Tuesday, October 30, 2012

10 Years From Now

Frankly, I don’t like thinking too much about the future. After all, we can only live in the present time, and thus we should focus on that. Right? Until one day,  I was blogwalking, and stumbled upon someone's post titled ' How do you imagine your life 10 years from now?'.

Automatically, i started to ask myself that question. How do i imagine myself 10 years from now? Of course, i will be 10 years older that time. But its not the point. I think the essence of the question is what have you achieved by that time? What have you done?

It made me think more and more about my future. I believe that write this post will help me to get a lot of motivation to reach it. Hopefully.

A lot can happen in 10 years. I most likely will be just the same person I am now in 10 years. Just looking at myself 10 years ago I hardly can see a difference in who I am, I’m definetely NOT changing a lot. Still that kind of happy-go-lucky person, still stubborn, and still like to write;)

Well, in 2022, i'd be living my life as a pediatrician. I dont know yet in which city will i live, but i guess Surabaya would be just fine. Though actually i hope i could go back to Bandung or Jakarta.
Ever since, I dont have any goal to be a famous-and-have-many-patients-pediatrician.  All i want to do is help. So it doesnt matter for me whether will i become a rich-busy-pediatrician or not. As long as i have chances to help people, thats enough:)

Im -probably- already a lactation counselor, and an IBCLC. I probably would take a fellowship in pediatric growth and development. I always like observing the child's growth and development anyway:)

I would be joining in a social foundation. Probably as their health consultant or anything. I always have a thing to those kids who have cancer. So maybe its a social foundation for kids with cancer.

I would be still announcing in radio. Not in my former radio of course, since its a teenager-radio-station. Maybe i will be an announcer in a parenting radio station. If any.

I would be also still doing the TV show. I guess there will be more time for me in the future to do this.

I would have published some more books. Not only books based on blog, but maybe i'll write about something else. (Not recipe book, for sure:p). I would be a contributor for parenting magazine, i hope:p

I would have my own daycare, or a kindergarten. Its not a fancy one, but it will be warm and comfy for everyone.

Nayara would be 11 years old by that time, she would be a teenager. A beautiful one:')
She would love to do ballet, piano and dancing. We would love to spend our mommy-daughter time together. We would go shopping, gossiping or spa together. Ah, cant wait!

My husband would be a obstetrician/gynaecologist by that time. And im sure as much as i can, that he will be a very successful one. He would have been around the world to attend those workshops, seminars, conferences, congresses or what-so-ever. And i would be very happy to go with him to do my part as wife to shop, take pictures, city sightseeing:p

Probably, insyaAllah, i would have another child. Its not a problem whether it will be a boy or another girl. She/he would be Nayara's little sister/brother.  She/he would look precisely like Nayara, but perhaps not as talkative as she is now.

We would go to spend our holiday for family trip to Disneyland. You know, ive been there (Disneyland France) and i make a promise to myself that someday i will go back with my family. I just know i will:)

My husband and I would have been going to Mecca for hajj. InsyaAllah:) Since my mother already went for hajj, so i would take her to go traveling with us wherever we 'd go. I think my mom would be very happy to go to USA, so we would take her there.

I would build a house right beside mine for my mom so that she'd never have to go and back from Surabaya - Bandung.I would provide her with a comfortable car and a driver so she could go shopping anytime, anywhere she'd like:)





Wow, after reading what ive written, i understand i do have a lot of goals and dreams. But on the other hand, I really believe in following life where ever it may lead or in other words, I might be doing something completely different than what I just wrote, LOL.

But no matter what, I know I’ll be happy with it because even its different from what i imagined, im sure Allah will give me a better one:)
Amin.

Monday, October 29, 2012

Puyer, Yes or No?

Ampun deh, jadi emak jaman sekarang itu susah banget. Banyak pilihan yang harus dibuat seperti yang pernah saya tulis disini.

Nah, belum cukup semua kontroversi itu bikin pusing, eeehh muncul satu lagi. Soal puyer. Iyaaa, puyer, bentuk sediaan obat yang bubuk itu lho! Biasanya puyer dibuat dari sediaan tablet yang kemudian digerus. Puyer ini sering berupa racikan beberapa obat yang dicampur menjadi satu. Kadang diberikan begitu saja dalam bentuk bubuk, atau kemudian dijadikan bentuk kapsul.

Emangnya ada apa sih dengan puyer sampai dijadikan bahan kontroversi segala?

Alasannya banyak, mulai dari polifarmasi. Saat dokter menggabungkan beberapa jenis obat menjadi bentuk puyer, pertanyaannya adalah "apakah pasien benar-benar membutuhkan obat tersebut?" Terkadang ada dokter yang meresepkan puyer berisi gabungan 5-6 macam obat untuk satu pasien yang didiagnosa dengan "faringitis akut". Isinya antibiotik, obat panas, obat batuk, obat pilek, obat sesak. Apakah obat tersebut benar-benar dibutuhkan oleh pasien yang misalnya saja terkena infeksi virus?

Alasan yang selanjutnya adalah interaksi antara obat-obat yang digabung. Just FYI, ada beberapa obat yang berinteraksi meningkatkan, ada yang menghilangkan, ada juga yang menambah. Contoh nih ya, misalnya saja obat A efeknya 1, obat B efeknya 1. Jika dicampur, A+B, hasilnya bisa jadi 0, 2 atau bahkan 3. Konyol kan kalau ingin memberikan obat dengan efek kuat sehingga mencampur 2 macam obat tanpa tahu interaksinya, eh ternyata hasilnya malah sama dengan 0 atau tidak ada gunanya.

Alasan lain yang sering digunakan adalah masalah dosis. Pembuatan puyer yang digerus dapat tertinggal sedikit bubuknya di alat penggerus sehingga dosis yang ingin diberikan tidak tercapai. Bisa dibilang jadi underdose. Otomatis pemberian obat jadi tidak efektif dan useless.

Ada juga yang mengatakan bahwa pembuatan puyer tidak steril. Alat penggerus yang habis digunakan untuk menggerus obat tertentu digunakan lagi untuk membuat obat lain setelahnya. Resiko puyer tertempel oleh obat lain yang tidak perlu jadi meningkat.

Selain itu, pembagian dosis yang kurang persis juga sering dijadikan alasan menganggap puyer itu berbahaya. Pembagian dosis puyer memang secara manual, ditimbang dan diperkirakan sebelum dibungkus satu persatu.

Kalau memang benar puyer itu berbahaya dan tidak dianjurkan, lalu kenapa semua dokter meresepkan puyer? Jawabannya simpel, karena kami mempelajari soal puyer ini sewaktu kuliah dalam mata pelajaran Farmakologi. Saya ingat, salah satu ujian saya dulu adalah membuat sediaan puyer ini. Jangan salah, membuat puyer tidak bisa sembarangan. Ada protokol yang harus diperhatikan dan dituruti.

Sekarang kita bahas dan bandingkan satu-satu ya dengan alasan yang menganggap puyer itu berbahaya. Pertama, soal polifarmasi. Kalau kita runut lagi, pikir lagi deh, sebenarnya yang bahaya itu bentuk puyernya atau dokter yang meresepkan banyak obatnya? Jujur, saya sering meresepkan puyer untuk pasien saya. Alasannya karena selain jauh lebih murah, orangtua pun lebih gampang memberikan obat puyer ini ke anak. Tapi saya tidak pernah meresepkan gabungan obat-obat yang engga jelas dan banyak pula untuk dipuyerkan. Pada kasus faringitis akut seperti yang di atas tadi misalnya, saya biasanya hanya meresepkan obat panas dalam bentuk puyer, serta obat batuk pilek yang saya tahu interaksinya baik. Bahaya engga? Ya engga, saya sendiri belum pernah menemukan jurnal valid yang mengatakan bahwa pemberian obat dalam bentuk puyer tidak efektif dan berbahaya.

Sekarang kalau kita balik kasus di atas ya. Ada kasus faringitis akut karena virus. Dokternya tidak meresepkan puyer untuk pasien, hanya memberikan sirup berupa antibiotik, sirup batuk pilek sesak (FYI, sediaan sirup yang dijual di pasaran jarang yang hanya mengandung satu jenis bahan aktif. Biasanya juga campuran dari beberapa bahan aktif) dan sirup panas. Sama aja bukan? Sama-sama engga rasionalnya. Jadi bukan berarti pemberian puyer lebih engga rasional dari sirup. Semua ya tergantung yang ngeresepinnya, bukan apa yang diresepin. Get my point?

Next, masalah interaksi obat yang digabung. Lagi-lagi menurut saya, ini sangat tergantung dari pengetahuan yang membuat resep. Kalau tahu interaksi antara obat yang ini dan itu justru meniadakan misalnya, ya jangan sampai mencampur obat tadi. Apakah ini salah puyer? No, yang salah ya yang meresepkan:)

Kemudian, membahas soal dosis. Gini aja deh, kalau dibandingkan dengan pemberian obat dalam bentuk sirup. Apakah orangtua yakin dalam memberikan dosis yang tepat? Misalnya, dalam 5 ml sirup merk X mengandung 125 mg Parasetamol. Kalau dihitung, pasien Z yang beratnya 5.6 kg harus mendapat dosis 56 mg. KAlau dikonversi ke dalam bentuk sirup tadi, maka dosis yang harus diberikan adalah sejumlah 56/125 x 5 ml=2.24 ml/ Yakin bisa memberikan sirup sejumlah 2.24 ml persis?:D Atau kalau obat diberikan dalam bentuk tablet. Yakin bisa membagi tablet tadi dengan pas? Dosis obat pada anak mempunyai rentang terapi yang lebar. Kalau beda sedikit sih masih engga apa-apa kok selama masih dalam rentang terapi:) Kekurangan sedikit selama proses (misalnya tertinggal di alat penggerus) sudah diperhitungkan lho.

Yang terakhir, soal ketidaksterilan pembuatan puyer. Menurut saya, selama mengikuti protokol yang berlaku, pembuatan puyer masih dalam batas aman. Kalau menggunakan alat penggerus tanpa dicuci setelah menggerus obat lain sih namanya kesalahan pada pembuat, bukan puyernya. Kalau bisa diibaratkan, sama seperti kita menyalahkan mobil karena banyaknya kecelakaan lalu lintas yang terjadi. Belum tentu mobilnya yang salah, karena di kebanyakan kasus KLL, justru manusia penggunanya yang error. Mengerti ya maksud saya?

Jadiii, kalau kata saya sih, selama belum ada evidence based soal berbahayanya puyer ini, saya masih akan tetap menggunakan puyer. Tapi tentu saja, saya akan menghormati keinginan orangtua pasien yang lebih memilih sirup misalnya. Hak semua orang kok:)

Harapan saya, semoga orangtua benar-benar mengerti masalah kontroversi puyer ini. Bukan hanya melihat dari satu sisi, lalu langsung mencap dokter yang memberikan puyer sebagai "dokter yang engga update ilmunya".

Bukan juga harus pasrah saja diresepin apapun, hak kita lho untuk bertanya apa saja isi kandungan obat yang diresepkan.

Gabar diambil dari DetikHealth
Saya menulis ini berdasarkan opini saya pribadi yaa, setuju engga setuju monggoooo, hak masing-masing:)

RUM Part-2

Di tengah heboh-hebohnya soal RUM yang pernah saya bahas disini, saya jadi ingin membahas soal orangtua pasien nih soal pengetahuan mengenai RUM ini:D

Sekian lama berhadapan dengan pasien anak, saya bisa mengelompokkan orangtua (terutama ibunya) kedalam 3 bagian besar.

Yang pertama, kelompok orangtua yang memasrahkan segalanya kepada dokter. Terserah dokternya wis, mau dikasih antibiotik atau engga, mau diresepi puyer apa engga, diagnosisnya apa juga pokoknya gimana dokter. Wong kita engga ngerti apa-apa, percaya aja deh. Yang penting sembuh. Mahal-mahal bayar kok pakai ikut repot dan pusing segala mikirin diagnosis dan obat anak. Ada yang begitu?;)

Yang kedua, kelompok orangtua yang kritis, senang berdiskusi dengan dokternya. Kenapa harus diberi antibiotik, diagnosisnya apa, apa bahayanya, dll.
Biasanya sih orangtua dari kelompok ini sudah terlebih dahulu mencari info soal kesehatan anak lalu berusaha mengonfirmasi semua info tadi dengan dokternya. Orangtua kelompok ini juga biasanya well-informed, tahu benar yang mana yang harus dikasih antibiotik, yang mana yang engga. Yang mana yang bisa home treatment, mana yang harus diobati. Kalaupun ragu, orangtua dari kelompok ini memastikan untuk bertanya lebih dahulu pada dokternya, bukan semata-mata memutuskan sendiri. Dulu sih, saya jarang banget menemukan orangtua seperti ini. Tapi sekarang jumlahnya sudah mulai banyak lho!*happy*

Dan yang ketiga, kelompok orangtua yang engga kalah kritis (tapi kebablasan). Kenapa saya bilang kebablasan? Karena kekritisannya tidak diimbangi dengan informasi yang didapat. Istilah saya, hanya tahu setengah-setengah. Tahu antibiotik tidak boleh diberikan sembarangan, tapi tidak tahu kalau antibiotik itu bukan larangan selama dengan indikasi.  Tahu kalau obat-obatan pun sebaiknya tidak diberikan selama masih bisa home treatment, tapi tidak tahu kapan home treatment harus beralih ke terapi yang diberikan dokter. Orangtua kelompok ini juga suka "mengetes" dokternya. Kira-kira dokter ini ngasih antibiotik engga ya (dan begitu diresepi antibiotik langsung mencap sang dokter tidak pro RUM, antibiotik yang diberi engga bakal ditebus), kira-kira obat yang dikasih aman engga ya (dibandingkan dengan google), dan tidak jadi memberikan obat yang sudah diresepi dokter. Kelompok orangtua yang ini pun dulu jarang saya temui, tapi pelan-pelan mulai banyak sekarang:)

Nah, coba direnungkan, termasuk kelompok yang manakah kita?:D

Kalau buat saya sih, yang paling ideal dan menyenangkan adalah kelompok kedua. Bersikap kritis boleh-boleh saja kok. Itu adalah hak semua orangtua. Saya malah lebih senang kalau ada orangtua yang mengajak saya diskusi dan mengetahui benar apa alasan saya meresepkan obat tertentu. 
Dengan kelompok yang pertama, biasanya saya menjelaskan hanya seperlunya saja, karena khawatir kalau saya jelaskan secara mendalam, orangtua tidak mengerti dan malah kebingungan. Mostly, kelompok pertama ini datang dari kalangan yang tidak berpendidikan.

Sementara itu terhadap kelompok kedua, saya senang sekali menjelaskan sampai sejelas-jelasnya, baik ditanya ataupun engga. Mulai dari alasan saya mendiagnosis suatu penyakit, obat apa yang saya resepkan, kenapa saya meresepkan obat tsb, apa efek samping yang bisa saja terjadi, bagaimana prognosis anaknya sampai ke bagaimana usaha yang bisa dilakukan untuk mencegah anak sakit lagi. Saya yakin dengan menjelaskan sedetail mungkin, kelompok kedua ini akan merasa lega karena terinformasikan dengan jelas dan lengkap. Harapan saya sih, saat orangtua yakin dengan dokternya, compliance (kepatuhan minum obat) pasien baik, pasien cepat sembuh dan engga gampang sakit lagi.Win-win solution kan? Orangtua senang, dokter senang, anak pun senang:)

Nah untuk yang kelompok ketiga, percaya atau engga, saya bisa merasa lho kalau sedang sekedar dites atau ditanya beneran. Mungkin ini 6th sense yaa:p
Dan sebagai manusia biasa, biasanya saya sudah merasa malas duluan untuk menjelaskan detail. Rasanya seperti membuang-buang waktu yang bisa lebih berguna dipakai menjelaskan pasien dengan orangtua di kelompok kedua tadi. Jadi, kalau saya menghadapi kelompok ketiga, saya hanya akan menjawab pertanyaan yang diajukan saja. Kalau memang pertanyaannya detail, saya juga akan menjawab detail kok. Memang sudah kewajiban saya. Tapi kalau nanyanya engga detail, ya saya juga jawabnya engga sedetail itu:D

Sekarang kalau peran saya dibalik yaa.. Seandainya saya yang jadi orangtua, saya pasti ingin yang terbaik untuk anak saya. Saya ingin menerapkan RUM dan home treatment. Saya akan mencari info -yang valid- sebanyak-banyaknya. Tapi saya sadar, bahwa semua yang saya baca di google itu belum tentu benar dan valid. Saya punya hak untuk mengonfirmasi semua info ke dokter anak saya. Pasti saya akan berdiskusi sama dokter anak saya. Baru deh, kalau ternyata dokter anak tsb engga bisa memberikan argumen atau alasan yang kuat dalam mendiagnosis, memberikan obat, hak saya buat ganti dokter.

Sekali lagi, being smart parents is a must. Tapi jangan setengah-setengah ya!:)

Oh ya, saya lagi pengen banget nulis soal kontroversial puyer nih. Next post yak!

Wednesday, October 24, 2012

Dot dan Training Cup

Sejak Naya lahir, saya udah berancang-ancang untuk tidak menggunakan dot. Bukannya apa-apa sih, berkaca dari pengalaman saya sendiri, menyapih anak dari dot itu susahnya minta ampun. Saya baru bisa lepas dot waktu masuk TK umur 4 taun lho *facepalm*:))

Hasilnya? Saya pasang behel bolak-balik karena rahang yang bawah relatif lebih maju dibanding yang atas. Karena di keturunan engga ada yang begitu, dokter gigi ortho saya dulu bilang mungkin aja penyebabnya gegara si dot. Huuuu, saya sampe bosen lho harus pake behel. Total kalau dihitung-hitung, saya pakai behel hampir 7-8 tahun lamanya. *nangisdarah*

Bukan cuma behel yang konon lagi ngetren karena warna-warni itu, saya pun pernah harus pakai behel yang dipasangi karet ke satu alat dengan menyokong dahi untuk mendorong dagu ke dalam. Sakitnya minta ampun jangan ditanya. Makanya saya heran juga begitu tahu ada beberapa teman yang dikaruniai gigi rapi malah ingin dipasangi behel biar ngehits:p

Kembali ngomongin dot ya. Kok malah jadi ngomongin behel.

Selama persiapan melahirkan, saya pede banget lho engga beli dot satu pun. Soalnya saya emang bener-bener engga mau makai dot buat Naya. Sayangnya, harapan tinggal harapan. Karena Naya harus bolak/i difototerapi sampai hampir 2.5 bulan lamanya, saya otomatis engga bisa menyusui langsung terus-menerus supaya fototerapinya efektif. Jadilah ASI saya perah, lalu saya berikan menggunakan sendok untuk Naya. Awalnya sih begitu. Lama-lama, oleh suster di RS diberikan pakai dot tanpa setahu saya. Hasilnya? Yes, Naya sukses bingung puting:(

Untungnya engga berlangsung lama, karena ketauannya cukup awal. Setelah masuk dari cuti, saya sudah mengajari Naya minum dari cangkir kecil, dan Naya hebat banget lho, bisa minum lancar:)
Semua alhamdulillah berlangsung sesuai harapan.

Sampai beberapa saat kemudian, saya mulai yakin Naya engga bakal bingung puting dan engga bakal addicted sama dot, saya mulai menggunakan dot untuk dipakai saat saya dalam perjalanan. Karena harus menyetir sendiri dan kesusahan memberikan Naya ASIP dari cangkir tanpa tumpah-tumpah, saya belikan dot untuk Naya merk Tommee Tippee. Kenapa TT? Karena klaimnya yang menghindari bingung puting:p

Untungnya, beneran, Naya engga sampai bingung puting dan masih bisa switch dari dot ke cangkir sesukanya. Saya lega dan engga khawatir ngasih dot lagi untuk Naya. Waktu itu Naya bergantian menggunakan cangkir (tempat obat kecil dari plastik yang dialihfungsikan), dot dari training cup MagMag dan juga Doidy Cup.

Setelah Naya setahun, saya mulai khawatir karena melihat Naya lebih suka menggunakan dot daripada cangkir Doidy Cup-nya. Lho lho lho, kenapa iniiii..

Saya langsung putar otak mencari cara supaya Naya engga dot-an melulu. Saya search mencari gelas sedotan yang ada gambar Hellokitty, kesukaan Naya. Harganya lumayan mahal, satunya sekitar Rp. 190.000 -_-"
Straw Cup penyelamat.


Tapi Alhamdulillaaaaaah, Naya suka dan mulai pakai straw cup Hellokittynya ini setiap saat. Akhirnya emak mengalah, beliin Naya straw cup Hellokitty lagi.

Bukan berarti Naya sudah bisa lepas sama sekali dari dot. Karena kalau pergi-pergi, yang dibawa harus yang dot dari MagMag itu. Hufff engga apa-apa deh. Perginya juga jarang-jarang ini:p




Tuesday, October 23, 2012

Naya-18 bulan

Update lagi Naya di umur 18 bulan ini:)

Perkembangan yang paling keliatan adalah kemampuan berbahasa. Seperti yang pernah Meta ceritain disini, di usia koreksinya yang 17 bulan, kemampuan berbahasa Naya setara dengan anak berusia 37 bulan. Serius deh, bawel banget. Engga pernah berhenti ngomong. Kalau engga ngomong, nyanyi. Pokoknya engga diem deh. Kalau di rumah engga ada suaranya, Meta yang parno takut bayi satu ini ngelakuin hal-hal yang berbahaya seperti ngumpet di dalem lemari baju. -_-"

Beneran pernah lho, emaknya ini udah panik banget. Bukan apa-apa sih, kalau kekunci di dalem terus engga ada udara cukup buat napas gimana? Duh amit-amit.

Secara garis besar, kosakata Naya udah lebih dari 100 kata. Atas, bawah, besar, kecil, udah, belum, engga, beres, sekolah. bolos, males, mana, kenapa, gimana, di mana, kelinci, bebek, ayam, kuda, hippo, gajah, kelinci, semut, kupu-kupu *walaupun Naya ngomongnya tupu-tupu*, takut, kaget, sedih, kangen *ngangeng*, pergi, kerja, jaga, rumah sakit *mah atit*, sakit, merah, ungu, biru, oranye, kuning, pink, hijau, hitam, putih, apel, jeruk, pir, balon, tas, dompet, sepatu, dll banyak deh. Rasanya hampir tiap hari Meta terkaget-kaget karena Naya -out of the blue- tetiba bisa ngomong kata-kata baru.

Suka sekali difoto-_-"
Setiap habis mandi dan pakai baju bagus, langsung "Ma ayuk foto Aya yuk, ciiis Aya cisss." terus langsung pose aja gitu. Errrrrr.

Udah bisa pegang sendok dengan benar dan makan sendiri walaupun kadang masih suka berantakan. Yaaay!

Udah bisa pake celana sendiri (biarpun sering kebalik), dan udah bisa pake kemeja sendiri, ngancinginnya yang masih acak-acakan. Kalo kaos masih belum bisa sih tapi.

Udah bisa pake dan lepas sepatu sendiri.  Dia bisa lho ngebedain kiri sama kanan engga kayak emaknya. Syukurlah!

Lagi suka-sukanya ngitung. Setiap liat barang yang lebih dari satu, pasti diitungin semua sama Naya. "Catuuu, duwaaaa, gigaaa, empappp, limaaa, naaam, tujuh, papan, bilan, puyuuuh".

Oh iya, jadi inget Meta mau cerita. Jadi gini, beberapa waktu yang lalu, seorang guru besar Meta pernah ngasih kuliah soal korupsi. Bukan ngomongin politik dan sebagainya sih, lebih ke bagaimana memberikan pendidikan pada anak supaya kelak tidak melakukan korupsi. Selain pendidikan agama, menurut guru besar tersebut, salah satu yang dapat diajarkan orangtua adalah dengan mendidik anak untuk menempatkan barang pada tempatnya. Selain itu, mengajarkan anak mengenal konsep kepemilikan. Ini punyaku, ini punyamu. Setelahnya, baru diajarkan bahwa anak tidak boleh mengambil yang bukan punyanya, juga wajib bertanggung jawab atas kepunyaannya.

Meta langsung menerapkan ini ke Naya. Semua barang yang ada di rumah udah dibilangin ke Naya. Ini tas mama, itu tas kakak Aya. Ini sepatu mama, itu sepatu Aya. Kalau habis pakai sepatu, taruh di tempatnya. Blablablabla. Berhasil lho! Setiap habis berpergian, Naya aware banget sama barang-barangnya. Sepatu dilepas, ditaruh di tempatnya. Tas diseret *karenaberat* ditaruh di tempatnya. Baju ditaruh di tempat baju kotor. Terus engga lupa, ngomel-ngomelin emak yang suka malas naruh sepatu di tempatnya:p

Amazing how she understands and does everything we told her to.
Tapi kadang-kadang jadinya kebablasan juga sodara-sodara. Kadang kalau lagi belanja bulanan dan rempong bawa belanjaan, Meta suka nitip tas tangan ke nanny Naya. Eh engga boleh lho, Naya bakal ngomel-ngomel ke nanny nyuruh tas emaknya dibalikin. Padahal Meta udah bilang "Kak, mama yang nyuruh. Mama engga bisa bawa semua, nitip aja kok." Tetep, engga boleh, malah ngomong " No no no, ini tas mama, itu tas mbak Yaci". -_-"

Meta juga sering minjem kaos bapaknya karena enak, besar dan adem. Tapi ya gituuu, pasti kena deh diomelin Naya. "Mamaaaaa, itu punya papa. Buka! Buka! Buka!" Duh -_-"

Yasudahlah yaaa, mungkin PR buat Meta berikutnya adalah ngajarin Naya fleksibilitas:p

Apa lagi ya milestone Naya di 18 bulan ini? Suka naik turun tangga, manjet-manjet, loncat-loncat, dan tetep suka joged-joged tiap denger musik. Muter-muter sambil teriak " Maaaa, kakak Aya bayeeeet". Meta lagi mikir buat masukin Naya ke kelas ballet nanti kalau udah 2 tahun. Biar seneng aja sih, abis dia suka niruin ballet tapi engga jelas hahaha.

Oh ya, karena menurut Meta kosakata Naya udah engga masalah, kemampuan reseptif maupun ekspresifnya juga alhamdulillah engga apa-apa, Meta berencana mau ngajarin bahasa Inggris ke Naya. Masih mikir-mikir juga sih ini:p

Kakak Ayaaaaaa, mama loves youuuuuuu:*




Monday, October 22, 2012

Naya di Bandung

Joged2 di Pasar Baru. Anak siapa ini?-_-"
Sejak pertama kali tahu akan mewakili Unair berlaga *halah* di Pertemuan Ilmiah Tahunan Bandung, Meta emang sudah berencana mengajak Naya ikut.

Pertama, karena masih ASI dan emaknya ini agak malas kalau harus mompa per 2 jam tiap harinya. Kedua, Meta pengen banget Naya tahu rumah masa kecil emaknya. Ketiga, engga kebayang gimana rasanya engga ketemu Naya seminggu:').

Karena Meta dan rombongan berangkat ke Bandung naik kereta api yang memakan waktu hampir 13 jam, engga mungkinlah ya Naya diajak ikut keretaan. Bisa riwil suriwil deh.
Jadilah Utie diutus dari Bandung untuk ke Surabaya khusus untuk menjemput Naya dari Surabaya ke Bandung. #kusut
Lovely women in my life:)

Di Bandung, Naya happy banget lho! Kerjaannya makaaaaaaaan melulu. Entah karena udara dingin yang bikin laper atau emang lidah Naya cocok sama makanan Bandung. Yang jelas hampir 2 jam sekali Naya makan. Ikut  juga kalau emak ngemil. Engga heran, selama di Bandung berat Naya naik lagi. *yaaaay* Emak engga kalah happy karena sebelum berangkat, berat Naya sempet turun akibat GTM teething.

Oh ya, selain itu Naya relatif engga pernah rewel dan jarang garuk-garuk. Di Surabaya, kalau lagi panas-panasnya sampai AC engga kerasa, Naya emang suka rewel. Selain itu, Naya sering banget garuk-garuk karena biang keringat. Tapi di Bandung, semuanya hilang. Jadi anak manis deh! Yang bikin heran, di Bandung yang dingin penyebab semua alergi emaknya keluar ini, Naya malah tetap harus pake AC. 16 derajat pula! Emak? Sukses kambuh bengeknya, bersin melulu, batuk pilek dan sakit tenggorokan. Akhirnya, diambil keputusan Naya tidur engga bareng Meta. Dasar anak kutub. Itu pake AC 16 derajat tanpa selimut dan masih aja keringetan-_-"

Karena rumah Meta di Bandung lebih luas dari yang di Surabaya, Naya suka keliling-keliling pakai sepeda ngitarin rumah. Sepedanya khusus dibelikan utie untuk menyambut Naya lho!
Look how happy she is!

Beberapa hari pertama, Meta sibuk banget ngurusin jadi guide rombongan dan juga PIT. Biasanya nyampe rumah udah malem, dan Naya udah bobo. Jadil selama itu, Naya diajak jalan-jalan sama Utie. Nah 2 hari terakhir, pas udah agak free, Meta sempet ngajak Naya jalan-jalan.

Tujuan pertama adalah mengantarkan babysitter belanja di Pasar Baru. Walaupun bukan weekend, disana minta ampun ramenya semacam cendol. Naya ikutan sibuk milih-milih baju, dan teriak-teriak setiap liat HelloKitty. Begitu dibeliin, Naya langsung minta dipakaikan bajunya. Ampun deh ni bayi.
Sebelum ke Pasar Baru, pose dulu yuk!


Engga lama, Naya kepanasan dan akhirnya cuma celana pendek+singletan sambil joged-joged di toko kain. -_-"

Berikut beberapa foto Naya selama di Bandung. Enjoy!
Kopdaran sama TUM March Mamas.
Langsung minta pake baju baru.

Thursday, October 18, 2012

Halo Bandung!

Halo! Udah beberapa hari engga ngupdate blog nih, hehe maklumin ya, sibuk berat gegara PIT alias Pertemuan Ilmiah Tahunan, acara yang diikutin semua dokter anak se-Indonesia setiap tahunnya. Kali ini, PIT diadain di kota Bandung, 'kampung halaman' Meta. Yaaaayyy!

Jadi, kami ber-14 berangkat dari Surabaya naik kereta api ke Bandung. Kenapa kereta api? Pertimbangannya adalah faktor keamanan dan keselamatan. Takut juga euy malem-malem naik pesawat ke Bandung. Iya sih, emang lama -banget!- dan pegel -banget!- tapiiii karena dijalani dengan hati gembira berbunga-bunga soalnya engga perlu jaga malem, engga harus visite pasien, engga musti ngerjain tugas ilmiah yang bejibun, engga musti ikutan morning report yang mengerikan itu rame-rame dan seseruan di jalan, jadilah engga kerasa capek dan pegel.

Kami berangkat dari stasiun Gubeng naik Turangga tepat pukul 18.00 dengan seragam hijau pupus yang udah disiapin sebelumnya. First thing first begitu naik kereta? Oh, tentu saja foto-foto!:p



Dalam perjalanan ke Bandung.
Setelah foto-foto, kami becanda terus sepanjang perjalanan sampai capek ngakak:))

Tiba di Bandung, pukul 07.10, dan langsung transit di hotel Mutiara dekat stasiun. Karena Meta yang asli Bandung, Meta jadi guide selama teman-teman berada di kota kembang ini. Oh ya, hari ini juga Naya berangkat ke Bandung dijemput utienya. Kenapa Naya dibawa? Pertama, jelas karena Naya masih ASI dan emaknya agak males kalau harus mompa-mompa melulu. Kedua, biar Naya tau kampung halaman emaknya. Dan yang ketiga, rasanya sang emak tak sanggup engga ketemu bayi hampir seminggu:D

Lanjut ke tour hari pertama kami yaa.. Setelah sarapan di BMC (Bandoengsche Melk Centrale), Meta mengajak semua teman untuk sightseeing sekilas kota Bandung dalam perjalanan ke Kawah Putih. Perjalanannya cukup lama, tapi lagi-lagi engga gitu kerasa karena seseruan di bis.
Sarapan di BMC
Di Kawah Putih, kami foto-fotoan -tentunyah!- dan makan siang di rumah makan Sunda, Sindang Reret.
Di Kawah Putih.
Setelah itu, kami tour ke beberapa factory outlet untuk belanja. Eh bukan kami ding, mereka tepatnya. Meta? Mendingan pulang ke rumah:p Kangen berat pengen ketemu Naya. Begitu nyampe rumah, disambut Naya yang teriak-teriak "Mamaaaaa, kakak Aya ngangeng" (Mama, kakak Aya kangen). :')

Hari kedua, Meta pagi-pagi dateng ke hotel Mutiara lagi. Hari ini, acaranya terbagi dua. Yang emak-emak mupeng berat belanja dan shopping di Pasar Baru. Sementara gerombolan bapak-bapak ke Kampung Gajah Wonderland buat berwisata. Meta? Lagi-lagi lebih tertarik ngabisin waktu sama Naya di rumah. It feels really good to be home:) Puas banget makan kupat tahu sebelah rumah, nasi kuning depan rumah, dan segala macam makanan masa kecil Meta:)

Malamnya, kami check out dari Mutiara dan pindah ke hotel bintang 4 -katanya-, Gino Feruci di Braga. Begitu check in, kami langsung siap-siap menuju Trans Luxury untuk mengikuti malam pembukaan PIT IKA. Kami sebagai anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia Jawa Timur, sama-sama memakai seragam batik kuning.


Bersama Prof. Bambang Sp.A(K)

Acara pembukaannya lumayan seru, ada tarian jaipongan dan angklung dari Saung Mang Udjo. Buat Meta sih biasa aja karena udah bolak-balik liat performancenya Saung Mang Udjo. Tapi buat yang lain, exciting banget!

Full Team
Malam pembukaan berlangsung sampai sekitar pukul 11 malem. Karena udah malem banget, Meta engga pulang ke rumah tapi tidur di hotel. Sempat mompa ASI juga buat Naya.
Oleh-oleh buat Naya
Siap maju poster pertama.
Hari ketiga di Bandung adalah hari pertama PIT resmi dimulai. Meta dan teman-teman kebagian jadwal untuk presentasi oral maupun poster penelitian yang sudah kami lakukan di Surabaya. Jadilah pagi-pagi kami ke lokasi membawa perlengkapan perang buat nempel poster dan siap-siap belajar buat sidang presentasi. Selama menunggu giliran, kami mengikuti simposium yang topiknya banyaaaak dan diadain serentak di beberapa ruangan.

Pas giliran Meta yang presentasi, agak-agak deg-degan soalnya pas ngintip poster punya orang lain, kok engga ada yang mirip-mirip punya Meta? Duh, serem berat! Untungnya, alhamdulillah semua pertanyaan penguji bisa terjawab tau bener tau salah dengan baik:D

Malamnya, kami ke Saung Mang Udjo untuk Malam Keakraban IDAI Jatim. Honestly, it was boring. Bukannya kenapa-kenapa sih, cuma acara yang disajikan persis sama plek sama hari sebelumnya. Jadi kami udah bisa nebak dan tau acaranya. Oh ya, Meta menang salah satu grand prize di acara ini. Kaget juga, soalnya nama Meta dibacain pas Meta dengan tenangnya tiduran di belakang:p

Kami kembali ke hotel jam 12 malam, dan jelas Meta engga bisa pulang ke rumah lagi:D

Hari keempat adalah hari presentasi kembali. Hari ini Meta membawakan 2 poster lain dari divisi Hemato dan Tumbuh Kembang. Udah engga sedeg-degan kemarinnya sih, tapi tetep aja pakai acara mules nungguin penguji dateng:p

Atas: Poster Tumbuh Kembang. Bawah: Poster Hemato.
Malamnya, setelah kami maju poster, teman-teman yang pria mengikuti lomba futsal dan badminton. Yang cewek? Shopping lagilah, what else?:p Meta si engga ikut-ikut, karena tentu saja lebih memilih main bersama Naya:)

Hari kelima di Bandung, adalah hari penutupan PIT. Alhamdulillah kami dari Unair memenangkan 5 piala dari 12 juara presentasi oral maupun poster, plus 1 piala lomba badminton. Yaaayyy! Sapu bersiiih! Im proud to be a part of Unair:)

Anyway, Meta happy banget hari ini karena ketemu sama bff sejak masa kuliah dulu! Iyaaa kami sahabatan sejak pertama kali keterima di FK Unair, selalu sebangku sejak semester 1, dan sering melakukan kegilaan bersama:D. Kami sama-sama melanjutkan pendidikan sebagai dokter spesialis anak, bedanya Meta di Unair, Monica di Unud alias Udayana, Bali.

Me and my bff, Monica.
Setelah ituuuu, kami bersenang-senang di Trans Studio. Karena engga dijadwalkan, jadilah kami salah kostum semua. Masih pake batik lengkap dengan ID cardnya:))
Pediatric goes to Trans Studio

Dari sekian banyak wahana, Meta cuma berani main kereta-keretaan dan rumah hantu. Yang lain? Engga usah ye:p

Malamnya, kami makan malam sekalian belanja oleh-oleh di Kartika Sari. Meta langsung pulang ke rumah sementara yang lain kembali ke hotel.

Hari keenam di Bandung, teman-teman melanjutkan acara wisata ke Tangkuban Perahu, Tapi Meta engga ikut. Selain karena udah sering, Meta juga ngerasa capek banget. Mulai batuk, pilek, demam, dan bengek:p Jadi Meta di rumah aja deh main sama Naya:)

Sorenya, teman-teman berangkat ke Surabaya dengan pesawat, sementara Meta akan menyusul sama Naya, engga barengan deh! Sempet ketemuan juga sama member Mamas March-nya TUM -cerita menyusul yak!-.

Berkesan banget selama di Bandung! Kapan-kapan PIT disini lagi ya*halah*:))


Friday, October 12, 2012

Overheard #Nyanya

X: Kakak Aya nanti kalau sudah besar mau jadi dokter kaya mama papa ya?
N: Engga!
X: Mau jadi ballerina kaya Angelina?
N: No No No!
X: Terus mau jadi apa?
N: Pus.

Sang emak yang mendengarkan dari dalam kamar ngakak engga karuan:))

X: Lho kok jadi pus? Biar apa?
N: Bisa meong, ngaoooong.

Sang emak: *jungkir balik ngakak*

Kakak Aya, mama loves you!
Sent from my PurpleBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Wednesday, October 10, 2012

Naya Bawel

Kemarin, saya baru saja mengantarkan Naya kontrol untuk yang kesekian kalinya ke klinik Tumbuh Kembang. Masih inget tulisan saya yang ini kan? Atau yang ngomongin soal perkembangan Naya pas umur setahun?

Nah, ini adalah hasil perkembangan tumbuh kembang Naya usia 18 bulan atau 17 bulan usia koreksi.
Raport Tumbuh Kembang Naya
Bisa dilihat, aspek bicara dan bahasanya Naya di usia 17 bulan ini setara dengan anak umur 37 bulan. Wooohooo.. Pas ngeliat ini, dokter konsultan tumbuh kembangnya yang merupakan guru saya langsung nanya, "Ini siapa yang cerewet di rumah?". Errrrr..pasti bukan emaknyalah yaaa, secara eike kan pendiem banget cyiiiin*blushing*.

PR buat saya nih, karena kemampuan Naya jauh melebihi umur seharusnya (baca: 17 bulan), saya sebaiknya tidak lagi menstimulasi Naya dengan mainan untuk anak berumur 17 bulan lagi, tapi harus sesuai dengan umur kemampuannya, yaitu 37 bulan. Baiklaaaaah, saya akan segera beli crayon warna-warni buat Naya gambar-gambar!:p

Im a very proud mommy!*bigsmile*

Tuesday, October 9, 2012

Siap-siap

Tinggal beberapa hari aja sebelum Meta pergi ke Bandung. Yaaaaay! Asli, excited banget karena udah lama engga pulang kampung. Sayangnya, kepergian -eh apa kepulangan ya- ini bukan sepenuhnya bersenang-senang. Meta dan 10 teman lainnya akan menghadiri Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak ke-5 yang akan digelar di Trans hotel.

Meta akan mempresentasikan 3 penelitian yang sudah dikerjakan disana. Semacam sidang besar-besaran gitu deh:p

Penelitian-penelitian tadi dibuat poster untuk presentasi. Kira-kira semacam inilah posternya.


Poster-poster Meta. Liat Nyanya?:p
Btw ada yang cukup cermat engga ngeliat poster yang hijau? Di backgroundnya ada foto Nyanya lho hehehe. Sang emak bukannya narsis, tapi kami diminta senior menyertakan foto anak kecil sebagai background disana. Udah nyari beberapa foto di google dan di koleksi pribadi, engga ada yang di-acc, selain....fotonya Nyanya!:))

Apakah ini #kode Nyanya kelak akan jadi dokter anak (juga)?:p

Anyway, doakan ya, semoga lancar jaya nanti presentasinya;;)

Saturday, October 6, 2012

Congrats Baby!

Meta baru aja nyampe dari rumah sakit begitu mendapati ada mas pengantar paket di depan rumah. Pikiran awal tentu saja "abis beli apa ya dari online shop?":p Tapi begitu ngeliat yang dikirim bukan paket, cuma amplop, Meta jadi mikir-mikir lagi. Wah surat dari siapa ya? Sepenting itukah harus dikirim via paket?

Begitu dibuka, Alhamdulillaaaaah, ternyata surat tadi adalah surat pemberitahuan kalau Naya menjadi salah satu pemenang lomba foto nasional yang diadakan Pigeon:)

Terimakasih ya Pigeon!

Btw, Meta sendiri masih belum tahu foto mana yang menang karena engga ngerasa ngirim:)) Nanti kalau pengumumannya sudah terbit di majalah Ayahbunda, Meta upload disini yaa..

Congrats, Nyanyaaaaaaaa!:*


Diare Pada Anak

Coba tebak, kasus apa yang kejadiannya engga kenal musim? Pasti adaaaaaa aja setiap saat. Apalagi kalu musim, waah tambah banyak banget. Yes,  diare! KIta bahas sedikit yukkk..

Apa sih diare itu?
Diare adalah kondisi dimana anak BAB dengan konsistensi lembek atau cair, dan frekuensinya lebih sering (biasanya 3x atau lebih) dalam sehari.

Kenapa bisa diare?
Secara klinis, penyebab diare ini bisa dikelompokkan menjadi 6 golongan besar. Infeksi (virus/bakteri/parasit), malabsorbsi, keracunan, alergi, imunodefisiensi, dan sebab lainnya, Tapi yang paling sering sih karena infeksi.

Apa saja jenis diare?
Ada 2 macam, akut berlangsung kurang dari 14 hari. Kronis, berlangsung lebih dari 14 hari. Disebut juga dengan diare persisten.

Yang paling 'ditakutkan' dari diare adalah apabila anak jatuh dalam keadaan dehidrasi. Nah keadaan dehidrasi ini sendiri dibagi menjadi 3 macam. Tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan/sedang serta dehidrasi berat. Kenapa harus dibagi seperti itu? Karena terapi yang diberikan kelak akan berbeda untuk setiap kondisi dehidrasi. Gitu yaa..

Nah, terkadang orangtua suka 'parno' sendiri. Anaknya diare, engga dehidrasi, tapi orangtua (biasanya ibu sih ya:p) sudah gaduh gelisah karena merasa anaknya dehidrasi berat. Tapi ada juga lho, orangtua yang anaknya sudah dehidrasi berat masih santai-santai saja karena engga tahu anaknya dehidrasi berat. Lah, terus bagaimana kita bisa mengetahui derajat dehidrasi anak?
Derajat dehidrasi.
Turgor yang dimaksud di atas bisa dicoba dengan 'mencubit' kulit di daerah perut. Apakah kembali segera, lambat atau malah sangat lambat.

Bagaimana mencegah dehidrasi sebelum dibawa ke dokter?
Kasih oralit. Kalau engga ada di rumah, boleh sementara dikasih air teh, air putih (yang matang ya, jangan air kran:p), kuah sayur, bahkan air tajin pun boleh.

Ada program pemerintah untuk menuntaskan diare pada anak. Namanya Lintas Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare). Langkah-langkah tsb adalah:
1. Berikan oralit
2. Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut
3. Teruskan ASI dan makan,
4. Berikan antibiotik selektif, hanya untuk infeksi bakteri.
5. Nasihat pada ibu/keluarga. Nasihat tentang tanda dehidrasi, bagaimana menjaga kebersihan supaya mencegah diare, dll.

Bagaimana cara pemberian oralit?
Sebungkus oralit dimasukkan dalam segelas air matang (200cc). Untuk anak kurang dari setahun diberi 50-100cc cairan oralit tiap BAB. Yang lebih dari setahun boleh diberi 100-200cc setiap kali BAB.

Zinc itu apa sih? Penting ya dikasih? Saya engga mau ngasih obat banyak-banyak ke anak saya dok. *Rum mode on*
Ya, harus. Zinc adalah salah satu zat gizi mikro yang penting untuk anak. Waktu diare, zinc pasti akan hilang atau menurun jumlahnya. Makanya, pada anak yang diare, jumlah zinc harus diganti. ZInc ini akan membantu penyembuhan diare serta menjaga agar anak tetap sehat.

Kenapa harus 10 hari dok? Anak saya sudah sembuh kok baru 5 hari. Boleh engga diteruskan zinc-nya?
Jangan distop sebelum 10 hari ya. Ini dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan tubuh terhadap kemunginan berulangnya diare 2-3 bulan kedepan. Selain itu, pemberian zinc selama 10 hari terbukti membantu memperbaiki mukosa usus yang rusak.

Apa sih efek sampingnya zinc?
Sangat sangat sangat jarang dilaporkan. Tapi pada beberapa anak biasanya bisa terjadi muntah. Sebenarnya kalau diberikan dalam dosis yang benar, engga bakalan muntah kok:D

Emang dosisnya berapa dok?
Untuk bayi kurang dari 6 bulan diberi 1/2 tablet alias 10 mg/hari. Untuk yang sudah lebih dari 6 bulan diberi 1 tablet atau 20 mg/hari. Boleh dilarutkan kedalam air matang/ASI lho!

Katanya ASI bisa menyebabkan diare ya dok?
Justruuuu, ASI dapat mencegah diare. Jadi jangan stop ASI saat anak diare ya. Teruskan ASI, dan jangan juga batasi makanan saat anak diare. Lebih banyak makanan akan membantu mempercepat penyembuhan dan pemulihan:D

Apa semua diare harus diberi antibiotik?
Nope. Hanya jika ada indikasim seperti diare berdarah atau karena kolera atau disertai penyakit lain.

Boleh dikasih obat anti diare dok?
Tidak boleh. Jadi pada waktu anak diare, ada peningkatan pergerakan usus untuk mengeluarkan kotoran atau racun. Obat anti diare akan menghambat gerakan tadi sehingga kotoran yang seharusnya dikeluarkan malah dihambat untuk keluar. Obat anti diare juga bisa bikin komplikasi yang disebut prolaps. Ususnya terlipat/terjepit. Ini bahaya banget lho!

Demikian sekilas mengenai diare pada anak. Semoga berguna ya!

Friday, October 5, 2012

Ayahbunda, My Parenthood Dictionary

Saya kenalan dengan Ayahbunda sejak belum bisa membaca. Mama langganan sejak hamil kakak (beda umur setahun) sampai saya masuk SD. Setelah itu hubungan saya dan Ayahbunda masih berlanjut karena tante hamil dan memutuskan langganan sampai keponakan 5 tahun. Saya ingat dulu suka mengarang cerita karena belum bisa membaca tiap melihat Buncil. Bahkan menurut mama, gambar pertama saya -yang jelas:p- mencontoh gambar di Ayahbunda. (Masih disimpan lho!)
Mencontoh Buncil:D
Hubungan saya dan Ayahbunda sempat 'putus' dan nyambung lagi saat ibu kost waktu kuliah ternyata berlangganan. Ketika itu saya lebih suka melihat foto bayi ketimbang 'serius' membaca artikelnya.

Selepas kost dan menikah,hubungan saya dan Ayahbunda terputus lagi. Waktu itu saya belum berencana hamil dan sibuk melanjutkan spesialisasi. Saat pertama kali tahu hamil, saya panik banget. Tinggal berjauhan dengan mama membuat saya takut kalau engga bisa menjadi ibu yang baik. Memang sih sekarang komunikasi bisa bikin jauh jadi dekat, tapi sungkan juga kalau membangunkan mama tengah malam karena sesuatu.

Saat saya bicarakan kekhawatiran ini,mama santai sekali, “Sudah, langganan Ayahbunda saja. Dulu mama diajarin Ayahbunda kok ngasuh kamu,”(Ibunya mama meninggal sebelum saya lahir. Sedangkan nenek dari papa sakit saat saya lahir dan meninggal 2 tahun kemudian.).

Mendengar itu, engga pakai babibu, saya langsung langganan Ayahbunda. Sampai sekarang:D

Kalau dulu yang ditunggu Buncil, sekarang semua rubrik Ayahbunda saya nantikan. Rasanya, Ayahbunda sudah seperti parenthood dictionary yang punya jawaban semua pertanyaan ibu baru. Apalagi setelah ada website, wah makin cinta! Mencari informasi terasa gampang. Setiap bingung, tinggal search, keluar jawabannya. Saran mama emang paling bener deh:D

Pelajaran pertama dari Ayahbunda adalah pos dana. Saya sering menyalin resep untuk dimasak oleh ART:p sebagai menu Naya. Saya juga mengikuti "saran" merangsang Naya mendengarkan musik, ini hasilnya:


                                                     Naya usia 8,5 bulan:D

Dari semua itu, saya ingin berterimakasih pada Ayahbunda yang saya anggap pendukung menyusui. Tips menyusui post Caesar dan tips menyusui bayi prematur saya dapat dari Ayahbunda. Memang Naya lahir prematur dengan Caesar karena riwayat saya hipertensi, hipoalbumin, dan kelainan katup jantung hormonal,sungsang, terlilit tali pusar 3x dan ketuban habis. Saya juga ingat beli perlengkapan menyusui berdasar list di Ayahbunda.


Alat 'perang' menyusui.
Saat baby blues syndrome, saya membaca emosi ibu sangat mempengaruhi ASI. Tidak mau emosi berlarut sampai ASI surut, saya berbenah diri. Saya mengusahakan produksi ASI banyak, dengan memakan segala galactogogue.

Ketika cuti selesai, saya khawatir tidak bisa menyusui Naya lagi. Karena membaca ini, saya percaya pasti bisa. Benar banget kata lagu, “You will when you believe”. Alhamdulillah Naya lulus ASIX:)

Setelahnya, jangan dikira menyusui jadi lebih lancar lho!  Saya hampir menyerah gegara merasa waktu kerja panjang dan mobilitas tinggi. Untung ada ini. Engga kerasa, sekarang sudah 18 bulan menyusui, insyaAllah sampai 2 tahun.

 



Terimakasih ya Ayahbunda, kamus-orang-tua yang membuat saya pede menjadi ibu. Terimakasih atas semua informasi yang sudah saya anggap 'wejangan' selama ini. Terimakasih sudah menjadi salah satu supporter saya dalam menyusui.

Happy belated birthday Ayahbunda, my parenthood dictionary!

Semoga tetap menjadi yang terdepan dan -tentu saja- yang terbaik!

*muah*


Wednesday, October 3, 2012

Belajar Khusnudzon

Pernah engga sih baca twit dari seorang emak nyinyir 'mengadu' soal tetangga, saudara, keponakan, atau anak-orang-engga-kenal-sekedar-liat aja ke admin satu account yang berhubungan dengan parenting?

Misalnya nih, bolak-balik saya membaca twit model begini:

"Ih min, masak anak tetanggaku 7yo masih aja minum susu. Jadi deh tu bocah sakit-sakitan melulu, masa bulan ini aja udah ngamar 2x"

"Kemarin ngeliat ponakan kena diaper rash parah min! Ga tega liatnya, ibunya sih ngasih dispo melulu"

"Masa min, anak temenku dari lahir engga disusuin, malah langsung dikasih sufor. Ih tega bgt sih."


Dsb dsb dsb. Pernah?
Hayooo ngakuuuu, pasti pernah juga deh kayak gitu. Kalau engga ngetwit, seengganya mbatin deh:p

Saya ngakuuuu! Saya-dulu-juga gitu kok:p sampai saya mengalami sendiri berinteraksi dengan pasien-pasien dan keluarganya.

Misalnya saja, beberapa saat yang lalu saya kedatangan seorang pasien, bayi cantik yang sebut saja namanya Ria.

Ria, berusia 4 bulan dan dikonsulkan ke saya karena diare kronis. Diarenya sudah berlangsung lebih dari 2 minggu, dan sudah bergonta-ganti susu. Segala macam susu formula sudah pernah dicoba mulai dari yang murah sampai mahal sekalipun.

Sang ibu berpakaian rapi, memakai dress pink yang dipadu hijab two-tone abu dan ungu. Aroma tubuhnya wangi parfum white musk. Saya intip tas tangan yang dibawanya. Saya kenal betul brand tas tadi. Memang bukan yang very high class, tapi saya tahu bahkan yang KW saja harganya ratusan ribu. Saya yakin ibu yang saya hadapi ini bukan berasal dari kalangan bawah.

Karena Ria masih dalam masa ASIX, tentu saja, pertanyaan pertama saya pada ibu Ria adalah 'Kenapa engga ASI bu?'

Awalnya sang ibu hanya tersenyum malu saja, tidak menjawab. Tetapi setelah saya pancing-pancing, keluarlah jawaban panjang lebar darinya.

"Suami saya meninggal saat Ria masih berusia seminggu. Saya sudah tidak punya orangtua dan punya seorang adik. Untuk menghidupi Ria dan adik, saya harus bekerja dok. Engga ada pilihan."

Saya jawab,
"Bekerja juga masih bisa menyusui lho bu. Kan bisa diperah dan disimpan. Engga usah pakai breastpump mahal-mahal, pakai tangan juga bisa."

Sementara saya sempat ngebatin "Duh, beli tas ratusan ribu bisa masa beli breastpump ga bisa."

"ASI saya engga keluar dok"

Saya masih belum mau menyerah, saya bilang "Ya engga keluar karena engga disusuin terus bu. Gini aja bu, kalau ibu mau bisa saya ikutkan program relaktasi. Gimana?"

Sang ibu hanya tersenyum tidak mengiyakan.

"Coba hitung berapa biaya yang ibu keluarkan buat sufor. Kalau ASI kan gratisan bu. Lebih sehat lagi."

"Nanti kita lihat siapa tahu diarenya Ria ini bisa berhenti kalau ASI." Saya engga mau menyerah merayu si ibu.


Akhirnya mungkin karena capek saya bujuk terus, dia berbisik pada saya "Dok, suami saya meninggal karena AIDS."

Jreeeeeeeeeng.
Saya langsung terdiam dan merasa bersalah sudah berpikir si ibu ini engga mau repot, tega membiarkan anaknya diare terus, tidak mau memberikan yang terbaik untuk anaknya.

"Kenapa engga bilang dari awal bu?"

Lagi-lagi sang ibu hanya tersenyum. Saya sih mahfum ya, emangnya gampang untuk mengakui kalau diri kita sakit berat? Apalagi kalau sakitnya AIDS yang sampai saat ini masih jadi momok bagi orang banyak.

Kasus lain, sebut saja Ari, berusia 7 tahun dikonsulkan ke saya karena speech delay. Nenek dan ibunya bilang kalau sampai saat ini, Ari belum bisa mengucapkan satu kata pun dengan jelas.

Saat saya mendengar hal ini, tentu saja reaksi saya adalah terheran-heran. Masa baru dibawa ke dokter setelah 7 tahun? Seharusnya sudah disadari sejak umur 2-3 tahun dong ya?

"Kenapa baru dibawa sekarang bu? Ibu sadar sejak kapan Ari engga bisa ngomong?"

"Sejak dia umur 3 tahun sudah sadar kok dok"

"Lah terus kok baru dibawa sekarang bu?"


Ibu dan nenek Ari hanya tersenyum.

Saya pancing-pancing sedemikian rupa pun ibu dan neneknya tetap diam dan hanya tersenyum.

Baiklah, walaupun masih penasaran, saya harus menyerah juga demi melihat antrian pasien yang menumpuk. Saya jelaskan beberapa tes yang harus dijalani. Kebetulan ibu dan neneknya ini belum punya Jamkesmas dan berencana untuk mengurusnya. Jadilah saya rencanakan tes pendengaran dan beberapa tes lain setelah Jamkesmas ada.

Kemudian, saya menyudahi sessi konsultasi bersama Ari dan sibuk berkutat dengan pasien lain.

Setelah semua pasien selesai, saya bersiap-siap turun dari poli. Begitu membuka pintu untuk keluar, saya terkejut karena mendapati ibu dan nenek Ari masih ada di kursi tunggu.

"Lho bu, ada apa? Masih ada yang ingin ditanyakan?"
Sang ibu dan nenek terlihat habis menangis. Saya jadi tambah bingung. Ada apa sih?

Saya mengambil tempat duduk persis di sebelah nenek yang langsung berbicara dengan saya sambil menangis.

"Maaf ya dok, ngapunten sanget. Tadi saya ke loket untuk bayar biaya administrasi. Saya kaget karena mahal sekali. Saya engga punya uang segitu banyak dok. Sejak tahu cucu saya telat bicara, saya sudah nabung untuk biaya ke dokter. Cuma selalu terpakai karena adaaaaa saja dok. Yang Ari sakit batuk pilek, uangnya terpakai beli obat. Yang harus bayar hutang, beli beras, dll. Hari ini, tabungan saya baru terkumpul dok. Saya hitung-hitung, biaya angkot pulang pergi untuk kami bertiga Rp. 21.000, harus ganti angkot 2x, kurang lebih habis Rp.50.000 sudah dengan ojek. Saya pikir biaya disini sekitar Rp. 25.000. Saya cuma punya uang Rp. 75.000 dok."

Nyeeees. Saya langsung trenyuh dan mengatakan ke loket kalau semua biaya Ari (ps: biayanya 'cuma' Rp. 53.000) akan saya tanggung.

Batin saya, "Maaf ya bu, saya sudah berburuk sangka, mikir ibu engga care sama cucunya, tega sekali dibiarkan engga ngomong sampai 7 tahun. Maaf ya buu" :')

Sang ibu dan nenek tak henti berterimakasih sambil menangis sampai saya pun sibuk menahan tangis.

Ini cuma 2 dari sekian banyak kasus yang pernah saya alami. Menurut saya, ada hikmah yang bisa diambil. Sebelum menjudge macam-macam dan berkomentar seolah diri sendiri adalah ibu yang paling sempurna , try to be in their shoes first.

Kalaaau nih kalau, kita sendiri yang ada di posisi mereka, gimana? Salah gitu melakukan apa yang mereka lakukan? Terus kira-kira nih, kalau ada tetangga atau orang lain sibuk 'mengadukan' kita ke account twit tertentu tanpa tahu dan engga mau tahu alasan kita melakukan itu, gimana sih perasaan kita?:)

Pernah engga kepikiran kalau mungkin aja ternyata anak-orang-yang-engga-pernah-dikasih-ASI itu ibunya HIV positif dan emang engga boleh nyusuin? Terus ibunya musti koar-koar gitu kalau dia terinfeksi HIV? Pernah engga kepikiran kalau mungkin aja ternyata anak-tetangga-yang-sakit-melulu itu belum tentu karena minum susu terus? dsb dsb. Berkhusnudzon yuk!

Akhirnya, belajar dari pasien-pasien kecil saya, saya berusaha untuk tidak menjudge orangtua, apapun alasannya. Saya percaya, tidak ada orangtua waras di dunia ini yang berkeinginan untuk mencelakakan atau membuat anaknya sakit. Saya yakin, semua orangtua ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya, dengan cara apapun, semampunya.

Yang bisa saya lakukan adalah mengedukasi orangtua, berusaha membantu sebaik-baiknya agar orangtua bisa memberikan semaksimal mungkin untuk anak mereka. Semua orang punya masalah masing-masing, punya alasan masing-masing untuk mengasuh dan merawat anaknya.

 Anyway, menjudge cara pengasuhan seseorang tidak menjadikan kita sendiri pasti lebih baik darinya bukan?:)

Tuesday, October 2, 2012

Ribut-ribut Susu

Beberapa hari terakhir ini lini masa di twitter dipenuhi oleh ribut-ribut masalah susu. Ada yang menganggap bahwa susu (sapi) tidak perlu dikonsumsi karena membahayakan kesehatan dan tidak layak dikonsumsi manusia. Ada juga yang beranggapan susu (sapi) penting adanya, menyehatkan walaupun tidak wajib untuk anak berusia diatas 2 tahun.

 Kalangan yang menganggap bahwa susu membahayakan dan justru akan membuat osteoporosis serta penyakit bahaya lainnya merujuk pada buku best seller karya Dr. Hiromi Shinya, The Miracle Of Enzyme. Sudah pernah baca? Saya sudah! Dan tidak sepenuhnya setuju dengan buku tersebut. Tapi bukan itu –well, at least belum deh ya:p-yang mau saya bahas.

Saya (sangat) tergelitik dengan suatu pernyataan dari mereka yang anti susu sapi. Dedengkotnya, sebut saja begitu, menulis bahwa  

Kalau dokter-dokter itu masih aja ada yang ngeles bilang susu engga berbahaya dengan alesan "Tidak berdasar tulisan ilmiah" berarti mereka engga bisa baca!.

Maaf ya, tanpa mengurangi rasa hormat saya, tapi justru karena membaca pernyataan ini, saya semakin yakin bahwa apa yang ditulisnya sangat sangat sangat HARUS diragukan kebenarannya. (Sengaja diulang 3x, dikapitalisasi dan dibold:p)

Kemudian followernya di twitter mendukung pendapatnya dengan bermacam-macam testimoni seperti “Duh engga usahlah evidence based2an, ini terbukti kok! Saya DULU rutin minum susu malah sakit-sakitan sekarang tanpa susu sehat walafiat”. Ada lagi yang “Ini kenyataan! Anak saya malah mencret dikasih susu, tanpa susu engga pernah mencret dan sehat walafiat!” dan beberapa pernyataan senada.

Oke, saya mau bahas sedikit soal Evidence Based Medicine alias EBM. Istilah yang sering disebut-sebut kalangan medis untuk menilai suatu teori, lama maupun baru.

EBM is the integration of BEST research evidence with clinical expertise and patient values. (Sacket DL et al, 2000).

Kenapa harus ada EBM? Jadi begini, dunia medis akan selalu berkembang seiring berjalannya waktu. Karena itu, informasi terupdate tentang bagaimana mendiagnosis pasien, prognosis, terapi sampai prognosis pasien harus ikut diupdate. Dan sebaiknya semua tenaga medis mengikuti ini demi kepentingan pasien.

Misalnya gini deh, sebut aja obat X dari jaman dahulu kala sudah dikenal sebagai pilihan untuk mengobati penyakit Y. Eh setelah sekian lama, ada penelitian yang membuktikan kalau ternyataaaaaa obat X itu engga aman karena ada efek samping tertentu. Ada penelitian lain lagi yang menemukan bahwa obat Z lebih baik daripada obat X buat pengobatan. Apakah kita masih mau pakai obat X? Engga kan?

Tujuan EBM adalah membantu pengambilan keputusan klinis. Bisa pencegahan, diagnosis , terapi yang semua harus berdasarkan bukti ilmiah terbaru dan terpercaya.

Sekarang kita ngomongin soal penelitian yaa. Semua orang bisa melakukan penelitian. Saya saja sekarang sedang melakukan 3 penelitian. Ada yang jumlah sampelnya “cuma” 16 orang. Apakah nanti setelah penelitian saya selesai, kesimpulannya bisa dipakai untuk semua orang di dunia? *yeah I wish:p*

Untuk dapat dipublish dan dijadikan referensi internasional, penulis jurnal penelitian tsb harus mempunyai kredibilitas. Selain itu tentu saja kita harus melakukan telaah jurnal alias critical appraisal pada semua jurnal.
Gampangnya, kalau saya sih, karena siwer juga bacain jurnal satu-satu cari jurnal dari portal yang terpercaya semacam Pubmed.com.

Penelitian ini juga ada tingkatannya lho. Yang paling atas adalah Meta-Analysis (bukan Meta Hanindita:p), dimana jumlah sampel biasanya banyak dan berasal dari banyak penelitian yang dianalisis. Selanjutnya adalah Systematic Reviews,  Randomized Controlled Trials, Case Control, Case Reports, Opinions dan terakhir, Animal Research.

Kembali ke kasus di atas. Saya berandai-andai dulu nih ya! Misalnyaaaaa, saya nulis di blog dan twitter “Ternyata makan nasi itu berbahaya lho! Hipertensi, kencing manis, semua disebabkan rutin makan nasi. Saya dulu sering migren, sering rematik. Tapi begitu stop makan nasi, sehat walafiat” Terus saya berhasil menerbitkan buku tentang ini. (Fyi, penerbit mah mana peduli valid apa engga, yang penting bukunya laku titik).

Diikuti dengan banyaknya testimoni dari followers saya yang senada dengan statement saya.

Apa ada tenaga medis di dunia yang mau mengikuti saya?:D
(Kalau ada saya rela keliling dunia ditemenin Brad Pitt #eh).

Coba kalau begitu, apa bedanya saya dengan klinik T*ngfang yang menghebohkan itu? Yang jelas sih ada kesamaannya, sama-sama ENGGA TERBUKTI ILMIAH.

Jadiii, kalau ada yang sampai berpendapat “Ah, engga usah deh dikit-dikit EBM, bilang aja ngeles. Engga update ilmunya!” Saya sih ngakak aja *sambilnyeruputsusucokelat*

Atau statement-standar-suudzon-ke-dokter-sepanjang-masa, "Dibayar berapa sih dokter sama pabrik susu?"   InsyaAllah, saya jadi dokter anak adalah karena niat baik demi bekal untuk di akhirat kelak. Bukan semata-mata materi. Kadang malah saya suka mikir, yang kepikiran gitu mungkin yang material-minded. Kok bisa-bisanya ya.

Saya sempat sewot dulu waktu ada masalah vaksin-anti vaksin. Karena menurut saya mereka yang anti vaksin merugikan semua orang termasuk yang vaksin. Sebaliknya, soal susu ini sih sebenernya engga ada yang dirugikan. Jadi eike engga sewot-sewot amatlah cyiiin!*benerinkemben* Yahh suka-suka situ deh cyinn, mau minum susu kek mau engga, not my business.

Cumaaaaa, sebagai tenaga medis, saya wajib meluruskan berita-berita geje di luar YANG TIDAK BERDASARKAN ILMIAH. Seandainya emang ada meta-analysisnya betapa ternyata susu sapi membahayakan kesehatan, saya PASTI tidak akan menganjurkan susu sapi untuk pasien saya:)
Kalau engga EBM, ah tauuu deh *ngomongsamatangan*

Diambil dari gotmilk.com.
*Yang saya maksud disini penggunaan susu sapi untuk yang tidak intoleransi  ya!

Hasil Review Preschool-Part 1

Setelah survei cari sekolah beberapa hari terakhir ini, berikut adalah hasil reviewnya:

1. Kinderland 
www.kinderlandsurabaya.com
Jl. Kertajaya Indah No. 101

Pertama kali sekolah ini karena letaknya yang di pinggir jalan raya persis di seberang sekolah Naya, dan selalu dilewatin setiap pergi. Yang keliatan dari luar sih mainan-mainan warna-warni di halamannya. Space outdoor playground-nya engga terlalu luas.

Kurikulum: Diadaptasi dari Kinderland Educare Services Pte Ltd, Singapore. Programnya bilingual, ditambah kelas bahasa Mandarin setiap minggunya. Ada native speaker untuk setiap pelajaran bahasa. Pendidikannya mengacu pada teori Piaget, yang diterapkan hampir di semua aspek pelajaran.

Ruangan kelas: Ada ruang komputer, ruang musik, ruang pertemuan, indoor gym, playground, track untuk bersepeda bahkan ada area untuk bermain air dan pasir indoor!

Untuk kelas pre-nursery (2-3 tahun) jam sekolahnya adalah setiap hari Senin-Jumat jam 08.30-11.30 atau Senin-Kamis jam 08.30-11.30.

Biaya:
Enrollment fee : Rp. 8.000.000,00
Term fee: Rp. 4.500.000,00/ 10 weeks (4x/weeks)
                Rp. 5.500.000,00/ 10 weeks (5x/weeks)

Komen Meta:
Errrr.. walaupun belum trial, tapi kayanya Meta agak engga sreg sama sekolah ini. Pertama, karena jam sekolahnya 4-5 hari kerja, 3 jam pula! Naya bisa teler deh nanti. Biayanya masih make sense secara sekarang rata-rata preschool segitu. Satu lagi yang Meta engga sreg adalah space untuk outdoornya terbatas banget. Lagipula, di pinggir jalan raya, agak bikin waswas si emak parno ini.

Tapi, Meta suka banget deh sama water and sand areanya. Cool.
Mungkin akan mencoba untuk ikut trial class, masih pikir-pikir deh:p

2. KB-TK Islam Al-Azhar 35
www.alazhar-jatim.sch.id
Pakuwon City, Florence J-4

Karena deket dari rumah, jelaslah sekolah ini masuk ke dalam list buat Meta survei:D
Awalnya Meta kaget karena dari depan sih keliatannya engga besar-besar amat, sempet mikir juga "Buset ini ga ada lapangannya sama sekali ya?". Eh ternyata begitu masuk ke dalam, ada lapangan basket yang lumayan besar dan gedung sekolahnya juga lumayan. Oh ya jangan khawatir, buat cewek yang masih kelas toddler dan Playgroup, belum wajib pakai jilbab kok! Bukannya apa, Meta concern banget soal ini karena yakin Naya pasti engga nyaman disuruh pakai jilbab, kasian juga kalau dia malah sibuk garuk-garuk gegara keringetan pas sekolah.

Kurikulum: Tentunya menggunakan kurikulum Pengembangan Pribadi Muslim. Ada fieldtrip, english conversation (Bahasa pengantarnya Indonesia), musik, komputer, dan baca Alquran dengan Iqra.

Untuk kelas toddler (>1.5 tahun) dan Playgroup (>2,8 tahun) ada 3x pertemuan setiap minggunya. Waktu sekolah dari jam 08.00-10.00. Untuk kelas toddler setiap hari disediakan cemilan bergizi.

Biaya:
Karena masih baru, setidaknya sampai tahun ini masih belum ada enrollment fee. (Enak banget yak!), hanya bayar SPP sejumlah Rp. 3.850.000/ 4 bulan. Tapi kemungkinan pertahun depan sudah ada biaya masuknya.

Komen Meta:
Will definetely try! Sesuai kriteria, cuma outdoornya kurang gede. But you cant get all what you want, right?;;) Nanti tunggu Naya 2 tahun:D

3. Sekolah Cikal
www.cikal.co.id
Jl. Raya Bukit Darmo Golf no. M-21

Walaupun sebenernya engga masuk ke kriteria Meta karena letaknya juauuuuuh banget, tapi akhirnya dengan berbagai pemikiran, bolehlah sekolah ini dipertimbangkan. Di Jakarta, sekolah Cikal ini termasuk most wanted karena pendekatan pengajarannya yang 'berbeda' dari yang lain. 5-stars-competencies.

Kurikulum: Ditekankan pada perkembangan basic life skills. Selain itu banyak program yang dirancang supaya komunikasi antara orangtua dan anak berlangsung baik. (Jadi buat yang pengen 'melepas' anaknya sekolah, engga bisa dong ya). Rasio guru: murid adalah 1:5, ada workshop reguler untuk orangtua.

Untuk kelas  Kakak-kakak (2-3 tahun) : Seminggu 3x, 08.00-10.00 atau 10.30-12.30

Biaya:
Enrollment Fee : Rp 18.500.000 (Iyaaa, engga salah ketik jadi kebanyakan nol-nya kok!)
Tuition fee : 20.900.000 (/tahun) 5.600.000 (/4 bulan) 1.900.000 (/bulan)
*pingsan*

Komen Meta:
Sebenernya, kalau merujuk ke kriteria yang Meta buat untuk cari sekolah Naya, Sekolah Cikal ini mantep banget, kecuali dari sisi jarak dan biaya-tentunyaaaa-.
Kayanya sih engga bakal trial deh, secara rumah ke Cikal ujung-ujungan ajah gituh!

4. Whiz Kids
 Jl. Nginden Intan Selatan C7/3-5 

Thanks to jembatan MERR, jarak rumah ke Nginden jadi deket banget, dan Meta bisa masukin sekolah ini ke list:D

Kurikulum: Bahasa pengantar Inggris, ada yang 2x seminggu, ada yang 4x seminggu. Jamnya 10.00-11.30. Keponakan-keponakan Meta semua sekolah disini jadi sedikit banyak tau apa yang diajarin. Basicly diajarin disiplin dengan daily activities. Tentunysa sambil merangsang motorik, bahasa dan personal-sosial.

Biaya:
Enrollment fee : Rp. 6.850.000,00
Tuition fee: Rp. 440.000/bulan (seminggu 2x)
                   Rp. 660.000/bulan (seminggu 4x)
Administration fee : Rp. 850.000/tahun (seminggu 2x)
                                 Rp. 900.000/tahun (seminggu 4x)

Komen Meta:
Worth to put in the trial list:D

Sekian review-an sekolah part 1 ini. Rencananya weekend ini Meta mau berkunjung ke beberapa preschool lagi seperti Al-Hikmah, SAIMS (Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya), Lollypop Preschool, Little Steps dan Apple Tree.  Doakan sayaaaa! *pasangiketkepala*
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...