aja yang ingin kamu capai saat ini dan di masa mendatang!
Simple. Selalu merasa bersyukur dan bahagia:)
5. Seberapa penting "waktu" bagimu? Gimana kamu memanfaatkan waktumu sehari-hari?
PENTING BANGET. Saya mencoba selalu disiplin, engga ngaret alias tepat waktu. Coz every second counts;)
6. Kriteria calon/pasangan hidupmu kayak gimana? (sertai alasannya ya)
Yang kayak suami:))) Alesannya, klik!
7. Kalo kamu punya masalah, kamu lebih milih mana, langsung datang ke Psikolog/Konselor atau cuma curhat ke orang terdekat? Alasannya?
Orang terdekat. Lebih nyaman rasanya.
8. Pernah ke RSJ gak? Kalo pernah, apa hal bermakna atau hikmah yang dapat kamu petik selama kunjungan ke sana? Kalo gak pernah, apa sih yang tersirat di benakmu ketika mendengar kata RSJ dan para skizofrenia?
Pernah, waktu ko-ass bagian jiwa. Hikmahnya jadi lebih mensyukuri hidup, tidak terlalu menganggap berat suatu masalah, dibawa nyantai aja.
9. Makanan apa yang paling kamu favoritkan dan sebutkan alasannya ya!
Cokelat, its my comfort food:D
10. Kalo kamu disuruh memelihara binatang, binatang apa yang kamu pilih? Alasannya?
Kelinci, karena mereka super cuteee!
11. Hal apa yang paling kamu sukai dan tidak sukai? Alasannya?
Disuka membaca, menulis karena memang suka. Engga butuh alasan buat suka kan?
Yang engga suka, memasak karena engga bisa:p

11 pertanyaan dari saya:
1. Lagi suka ngikutin film seri apa sih? Kenapa?
2. Suka dengerin radio engga? Radio apa? Kenapa?
3. Pakai provider seluler apa selama ini? Ada niat gantikah?
4. Cita-cita waktu kecil? Tercapai engga sekarang?
5. Kalau dapet tiket pesawat gratisan, pengen pergi ke mana?
6. Suka baca majalah engga? Majalah apa? Kenapa?
7. Restoran Fast Food kesukaan apa? Paling suka menu apa?
8. Suka jajan engga? Paling suka jajan apa?
9. Menurut kamu blog saya gimana sih?:p
10. Pilih mana, pantai atau gunung?
11. Pilih mana, mall atau taman?

11 blogger yang saya pilih:
1. Liana Kirana
2. Sari Kembang
3. Marissa
4. Inga
5. Rina Susanti
6. Ratna Wahyu
7. Arienda
8. Amrazing
9.
10.
11.

Adios!:D

#PCH2014

Begitu melihat pengumuman akan diadakan Parenting Cover Hunt lagi tahun ini di majalah, Naya dengan semangatnya bilang kalau ingin ikut. Sejak jauh hari, Naya bahkan sibuk sendiri memilih baju, gaya rambut sampai kaos kaki dan sepatu yang akan dia kenakan saat audisi-___-"

Pada hari-H, kami sampai di lokasi jam 10 kurang 10 menit, mall Tunjungan Plasa bahkan belum buka:))) Sengaja datang pagi, karena malamnya saya ada dinas jaga.

Naya mendapat nomor audisi ke-2, dan pemotretannya berlangsung sangat singkat. 3x jepret, selesai deh. Naya senang, saya ikut senang:))))

Yang mau ikutan vote kakak Aya, boleh bangeeeet:D
SMS ke 08111901555 ketik PCH-TUNJUNGAN (spasi)nama Anda#usia Anda#Alamat email#2

Boleh juga like di webnya Parenting--> http://www.parenting.co.id/coverhunt/2014/voting/39/1/2/detail 

Buat saya sih engga penting menang apa kalah, yang penting Naya senang (emang hobi dan doyan bener difoto) dan engga takut di dekat orang baru (PR saya buat sosialisasi Naya nih).

Go Naya Go Naya Go!!!!
  


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...